Mohon tunggu...
Edisti Regita Faradia
Edisti Regita Faradia Mohon Tunggu... UNIVERSITAS MERCU BUANA

Edisti Regita Faradia - Nim 43223010028 Universitas Mercu Buana Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., AK., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

12 Oktober 2025   22:14 Diperbarui: 12 Oktober 2025   22:14 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo, FEB UMB 2025

Teori Akuntansi dalam Perspektif Hermeneutik Wilhelm Dilthey: Menemukan Makna Manusia di Balik Angka

Ringkasan Tokoh Wilhelm Dilthey (1833–1911)

Wilhelm Dilthey adalah seorang filsuf Jerman yang sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu sosial dan humaniora (Geisteswissenschaften). Ia dikenal sebagai pelopor hermeneutika modern, yaitu filsafat penafsiran yang tidak hanya berfokus pada teks, tetapi juga pada kehidupan manusia itu sendiri.

Dilthey meneruskan gagasan F.D.E. Schleiermacher, yang awalnya melihat hermeneutika sebagai seni memahami teks, lalu memperluasnya menjadi seni memahami kehidupan (Erlebnis). Dengan pemikiran ini, Dilthey menjadi penghubung menuju pemikiran Heidegger dan Gadamer, dua tokoh besar berikutnya dalam tradisi hermeneutik.

Pendahuluan

Selama ini, akuntansi sering dipandang sebagai ilmu yang kering, teknis, dan objektif ilmu yang hanya berurusan dengan angka, neraca, laba, dan rugi. Namun, pandangan ini mulai dipertanyakan ketika akuntansi dipahami bukan sekadar sistem pencatatan transaksi, tetapi juga sebagai cerminan kehidupan manusia. Di sinilah pemikiran Wilhelm Dilthey (1833–1911) menjadi relevan. Filsuf asal Jerman ini dikenal sebagai tokoh besar yang memisahkan antara ilmu alam (Naturwissenschaften) dan ilmu roh atau ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften), serta sebagai peletak dasar hermeneutika modern dalam ilmu sosial.

Dilthey berpendapat bahwa manusia tidak bisa dipahami hanya melalui pendekatan ilmiah-positivistik sebagaimana benda-benda alam. Manusia harus dipahami dari dalam, melalui pengalaman, makna, dan nilai-nilai yang dihayatinya. Karena itu, ketika kita berbicara tentang teori akuntansi, kita seharusnya tidak hanya bertanya “bagaimana angka bekerja”, tetapi juga “apa makna angka bagi kehidupan manusia”. Dengan perspektif ini, akuntansi menjadi bagian dari ilmu kemanusiaan ilmu yang hidup, bermakna, dan sarat nilai moral.

Pendekatan hermeneutik Dilthey juga membantu menjembatani kesenjangan antara rasionalitas ilmiah dan pengalaman manusiawi. Dalam dunia modern yang sangat menekankan kuantifikasi, akuntansi sering kehilangan sisi kemanusiaannya. Padahal, setiap angka yang ditulis memiliki latar belakang historis, konteks sosial, dan niat moral yang tidak bisa diabaikan. Dengan memahami hal ini, kita tidak hanya menghitung laba, tetapi juga memahami penderitaan, perjuangan, dan tanggung jawab di baliknya.

Artikel ini akan membahas pemikiran Dilthey dalam tiga aspek utama yang relevan untuk teori akuntansi : epistemologi (bagaimana pengetahuan akuntansi diperoleh), ontologi (apa realitas yang dipelajari akuntansi), dan aksiologi (apa nilai dan tujuan moral di balik akuntansi). Melalui pendekatan hermeneutik, akuntansi dapat dipahami sebagai ekspresi kehidupan manusia yang penuh makna, bukan sekadar sistem hitung-mengetik tanpa jiwa.

Penjelasan 

Mengapa Hermeneutika Penting dalam Akuntansi

Wilhelm Dilthey mewarisi gagasan dari Schleiermacher yang menekankan pentingnya menafsir teks. Namun Dilthey memperluasnya : bukan hanya teks yang harus ditafsir, tetapi juga kehidupan manusia itu sendiri. Baginya, memahami kehidupan (Erlebnis) berarti memahami seluruh ekspresi yang muncul dari pengalaman manusia  mulai dari bahasa, seni, budaya, hingga sistem sosial seperti akuntansi.

Akuntansi, dalam kerangka ini, bukan hanya alat pencatatan ekonomi, melainkan juga narasi eksistensial yang menceritakan bagaimana manusia memahami dirinya melalui aktivitas ekonomi. Ketika seorang akuntan menyusun laporan keuangan, ia tidak hanya menulis angka, tetapi menulis kisah tentang kerja keras, tanggung jawab, dan keinginan untuk diakui.

Dengan cara ini, hermeneutika memberikan dasar baru bagi teori akuntansi. Ia menolak anggapan bahwa pengetahuan hanya valid jika bersifat kuantitatif. Pengetahuan yang sahih juga bisa lahir dari pemahaman makna, nilai, dan konteks sosial tempat akuntansi hidup.

1. Epistemologi Hermeneutik : Dua Cara Mengetahui dalam Akuntansi

a. Dualitas Ilmu : Penjelasan dan Pemahaman

Dilthey menolak gagasan bahwa semua ilmu harus tunduk pada metode eksakta seperti ilmu alam. Baginya, ada dua cara mengetahui yang berbeda secara mendasar :

  1. Ilmu alam (Erklaren) — menjelaskan dunia dengan hukum sebab-akibat yang objektif dan terukur.

  2. Ilmu manusia (Verstehen) — memahami makna kehidupan melalui pengalaman batin dan interpretasi.

Kedua cara ini sama-sama rasional, tetapi memiliki logika dan tujuan yang berbeda. Erklaren berusaha menemukan hukum universal, sedangkan Verstehen berusaha menyingkap makna dalam konteks tertentu. Dalam akuntansi, hal ini berarti bahwa tidak semua fenomena ekonomi bisa dijelaskan dengan angka atau rumus. Ada dimensi makna, emosi, dan nilai yang harus dipahami dengan cara interpretatif.

Dalam konteks akuntansi, pendekatan positivistik (yang meniru ilmu alam) mendominasi penelitian selama bertahun-tahun. Peneliti fokus pada korelasi empiris seperti hubungan antara leverage dan profitabilitas atau pengaruh CSR terhadap nilai pasar. Pendekatan ini penting, tetapi tidak cukup, karena hanya melihat fenomena dari luar tanpa memahami pengalaman manusia di dalamnya.

Dilthey menawarkan jalan lain : pendekatan hermeneutik, yaitu upaya memahami makna di balik data dan angka. Ia menyebutnya sebagai “menafsir kehidupan” (Erlebnis), bukan sekadar mengukur gejala. Dalam akuntansi, ini berarti bahwa angka bukan hanya hasil perhitungan, melainkan juga hasil pengalaman, nilai, dan pilihan moral pelaku ekonomi.

Hermeneutika juga menekankan bahwa proses memahami tidak pernah bersifat statis. Pemahaman selalu bergerak dalam “lingkaran hermeneutik”, di mana peneliti terus menafsir dan memperbarui makna berdasarkan konteks baru. Dengan demikian, penelitian akuntansi hermeneutik tidak berhenti pada hasil akhir, tetapi terus terbuka terhadap interpretasi baru seiring perubahan sosial dan budaya.

b. Fisiologi dan Psikologi sebagai Metafora Epistemologis

Dilthey menggunakan dua metafora penting: fisiologi dan psikologi.

  • Fisiologi menggambarkan cara mengetahui ilmu alam : mengamati dari luar, mencari hubungan sebab-akibat, dan melakukan eksperimen. Dalam akuntansi, ini seperti penelitian kuantitatif yang memandang laporan keuangan sebagai objek terpisah dari manusia.

  • Psikologi, sebaliknya, mewakili cara memahami manusia dari dalam melalui empati dan pengalaman. Dalam konteks akuntansi, pendekatan ini berupaya memahami bagaimana pelaku ekonomi menghayati konsep seperti “laba”, “utang”, atau “tanggung jawab”.

Dengan kata lain, epistemologi hermeneutik mengajarkan bahwa pengetahuan sejati tentang akuntansi tidak hanya datang dari angka, tetapi dari makna di balik angka tersebut. Seorang peneliti hermeneutik harus mampu “menghidupkan kembali” pengalaman batin pelaku ekonomi untuk memahami bagaimana mereka menafsirkan angka dan laporan.

Dalam praktiknya, hal ini menuntut peneliti untuk terlibat secara aktif dan reflektif. Ia tidak cukup menjadi pengamat netral, tetapi harus menjadi “penafsir” yang merasakan dan memaknai pengalaman subjek. Misalnya, saat meneliti akuntansi syariah di pesantren, peneliti tidak bisa hanya melihat prosedur pencatatan, tetapi juga harus memahami nilai-nilai spiritual yang melatarinya, seperti keikhlasan, keseimbangan, dan niat ibadah.

c. Epistemologi Ganda Akuntansi

Dari sini lahir gagasan tentang epistemologi ganda akuntansi:

  • Epistemologi luar (positivistik) — akuntansi sebagai sistem pengukuran dan kontrol.

  • Epistemologi dalam (hermeneutik) — akuntansi sebagai sistem komunikasi dan pemaknaan sosial.

Keduanya tidak harus dipertentangkan, tetapi dipadukan. Pengukuran yang objektif hanya bermakna jika disertai pemahaman terhadap makna yang dihayati oleh manusia di balik angka-angka tersebut.

Dengan kata lain, hermeneutika tidak menolak angka, tetapi menolak pengosongan makna di balik angka. Ia berusaha menghidupkan kembali aspek kemanusiaan dalam akuntansi agar ilmu ini tidak terjebak dalam formalisme teknis. Dengan pendekatan ini, akuntansi menjadi ilmu yang tidak hanya akurat secara data, tetapi juga adil secara moral.

2. Ontologi Hermeneutik : Akuntansi sebagai Ekspresi Kehidupan

a. Ontologi Kehidupan (Das Leben)

Dilthey menolak pandangan bahwa realitas sosial adalah sesuatu yang berdiri di luar manusia. Baginya, realitas sejati adalah kehidupan itu sendiri (das Leben) sesuatu yang terus bergerak, bersejarah, dan sarat makna. Karena itu, ontologi hermeneutik adalah ontologi kehidupan, bukan ontologi benda.

Dalam akuntansi, hal ini berarti bahwa sistem akuntansi bukan sekadar alat netral untuk mencatat realitas ekonomi. Ia adalah bagian dari cara manusia mengekspresikan dirinya. Ketika seseorang mencatat transaksi, membuat laporan, atau menandatangani neraca, ia sebenarnya sedang mengekspresikan nilai-nilai moral, sosial, dan spiritual yang diyakininya.

Hal ini juga menunjukkan bahwa setiap laporan keuangan memiliki dimensi eksistensial. Ia bukan hanya representasi data, tetapi juga “kisah” tentang bagaimana suatu entitas hidup, berkembang, dan bertanggung jawab. Dalam konteks inilah akuntansi dapat disebut sebagai “tulisan kehidupan ekonomi manusia”.

b. Dunia Hidup (Lebenswelt) dalam Akuntansi

Manusia hidup dalam Lebenswelt dunia hidup yang diwarnai oleh pengalaman, nilai, dan budaya. Akuntansi juga hidup di dalam dunia ini. Makna “laba”, misalnya, berbeda tergantung konteks sosialnya :

  • Dalam masyarakat pedagang tradisional, laba dianggap sebagai rezeki dan berkah.

  • Dalam dunia korporasi modern, laba dipandang sebagai indikator performa dan legitimasi publik.

  • Dalam konteks spiritual, laba bisa berarti keseimbangan antara usaha dan doa.

Artinya, akuntansi selalu kontekstual dan historis; ia tidak bisa dilepaskan dari dunia sosial yang melahirkannya. Laporan keuangan, mata uang, bahkan sistem audit adalah hasil kesepakatan sosial yang berkembang dari pengalaman manusia sepanjang sejarah.

Dengan begitu, setiap sistem akuntansi membawa “jiwa” sosial-historisnya sendiri. Ia terbentuk dari interaksi antar manusia, tradisi, dan kepercayaan yang berlangsung sepanjang waktu. Maka, akuntansi tidak bisa dipahami tanpa memahami dunia hidup tempat ia lahir dan tumbuh.

c. Simbol sebagai Wujud Ontologis

Dilthey menyebut ekspresi kehidupan manusia sebagai Ausdruck, yang tampak melalui simbol (Symbol). Dalam akuntansi, simbol ini hadir dalam bentuk angka, neraca, laporan tahunan, atau tanda tangan. Semua simbol ini bukan benda mati; mereka adalah jejak kehidupan batin.

Contohnya :

  • Saldo kas mencerminkan rasa aman dan stabilitas.

  • Laporan tahunan adalah ekspresi keinginan untuk dipertanggungjawabkan.

  • Neraca sosial menunjukkan nilai moral komunitas.

Simbol-simbol ini hanya dapat dipahami melalui penafsiran hermeneutik, bukan sekadar melalui perhitungan matematis.

Simbol-simbol ini menghubungkan dunia batin dengan dunia sosial. Mereka adalah bentuk komunikasi antara manusia yang hidup dalam sejarah dan budaya tertentu. Karena itu, memahami simbol akuntansi berarti memahami ekspresi kemanusiaan yang tersembunyi di balik angka-angka.

d. Ekspresi (Ausdruck) dan Jiwa Sosial

Setiap tindakan akuntansi adalah ekspresi (Ausdruck) dari jiwa sosial. Ketika akuntan mencatat transaksi, ia tidak hanya menulis data, tetapi juga menuliskan nilai moral dan tanggung jawab sosial. Dengan demikian, dunia akuntansi bukan dunia yang terpisah dari manusia, tetapi bagian dari keberadaan manusia itu sendiri.

Hal ini menjadikan akuntansi sebagai bentuk komunikasi spiritual dan sosial. Ia menyatukan aspek rasional dan emosional manusia dalam tindakan ekonomi. Dalam masyarakat modern, akuntansi berperan sebagai cermin budaya: bagaimana manusia memahami kerja, kejujuran, dan keadilan dalam konteks ekonomi.

e. Akuntansi sebagai Produk Jiwa Historis

Setiap sistem akuntansi mencerminkan jiwa historis (historischer Geist) dari masyarakatnya:

  • Akuntansi kolonial menekankan kontrol dan dominasi.

  • Akuntansi koperasi desa menonjolkan gotong royong.

  • Akuntansi spiritual menekankan keseimbangan antara materi dan batin.

Karena itu, realitas akuntansi bersifat plural dan kontekstual, bukan universal. Tidak ada satu sistem akuntansi yang benar untuk semua budaya; semuanya merupakan ekspresi dari kehidupan manusia di konteksnya masing-masing.

Perbedaan ini membuktikan bahwa akuntansi bukan sistem universal, tetapi ekspresi budaya. Ia berubah sesuai dengan nilai-nilai masyarakat yang mempraktikkannya. Karena itu, hermeneutika menolak pandangan tunggal tentang akuntansi dan membuka ruang bagi pluralitas makna.

3. Aksiologi Hermeneutik: Nilai, Empati, dan Moral di Balik Angka

a. Dari Pengetahuan Menuju Nilai

Bagi Dilthey, memahami kehidupan tidak cukup dengan mengetahui, tetapi juga harus menghayati nilai yang terkandung di dalamnya. Aksiologi hermeneutik berfokus pada pertanyaan : apa makna dan nilai dari pengetahuan itu bagi manusia?

Dalam akuntansi, ini berarti bahwa laporan keuangan bukan sekadar alat ukur kekayaan, tetapi juga sarana untuk mengekspresikan tanggung jawab, kejujuran, dan nilai kemanusiaan.

Aksiologi ini mengubah orientasi akuntansi dari sekadar “menghitung benar” menjadi “berbuat benar”. Ia menuntut agar setiap proses akuntansi didasarkan pada kesadaran etis, bukan hanya kepatuhan teknis.

b. Nilai Kehidupan (Lebenswert) dalam Akuntansi

Nilai adalah dimensi batin kehidupan yang memberi arah pada tindakan manusia. Setiap praktik akuntansi selalu mencerminkan nilai tertentu :

  • Akuntansi korporasi menonjolkan efisiensi dan laba.

  • Akuntansi sosial menonjolkan keadilan dan tanggung jawab sosial.

  • Akuntansi religius menonjolkan keseimbangan moral dan spiritual.

Dengan demikian, angka tidak pernah netral. Ia selalu membawa suara moral masyarakat yang menghasilkannya.

Dalam perspektif ini, laporan keuangan dapat dipahami sebagai teks nilai sebuah narasi yang mencerminkan orientasi moral organisasi. Ketika angka laba meningkat, pertanyaannya bukan hanya “berapa besar”, tetapi “bagaimana laba itu diperoleh” dan “siapa yang terdampak olehnya.”

c. Empati (Einfuhlung) sebagai Etika Pemahaman

Empati merupakan kunci utama dalam hermeneutika Dilthey. Ia berarti kemampuan untuk menghidupkan kembali pengalaman batin orang lain (Nacherleben). Dalam akuntansi, empati menjadi landasan etis :

  • Seorang akuntan yang berempati tidak hanya menghitung angka, tetapi juga memahami nasib manusia di baliknya.

  • Seorang auditor yang berempati tidak hanya menilai kepatuhan, tetapi juga memahami tekanan moral yang dihadapi pelaku ekonomi.

  • Seorang peneliti yang berempati tidak menilai dari luar, tetapi berusaha masuk ke dalam dunia batin subjek yang diteliti.

Empati bukan hanya metode pemahaman, tetapi juga etika penelitian. Ia menuntut rasa hormat terhadap pengalaman dan nilai-nilai orang lain.

Empati menjadikan akuntansi lebih manusiawi. Ia membantu akuntan melihat bahwa setiap angka mencerminkan kehidupan seseorang: pekerja, pemegang saham, masyarakat, bahkan lingkungan. Tanpa empati, akuntansi bisa berubah menjadi alat kekuasaan yang menindas.

d. Makna Moral di Balik Angka

Dalam pandangan hermeneutik, angka-angka akuntansi adalah teks moral. Setiap angka mengandung keputusan etis :

  • Neraca adalah simbol keseimbangan moral antara hak dan kewajiban.

  • Laba mencerminkan keadilan antara tenaga kerja, modal, dan masyarakat.

  • Pajak menandakan solidaritas sosial.

Oleh karena itu, transparansi dan tanggung jawab menjadi nilai utama dalam akuntansi hermeneutik. Laporan keuangan bukan hanya bentuk kewajiban administratif, tetapi ungkapan kejujuran eksistensial terhadap masyarakat.

Dengan demikian, laporan keuangan dapat dibaca sebagai “dokumen etika”. Ia berbicara tentang bagaimana sebuah entitas memahami keadilan, tanggung jawab, dan keberlanjutan. Hermeneutika membantu menafsir teks moral ini dengan menggali niat, konteks, dan makna di balik setiap keputusan finansial.

e. Integrasi Nilai, Empati, dan Moralitas

Ketiga dimensi aksiologis nilai, empati, dan moralitas tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait :

  • Nilai memberi arah bagi tindakan akuntansi.

  • Empati memberi kedalaman pemahaman.

  • Moralitas memberi makna etis pada hasilnya.

Ketika ketiganya bersatu, akuntansi berubah dari sekadar alat ekonomi menjadi praktik moral kehidupan, yaitu cara manusia berkomunikasi tentang tanggung jawab dan kebaikan.

Ketiganya membentuk fondasi etika hermeneutik, di mana akuntansi dipahami sebagai praktik komunikasi moral antara individu, organisasi, dan masyarakat. Inilah yang membuat akuntansi menjadi sarana untuk menemukan kebaikan hidup (Lebenswert) melalui kejujuran dan tanggung jawab.

4. Sintesis Filosofis Akuntansi Hermeneutik

Hermeneutika Dilthey mengajarkan bahwa akuntansi bukan hanya tentang angka dan laporan, melainkan tentang kehidupan manusia yang mengekspresikan dirinya melalui simbol ekonomi. Sintesis ini dapat dirangkum sebagai berikut :

  1. Epistemologis — Akuntansi bukan hanya pengetahuan objektif, tetapi juga hasil pemahaman batin.

  2. Ontologis — Akuntansi adalah ekspresi kehidupan manusia, bukan realitas mati.

  3. Aksiologis — Akuntansi membawa nilai, empati, dan moralitas sebagai inti maknanya.

Dengan demikian, akuntansi hermeneutik berusaha mengembalikan ilmu ini ke akar kemanusiaannya. Ia menolak dehumanisasi yang menjadikan manusia sekadar data statistik, dan menegaskan kembali bahwa setiap angka memiliki cerita, makna, dan jiwa di baliknya.

So What : Apa Makna Pendekatan Hermeneutik bagi Akuntansi Masa Kini?

Dalam dunia yang serba digital dan efisien, akuntansi sering kali kehilangan sisi kemanusiaannya. Banyak keputusan ekonomi yang hanya dilihat dari sudut angka, tanpa memahami cerita dan nilai di baliknya. Pendekatan hermeneutik menawarkan alternatif : ia mengingatkan bahwa setiap angka memiliki jiwa.

Pendekatan ini penting, misalnya, dalam konteks akuntansi berkelanjutan (sustainability accounting), akuntansi syariah, atau akuntansi sosial. Di sana, akuntansi tidak hanya mengukur laba, tetapi juga dampak sosial, kesejahteraan, dan tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan.

Hermeneutika membantu kita memahami bahwa akuntansi bukan sistem kontrol, melainkan sistem komunikasi nilai. Ia bukan sekadar menilai kinerja, tetapi menuturkan kehidupan.

jadi Kesimpulan : Memahami Angka, Memahami Kehidupan

Wilhelm Dilthey mengajarkan bahwa memahami manusia berarti memahami kehidupannya dari dalam bukan sekadar mengukur perilakunya dari luar. Prinsip ini mengubah cara kita melihat akuntansi.

Akuntansi hermeneutik memandang angka sebagai simbol kehidupan, laporan keuangan sebagai teks sosial, dan pencatatan sebagai tindakan moral. Ia menggabungkan epistemologi (pengetahuan), ontologi (realitas), dan aksiologi (nilai) dalam satu kesatuan yang hidup.

Dengan demikian, teori akuntansi hermeneutik tidak hanya mengajarkan apa yang harus dicatat, tetapi juga mengapa dan bagaimana manusia memberi makna pada catatan itu.
Pada akhirnya, akuntansi bukan hanya tentang menghitung laba tetapi tentang memahami kehidupan.

Penutup

Pemikiran Wilhelm Dilthey memberi dasar filosofis baru bagi teori akuntansi modern. Ia mengingatkan kita bahwa akuntansi tidak dapat dipahami hanya sebagai teknik pengukuran ekonomi, melainkan sebagai ilmu kemanusiaan yang hidup dalam pengalaman, nilai, dan tanggung jawab moral manusia.

Melalui hermeneutika, akuntansi menjadi bahasa kehidupan tempat angka berbicara tentang kejujuran, laporan keuangan bercerita tentang tanggung jawab, dan praktik pencatatan menjadi cermin dari nilai-nilai sosial. Dalam dunia yang semakin teknokratis, perspektif ini mengingatkan bahwa di balik setiap angka selalu ada manusia yang berjuang, berniat baik, dan mencari makna hidup.

Dengan demikian, teori akuntansi hermeneutik tidak hanya membantu kita memahami apa yang benar secara ilmiah, tetapi juga apa yang baik secara manusiawi. Ia mengubah akuntansi dari sekadar alat hitung menjadi ilmu moral tentang kehidupan ekonomi manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun