Mohon tunggu...
ECOFINSC UNDIP
ECOFINSC UNDIP Mohon Tunggu... Kelompok Study Finance FEB UNDIP

ECOFINSC FEB UNDIP adalah organisasi mahasiswa berbentuk kelompok studi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian mengenai permasalahan perekonomian maupun keuangan di lingkup nasional maupun internasional. Lebih lanjut mengenai ECOFINSC dapat di akses melalui https://linktr.ee/Ecofinscfebundip

Selanjutnya

Tutup

Financial

Jatuhnya Kepercayaan di Pasar Modal Indonesia: Kajian Penurunan IHSG Kuartal I 2025

9 Juni 2025   15:14 Diperbarui: 9 Juni 2025   15:14 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Pada kuartal pertama tahun 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan yang mencerminkan tantangan-tantangan luar biasa yang belum pernah dihadapi pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Setelah mencetak rekor tertinggi pada Desember 2023 di angka 7.303,89, IHSG mulai melemah menjelang akhir 2024, dan kondisinya memburuk saat memasuki tahun 2025. Sepanjang periode Januari--Maret 2025, tren bearish semakin jelas, dengan IHSG mengalami koreksi sekitar 8% year-to-date hingga akhir kuartal pertama, dan ditutup pada posisi 6.510.

Peristiwa paling signifikan terjadi pada 18 Maret 2025, ketika IHSG anjlok hingga 6,12% dalam perdagangan intraday dan menyentuh level 6.076,08, yang merupakan penurunan harian terdalam sejak krisis pasar tahun 2011. Situasi ini memaksa Bursa Efek Indonesia menghentikan perdagangan selama 30 menit, sebuah langkah yang terakhir diterapkan pada awal pandemi COVID-19 di tahun 2020.

Sumber gambar: Bisnis.com
Sumber gambar: Bisnis.com

Tekanan ekonomi global tidak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga mengguncang pasar saham di berbagai negara, meskipun dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Namun, tekanan terhadap pasar saham Indonesia terlihat jauh lebih berat dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan Asia Pasifik, mengartikan kombinasi kompleks dari berbagai faktor domestik dan eksternal yang saling memperburuk kondisi pasar.

Kronologi Penurunan IHSG Januari--Maret 2025

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali tahun 2025 di bawah tekanan jual yang cukup tinggi, melanjutkan tren pelemahan yang sudah terlihat sejak akhir 2024. Kala itu, indeks ditutup turun sekitar 2,65% ke level 7.079 poin, dari rekor tertingginya di 7.303,89 poin yang tercatat pada Desember 2023. Sempat muncul harapan akan pemulihan di awal tahun, ketika terjadi technical rebound pada 2 Januari 2025 yang mendorong IHSG menembus kembali level 7.100 poin dalam perdagangan hari pertama. Namun, optimisme tersebut ternyata tidak bertahan lama. Berbagai sentimen negatif segera mendominasi pasar dan menekan pergerakan indeks.

Memasuki pertengahan hingga akhir Januari, IHSG kembali bergerak melemah. Arah negatif ini terutama dipicu oleh kekhawatiran terhadap kondisi fundamental ekonomi dalam negeri yang dinilai kurang mendukung. Tekanan semakin kuat pada Februari 2025, seiring munculnya serangkaian indikator ekonomi yang mengkhawatirkan. Untuk pertama kalinya dalam dua dekade, Indonesia mengalami deflasi tahunan sebesar 0,09% (year-on-year). Secara bersamaan, nilai tukar rupiah terdepresiasi tajam hingga berada di sekitar Rp16.500 per dolar AS. Sinyal perlambatan ekonomi semakin nyata, terlihat dari lemahnya konsumsi rumah tangga serta penurunan surplus perdagangan nasional. Kondisi-kondisi ini meningkatkan kekhawatiran investor, dan hingga akhir Februari, IHSG tercatat telah melemah sebesar 11,3% secara year-to-date, menjadikannya indeks berkinerja terburuk di kawasan ASEAN.

Krisis IHSG mencapai titik puncaknya pada 18 Maret 2025. Pada hari tersebut, pasar saham Indonesia mengalami tekanan jual yang sangat besar, memicu kepanikan di kalangan investor. IHSG jatuh tajam sebesar 6,12% dalam perdagangan intraday dan menyentuh level 6.076,08, penurunan harian terdalam sejak 2011. Menanggapi kondisi ini, Bursa Efek Indonesia segera mengaktifkan mekanisme penghentian sementara perdagangan (trading halt) selama 30 menit, langkah yang sebelumnya terakhir digunakan saat krisis pandemi COVID-19 di tahun 2020. Setelah perdagangan kembali dibuka, indeks sempat mengalami pemulihan teknikal, tetapi tetap ditutup melemah signifikan sebesar 3,84% di posisi 6.223,38. Pada hari yang sama, nilai tukar rupiah juga melemah ke titik terendah dalam lima tahun terakhir, mencapai sekitar Rp16.500 per dolar AS, memperparah tekanan di pasar.

Sumber gambar : Bloomberg
Sumber gambar : Bloomberg

Gambar tersebut adalah grafik pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari tahun 2021 hingga Maret 2025, yang diambil dari Bloomberg.

Setelah mencatat titik terendah pada pertengahan Maret, IHSG perlahan mulai menunjukkan tanda-tanda stabilisasi. Menjelang akhir bulan, pasar mencatat relief rally terbatas, dengan kenaikan sebesar 4,03% dalam pekan terakhir sebelum libur Lebaran. Meski demikian, pemulihan tersebut belum cukup untuk mengimbangi kerugian sebelumnya. Hingga akhir kuartal pertama 2025, IHSG ditutup pada level 6.510,62, atau masih mencatat penurunan sekitar 8,04% year-to-date. Rangkaian peristiwa ini menunjukkan bahwa pelemahan IHSG dari Januari hingga Maret 2025 bukanlah kejadian sementara, melainkan hasil akumulasi tekanan yang terus meningkat akibat perpaduan antara tantangan ekonomi domestik, sentimen negatif global, dan kondisi psikologis investor yang rapuh sepanjang kuartal tersebut.

Faktor Makroekonomi Domestik

Sepanjang kuartal pertama 2025, pasar saham Indonesia menghadapi tekanan makroekonomi domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan oleh enam faktor utama, yaitu tingginya suku bunga, depresiasi nilai tukar rupiah, deflasi, stagnasi konsumsi masyarakat, perlambatan pertumbuhan ekonomi (PDB), serta meningkatnya kekhawatiran terhadap kondisi fiskal negara. Kombinasi tekanan ini menciptakan lingkungan makro yang kurang bersahabat bagi aset berisiko seperti saham.

Bank Indonesia membuka tahun dengan kebijakan pelonggaran moneter melalui pemangkasan suku bunga acuan dari 6,00 persen menjadi 5,75 persen pada bulan Januari. Ini merupakan langkah pelonggaran pertama sejak tahun 2022. Namun, kebijakan tersebut belum mampu memberikan dorongan signifikan terhadap pemulihan ekonomi. Rendahnya inflasi menyebabkan suku bunga riil tetap tinggi, sehingga dorongan terhadap pertumbuhan kredit, konsumsi, serta sektor-sektor padat modal seperti properti dan otomotif masih sangat terbatas akibat tingginya biaya pendanaan.

Nilai tukar rupiah juga mengalami tekanan berat. Pada pertengahan Maret, kurs rupiah melemah hingga mencapai Rp16.520 per dolar AS, menjadi yang terlemah sejak masa awal pandemi. Depresiasi ini didorong oleh penguatan dolar secara global, keluarnya aliran modal asing dari pasar domestik, dan meningkatnya keraguan terhadap keberlanjutan kebijakan fiskal nasional. Melemahnya nilai tukar meningkatkan beban utang perusahaan yang berbasis valuta asing dan memicu imported inflation, yang pada akhirnya memperburuk persepsi risiko terhadap perekonomian Indonesia di mata investor global.

Pada bulan Februari 2025, terjadi deflasi tahunan sebesar minus 0,09 persen, sebuah peristiwa yang mengejutkan karena merupakan yang pertama kali terjadi dalam lebih dari dua dekade. Meskipun sebagian disebabkan oleh kebijakan diskon tarif listrik, deflasi ini memperkuat kekhawatiran pasar terhadap lemahnya permintaan domestik. Indeks Keyakinan Konsumen turun sebesar 0,4 persen secara bulanan pada Januari, suatu anomali karena biasanya awal tahun mencerminkan optimisme masyarakat. Penjualan ritel pun melemah, dari 222 poin pada Desember 2024 menjadi 217 poin pada Januari 2025. Selama dua bulan pertama tahun ini, lebih dari 18.000 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja, dua kali lipat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah dan kecenderungan untuk menunda konsumsi menyebabkan kinerja emiten sektor konsumsi kehilangan momentum.

Situasi ini turut berdampak pada revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional. Bank Indonesia menurunkan target pertumbuhan PDB tahun 2025 menjadi kisaran 4,7 hingga 5,5 persen, dari proyeksi semula sebesar 4,8 hingga 5,6 persen. Sementara Presiden menargetkan angka yang jauh lebih tinggi, yaitu delapan persen, konsensus pelaku pasar justru memperkirakan pertumbuhan hanya akan berada di sekitar lima persen. Revisi ini memperlemah narasi ekspansi ekonomi, menurunkan ekspektasi laba emiten, dan pada akhirnya menekan valuasi pasar saham.

Di sisi eksternal, penopang utama ekonomi nasional yakni surplus neraca perdagangan mulai menunjukkan pelemahan. Surplus perdagangan pada Februari 2025 tercatat sebesar 3,12 miliar dolar AS, lebih rendah dibanding bulan sebelumnya. Harga komoditas unggulan seperti batubara, minyak kelapa sawit (CPO), dan nikel mengalami koreksi akibat melemahnya permintaan global, terutama dari Tiongkok. Penurunan ini mengurangi kontribusi ekspor bersih terhadap PDB, menurunkan pendapatan negara, dan melemahkan daya tarik saham-saham komoditas yang sebelumnya menjadi tulang punggung IHSG.

Di tengah tekanan yang semakin kuat, muncul pula kekhawatiran serius terhadap keberlanjutan fiskal. Penerimaan negara mulai melemah, terutama karena penurunan signifikan pada pajak dan PPh dari sektor komoditas. Seiring dengan itu, defisit APBN mulai melebar sejak awal tahun, sementara belanja pemerintah meningkat tajam akibat berbagai program populis dari pemerintahan baru. Beberapa di antaranya adalah program makan bergizi gratis, pendirian sovereign wealth fund Danantara, serta penerbitan Surat Berharga Negara khusus untuk pembiayaan sektor perumahan. Lembaga keuangan global seperti Goldman Sachs bahkan memperkirakan defisit fiskal Indonesia dapat mencapai 2,9 persen dari PDB, mendekati ambang batas maksimal sebesar tiga persen. Ketegangan memuncak ketika muncul rumor bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mengundurkan diri akibat perbedaan pandangan dengan Presiden. Meskipun isu tersebut segera dibantah dalam konferensi pers pada tanggal 18 Maret, rumor ini menambah ketidakpastian dan memperdalam krisis kepercayaan di pasar. Banyak pihak menilai bahwa isu tersebut menjadi salah satu pemicu langsung aksi jual besar-besaran di pasar saham yang memicu diberlakukannya mekanisme trading halt.

Keseluruhan kondisi ini membentuk gambaran mengenai situasi stagflasi ringan. Dalam kondisi ini, pertumbuhan ekonomi melambat, konsumsi tidak bergerak, nilai tukar rupiah tertekan, dan keberlanjutan kebijakan fiskal dipertanyakan. Dalam iklim yang seperti ini, para pelaku pasar mulai menurunkan ekspektasi terhadap kinerja korporasi, menahan diri dari akumulasi saham, bahkan mulai mencairkan portofolio mereka. Koreksi tajam yang dialami IHSG sepanjang kuartal pertama 2025 bukanlah sekadar akibat tekanan teknikal, melainkan mencerminkan penyesuaian menyeluruh terhadap risiko-risiko makroekonomi domestik yang semakin nyata sejak awal tahun.

Faktor Geopolitik dan Eksternal

Di tengah fondasi ekonomi domestik yang melemah sejak awal tahun 2025, tekanan dari luar negeri turut mempercepat arus keluar modal dan memperdalam koreksi di pasar saham. Lingkungan global berada dalam kondisi yang jauh dari stabil. Dua konflik besar yang berlangsung secara bersamaan, meningkatnya hambatan perdagangan internasional, ketidakpastian arah suku bunga global, serta ketiadaan narasi ekonomi yang jelas dari Indonesia di mata investor asing, menjadikan kuartal pertama tahun ini sebagai periode pelarian modal dari negara-negara berkembang. Indonesia menjadi salah satu yang paling terkena dampaknya.

1. Konflik di Ukraina dan Gaza

Perang antara Rusia dan Ukraina terus berlangsung tanpa tanda-tanda akan segera berakhir. Meskipun dampaknya tidak lagi terasa setiap hari seperti pada awal invasi, ketegangan ini tetap memicu volatilitas harga energi, mengganggu logistik global, dan memperburuk ketidakpastian geopolitik. Investor global semakin enggan menempatkan dana di negara-negara yang dinilai rawan terdampak konflik, khususnya negara yang masih mengimpor energi atau sangat bergantung pada ekspor komoditas mentah. Indonesia termasuk dalam kategori tersebut.

Kondisi semakin memburuk pada Maret 2025 saat Israel kembali melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza, mengakhiri dua bulan gencatan senjata. Eskalasi ini kembali memunculkan kekhawatiran akan krisis energi global dan meningkatkan sikap menghindari risiko di pasar keuangan internasional. Ketika dua konflik besar berlangsung secara bersamaan, investor tidak lagi membutuhkan alasan teknis untuk menarik dananya dari pasar negara berkembang. Aliran modal pun meninggalkan Asia Tenggara secara luas, termasuk Indonesia.

2. Perang Dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok

Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik, konflik dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali mencuat. Pemerintah Amerika menerapkan tarif baru terhadap berbagai produk teknologi dan komponen manufaktur dari Tiongkok sebagai bagian dari kebijakan dagang proteksionis. Meskipun Indonesia bukan sasaran langsung dari kebijakan tersebut, dampaknya tetap terasa melalui penurunan permintaan dari Tiongkok dan gangguan terhadap rantai pasok regional di Asia.

Sebagai pengekspor utama nikel, batubara, dan minyak kelapa sawit, sekaligus bagian dari jaringan pasokan regional, posisi Indonesia menjadi lebih rentan. Pelaku pasar menyadari bahwa lonjakan ekspor yang terjadi pada periode 2022 hingga 2023 tidak akan terulang. Akibatnya, ekspektasi terhadap kinerja sektor komoditas menurun dan salah satu daya tarik utama pasar Indonesia bagi investor asing ikut memudar.

3. Suku Bunga Global yang Tidak Sesuai Harapan

Tahun ini dimulai dengan optimisme bahwa bank sentral Amerika Serikat akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat. Namun kenyataan berbicara lain. Inflasi inti di Amerika tetap tinggi dan data ketenagakerjaan menunjukkan ketahanan yang kuat. Proyeksi pemangkasan suku bunga sebanyak tiga kali kemudian dikoreksi menjadi satu kali, bahkan ditunda hingga paruh kedua tahun. Hal ini mempertahankan imbal hasil obligasi Amerika di level tinggi dan memperkecil selisih dengan suku bunga di negara-negara berkembang, sehingga dana global kembali mengalir ke Amerika Serikat.

Bagi Indonesia, dampaknya langsung terasa dalam bentuk tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan menurunnya minat terhadap aset dalam mata uang rupiah. Meskipun Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,75 persen pada Januari, kebijakan ini belum cukup untuk menarik kembali minat investor global. Dalam kondisi penuh ketidakpastian, investor lebih memilih aset dalam dolar Amerika yang dianggap lebih aman dari risiko politik dan gejolak ekonomi.

4. Ketidakjelasan Narasi Ekonomi Indonesia

Transisi pemerintahan pasca pemilu pada akhir 2024 belum menghasilkan narasi ekonomi yang baik dan kredibel di mata dunia. Misalnya, peluncuran Dana Abadi Nasional atau Danantara pada 24 Februari 2025 yang diharapkan menjadi tonggak baru dalam pengelolaan aset negara justru menimbulkan keraguan. Hanya dalam dua hari setelah pengumuman, IHSG turun hampir 3,2 persen dan investor asing mulai menarik dana secara besar-besaran.

Masalah utamanya bukan pada keberadaan dana tersebut, melainkan pada siapa yang akan mengelola dan bagaimana proses tata kelolanya akan dijalankan. Sentralisasi pengelolaan aset negara langsung di bawah presiden tanpa kejelasan mengenai sistem transparansi dan pengawasan menimbulkan kekhawatiran akan konsentrasi risiko dan lemahnya akuntabilitas fiskal. Ketidakpastian arah kebijakan pasca pemilu membuat Indonesia kehilangan status sebagai pasar berkembang unggulan dan mulai dipandang sebagai negara dengan tingkat risiko yang tinggi oleh investor internasional.

Sentimen dan Perilaku Investor

Koreksi tajam IHSG pada kuartal I 2025 tidak hanya mencerminkan pelemahan indikator makro dan meningkatnya risiko geopolitik, tetapi juga menyingkap betapa dominannya peran sentimen dan perilaku pasar dalam memperdalam tekanan. Dalam konteks ini, psikologi kolektif investor menjadi penggerak utama yang mengubah keresahan menjadi kepanikan, dan ketidakpastian menjadi aksi jual besar-besaran.

Sepanjang triwulan tersebut, sentimen terbukti menjadi penentu utama arah pasar. Persepsi negatif terbentuk dan menyebar jauh lebih cepat dibandingkan validasi data. Investor tidak menunggu konfirmasi. Mereka merespons narasi. Ketika muncul berita mengenai deflasi, depresiasi rupiah, atau kebijakan ekonomi yang dinilai tidak kredibel, pasar segera menyimpulkan bahwa risiko meningkat, meskipun penyebabnya belum sepenuhnya jelas. Dalam lingkungan yang sarat ketidakpastian, persepsi sering kali lebih berpengaruh daripada fakta. Investor tidak menanti laporan PDB atau musim rilis kinerja; mereka bereaksi terhadap tajuk utama, rumor, dan perubahan nada dari otoritas.

Arus keluar dana asing menjadi bukti konkret dari krisis kepercayaan tersebut. Sepanjang kuartal I, investor asing mencatatkan penjualan bersih sekitar Rp33,18 triliun, terutama di saham-saham perbankan berkapitalisasi besar. Alih-alih keluar sepenuhnya dari pasar Indonesia, sebagian dana beralih ke Surat Berharga Negara (SBN) dan instrumen moneter Bank Indonesia seperti SRBI yang dianggap lebih stabil. Penurunan peringkat saham Indonesia oleh Morgan Stanley dari equal-weight menjadi underweight, dan oleh Goldman Sachs dari overweight ke market weight, memperkuat tekanan jual. Rekomendasi eksplisit agar investor mengalihkan dana ke pasar ASEAN lain menciptakan efek psikologis berantai. Investor yang sebelumnya ragu mulai ikut keluar, sementara partisipasi domestik belum cukup kuat untuk menahan laju arus keluar tersebut.

Puncak kepanikan terjadi pada 18 Maret 2025 ketika IHSG jatuh lebih dari enam persen dan nyaris menembus level 6.000. Saham unggulan seperti DCII terkena auto-reject bawah, dan Bursa Efek Indonesia menghentikan perdagangan selama 30 menit melalui trading halt. Ini adalah intervensi pertama sejak masa awal pandemi. Meskipun IHSG sempat pulih 0,98 persen ke level 6.284 pada hari berikutnya (19 Maret), pemulihan ini bersifat teknikal dan tidak didukung oleh perbaikan fundamental.

Tekanan pasar juga diperkuat oleh aksi ambil untung pascareli akhir 2023 dan respons negatif terhadap rilis data ekonomi. Pada 6 Februari, misalnya, IHSG terkoreksi 2,12 persen ke level 6.875 setelah rilis PDB 2024 yang mengecewakan. Di hari yang sama, investor asing mencatatkan penjualan bersih senilai Rp490 miliar, memperlihatkan reaksi tajam terhadap sinyal pelemahan ekonomi domestik.

Investor domestik memang berupaya menyerap tekanan, tetapi dominasi asing di saham-saham unggulan membuat ruang stabilisasi menjadi terbatas. Aksi beli selektif oleh dana pensiun, institusi lokal, dan investor ritel tercatat, namun belum cukup untuk mengimbangi tekanan jual dari luar. Beberapa sinyal dukungan dari otoritas, termasuk wacana pelonggaran suku bunga oleh Bank Indonesia, mulai meredakan kekhawatiran pasar. Meski demikian, sentimen secara umum masih tetap berhati-hati.

Dari sisi valuasi, IHSG kini berada pada posisi yang lebih murah dibandingkan indeks saham regional. Rasio price-to-earnings yang turun membuka ruang pemulihan, tetapi investor belum melihat cukup alasan untuk kembali masuk. Tanpa kepastian makroekonomi dan stabilitas politik yang lebih jelas, pemulihan berkelanjutan sulit terjadi. Di tengah dominasi sentimen, pasar masih menunggu arah kebijakan yang tegas sebelum membentuk tren naik yang baru.

Tren Sektoral

Koreksi IHSG pada kuartal I 2025 memperlihatkan tidak adanya sektor yang benar-benar terlindungi dari tekanan pasar. Hampir seluruh sektor utama mengalami pelemahan, mencerminkan krisis kepercayaan yang meluas serta dominasi sentimen negatif. Penurunan ini tidak semata-mata disebabkan oleh pelemahan fundamental, melainkan diperburuk oleh aksi jual berbasis persepsi risiko, kepanikan investor, dan respons cepat terhadap informasi yang belum tervalidasi.

Sektor keuangan, yang menjadi penopang utama IHSG, justru mencatat koreksi paling dalam. Saham-saham bank besar seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI turun tajam, dengan BBCA merosot dari kisaran Rp9.000 pada akhir 2024 menjadi sekitar Rp7.000-an di Maret 2025. Investor asing mencatatkan penjualan bersih senilai belasan triliun rupiah pada saham-saham ini, mencerminkan meningkatnya aversi risiko terhadap sektor finansial domestik. Tekanan muncul dari berbagai faktor: suku bunga tinggi yang menekan margin bunga bersih dan melemahkan permintaan kredit, potensi kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL), serta ketidakpastian politik memperburuk sentimen pasar. Tidak hanya bank, saham emiten pembiayaan, asuransi, dan sektor keuangan lainnya turut terkoreksi signifikan, menjadikan sektor ini penyumbang terbesar terhadap penurunan indeks.

Sektor teknologi mencatat koreksi terdalam di antara seluruh sektor. Saham GOTO mencatatkan penjualan bersih investor asing senilai Rp1,37 triliun. Tekanan juga melanda saham-saham e-commerce, pusat data, dan platform digital lainnya. Naiknya imbal hasil obligasi global, lemahnya performa fundamental sejumlah startup, dan berakhirnya toleransi pasar terhadap model "pertumbuhan tanpa laba" membuat sektor ini kehilangan daya tarik. Dalam kondisi pasar yang cenderung defensif, valuasi tinggi justru menjadi beban. Indeks sektoral teknologi BEI (IDXTECHNO) pun mencatat pelemahan paling tajam sepanjang kuartal.

Setelah mencatat performa solid dalam dua tahun terakhir, sektor komoditas juga mengalami koreksi tajam. Penurunan harga batubara, minyak, dan logam dasar berdampak langsung pada saham-saham seperti ADRO, ITMG, PTBA, MEDC, PGAS, ANTM, INCO, dan MDKA. Faktor tambahan seperti penurunan permintaan dari Tiongkok dan meningkatnya kekhawatiran ESG turut menekan minat investor. Meskipun valuasi beberapa emiten sudah tergolong murah, proyeksi makro yang lemah membuat sektor ini tetap dihindari.

Sektor konsumsi pun tidak mampu bertahan. Lemahnya daya beli masyarakat, deflasi, dan depresiasi rupiah menurunkan kinerja emiten seperti UNVR, ICBP, MYOR, SIDO, serta ritel besar seperti MAPI, ERAA, dan ACES. Penurunan penjualan, stagnasi laba, dan kenaikan biaya impor menjadi tekanan berlapis. Saham rokok seperti GGRM dan HMSP ikut tertekan oleh kebijakan kenaikan cukai dan pergeseran pola konsumsi. Baik konsumsi primer maupun sekunder mencatat pelemahan, menandakan bahwa sektor ini pun tidak lagi menjadi tempat berlindung.

Sektor industri dan manufaktur menghadapi tekanan dari sisi permintaan dan biaya. Penurunan konsumsi dalam negeri serta lemahnya ekspor berdampak pada kinerja emiten semen seperti SMGR dan INTP, serta otomotif seperti ASII. Industri tekstil dan garmen juga mengalami kontraksi akibat sepinya pesanan dari luar negeri. Margin perusahaan tertekan oleh suku bunga tinggi dan fluktuasi harga energi. Dalam situasi seperti ini, investor cenderung menghindari sektor yang dianggap rapuh terhadap tekanan biaya.

Di sektor properti dan konstruksi, beban berat datang dari suku bunga yang tinggi. Kredit pemilikan rumah menjadi mahal, memperlambat penjualan dan menekan saham developer seperti BSDE, CTRA, dan SMRA. Sementara itu, saham BUMN konstruksi seperti WIKA, ADHI, dan PTPP juga terkoreksi akibat kekhawatiran terhadap pembiayaan proyek dan risiko likuiditas. Sentimen pasar memburuk setelah kasus gagal bayar oleh Waskita (WSKT), memperkuat persepsi risiko di sektor ini.

Sektor-sektor yang lazimnya dianggap defensif pun tidak luput dari koreksi. Saham layanan kesehatan seperti MIKA, HEAL, dan SILO menurun tipis, sebagian dipengaruhi oleh turunnya volume pasien pascapandemi. Saham telekomunikasi seperti TLKM dan EXCL ikut melemah karena aksi ambil untung oleh investor asing. Emiten utilitas seperti operator kelistrikan dan jalan tol juga mencatatkan pelemahan ringan akibat tekanan biaya modal dan ketidakpastian regulasi. Tidak terjadi rotasi yang berarti ke sektor-sektor ini. Penurunan IHSG kali ini bersifat indiscriminative, mencerminkan bahwa tekanan di pasar meluas tanpa pembedaan terhadap kualitas fundamental tiap sektor.

Respons Otoritas Pasar

Menghadapi tekanan pasar yang intens sepanjang kuartal I 2025, otoritas keuangan Indonesia --- meliputi Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Keuangan --- bergerak cepat dan terkoordinasi untuk meredam gejolak serta mengembalikan kepercayaan investor. Respons tersebut mencakup intervensi langsung di pasar, penyesuaian kebijakan makroprudensial, serta penguatan komunikasi publik.

1. Intervensi dan Pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI)
 Pada 18 Maret 2025, saat IHSG anjlok lebih dari 6 persen dalam sesi pagi dan sempat menyentuh minus 7,1 persen secara intraday, BEI menghentikan perdagangan selama 30 menit melalui mekanisme trading halt. Ini adalah penghentian pertama sejak pandemi 2020 dan bertujuan memberi waktu agar pelaku pasar dapat mencerna informasi secara rasional. Meski perdagangan dilanjutkan, IHSG tetap ditutup turun 3,84 persen di level 6.223,38.

Di samping itu, BEI meningkatkan pengawasan transaksi harian, memantau potensi auto reject bawah beruntun, serta mengawasi praktik short selling ilegal. BEI juga mendorong emiten untuk melakukan pembelian kembali saham sebagai bentuk keyakinan terhadap kinerja fundamental. Indikasi koordinasi dengan BUMN juga terlihat dalam upaya mendukung stabilisasi harga.

2. Kebijakan dan Isyarat dari OJK
 OJK menggelar pertemuan dengan pelaku pasar dan asosiasi industri untuk menilai stabilitas sektor keuangan. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, melakukan inspeksi langsung ke BEI dan menyampaikan bahwa OJK tengah mempersiapkan kebijakan untuk menahan penurunan pasar. Beberapa opsi yang dikaji termasuk pelonggaran aturan pembelian kembali saham tanpa RUPS serta relaksasi prinsip akuntansi mark-to-market, seperti yang dilakukan pada 2020.

OJK juga mengimbau perusahaan efek dan manajer investasi untuk tetap rasional dalam menyikapi gejolak, menjaga likuiditas, dan menghindari aksi jual terburu-buru yang dapat memperburuk tekanan pasar.

3. Aksi Bank Indonesia (BI)
 Dalam Rapat Dewan Gubernur pada 19 Maret 2025, BI mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75 persen guna menjaga stabilitas nilai tukar. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa pelemahan rupiah lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan bahwa BI siap melakukan intervensi valas dengan dukungan cadangan devisa yang mencukupi.

Di tengah arus keluar dari pasar saham, investor asing justru mencatat pembelian bersih sebesar Rp23,87 triliun di Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp8,58 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Hal ini menunjukkan bahwa investor global belum sepenuhnya kehilangan kepercayaan terhadap aset Indonesia, melainkan tengah mengalihkan eksposur ke instrumen berisiko lebih rendah.

4. Klarifikasi Politik dan Komunikasi Pemerintah
 Isu pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mencuat pada pertengahan Maret menjadi pemicu tambahan dalam aksi jual di pasar saham. Pada sore hari 18 Maret, Sri Mulyani menggelar konferensi pers untuk membantah rumor tersebut dan menegaskan bahwa ia masih menjabat serta mendapat dukungan penuh dari Presiden Prabowo. Klarifikasi ini penting dalam meredam kepanikan yang sebelumnya sempat mendorong IHSG ke titik terendah harian.

Pemerintah juga mengumumkan komitmen untuk menjaga defisit APBN 2025 di kisaran 2,3 persen dari PDB, menyusul kekhawatiran pasar yang dipicu oleh proyeksi Goldman Sachs bahwa defisit bisa melebar hingga 2,9 persen. Kementerian BUMN turut meminta emiten pelat merah untuk melakukan pembelian kembali saham sebagai bentuk dukungan terhadap stabilitas pasar.

5. Dampak dan Sinyal Stabilisasi Pasar
 Tindakan teknis dan komunikasi yang dilakukan otoritas mulai membuahkan hasil. Pada 19 Maret, IHSG mencatat pemulihan teknikal sebesar 0,98 persen ke level 6.284. Volatilitas harian menurun pada pekan terakhir Maret dan volume perdagangan kembali ke kisaran normal.

Meskipun pemulihan yang terjadi masih terbatas, pelaku pasar mulai menangkap sinyal bahwa otoritas tidak akan membiarkan tekanan terus berlanjut. Koordinasi lintas lembaga, kejelasan arah kebijakan, serta keterbukaan dalam komunikasi menjadi elemen penting dalam meredakan kepanikan dan menjaga kepercayaan investor. Upaya ini memberikan ruang bagi pasar untuk menstabilkan diri dan menilai kembali prospek, menjelang awal kuartal II yang tetap dipenuhi ketidakpastian eksternal dan dinamika politik domestik.

Respons otoritas sepanjang kuartal pertama menjadi penegas bahwa di tengah krisis pasar, kredibilitas dan kecepatan bertindak merupakan kunci untuk mencegah penurunan yang lebih dalam dan memulihkan ekspektasi pelaku usaha serta investor.

Posisi Indonesia dalam Konteks Regional dan Global

Meskipun penurunan IHSG pada kuartal I 2025 dipicu oleh tekanan domestik yang sangat spesifik, skala dan kedalamannya mencerminkan bahwa pasar Indonesia mengalami tekanan yang jauh lebih berat dibandingkan negara lain di kawasan maupun global. Sepanjang Januari hingga 27 Maret 2025, IHSG turun sekitar 8,04 persen secara year-to-date, dari penutupan 2024 di level 7.079 ke 6.510. Koreksi ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar saham dengan kinerja terburuk di Asia, dan termasuk yang paling lemah secara global.

Pada akhir Februari, IHSG sudah melemah sebesar 11,3 persen sejak awal tahun, jauh lebih dalam dibandingkan indeks saham negara-negara ASEAN lain seperti Filipina yang turun 8,1 persen, Thailand 8 persen, dan Malaysia 4,1 persen. Pada pertengahan Maret, media internasional bahkan menyebut IHSG sebagai indeks dengan performa terburuk kedua di dunia, sedikit di atas Thailand. Ini menegaskan betapa ekstremnya tekanan yang terjadi di pasar Indonesia.

Di sisi lain, indeks global utama menunjukkan ketahanan yang jauh lebih baik. MSCI Emerging Markets Asia hanya terkoreksi sekitar 2 hingga 3 persen pada periode yang sama. Beberapa negara berkembang seperti India bahkan mencatatkan kinerja positif atau relatif datar berkat stabilitas makroekonomi dan persepsi investor yang tetap terjaga.

Salah satu perbedaan paling menonjol adalah arus keluar modal asing dari pasar saham Indonesia yang jauh lebih besar dibanding negara lain. Sepanjang kuartal I, penjualan bersih investor asing mencapai Rp33,18 triliun. Sementara itu, beberapa pasar regional lainnya masih mencatat net inflow atau penjualan bersih dalam jumlah yang lebih moderat. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan terhadap pasar Indonesia bukan semata karena rebalancing global, tetapi juga dipicu oleh faktor domestik yang memperburuk persepsi risiko.

Menariknya, di tengah keluarnya dana asing dari pasar saham, instrumen pendapatan tetap seperti Surat Berharga Negara dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia justru mencatat pembelian bersih asing masing-masing sebesar Rp23,87 triliun dan Rp8,58 triliun hingga 20 Maret. Ini menandakan bahwa investor asing belum benar-benar meninggalkan pasar Indonesia, melainkan hanya menghindari ekuitas yang dianggap lebih rentan terhadap ketidakpastian makro dan politik domestik.

Penurunan tajam IHSG terjadi pada saat valuasi pasar sudah relatif rendah. Rasio price-to-earnings Indonesia pasca-koreksi menjadi salah satu yang terendah di kawasan, membuka ruang teknikal untuk pemulihan. Namun, valuasi murah belum cukup menarik investor jika tidak disertai dengan kejelasan arah kebijakan.

Dengan demikian, penurunan IHSG di awal 2025 merupakan anomali, bukan hanya dalam konteks ASEAN tetapi juga secara global. Koreksi ini mencerminkan krisis kepercayaan yang dalam terhadap prospek ekonomi dan arah kebijakan pemerintahan baru. Sementara negara-negara lain masih mampu mempertahankan kepercayaan investor meski dalam tekanan global, Indonesia justru kehilangan daya tarik akibat ketidakpastian fiskal, transisi politik, dan keraguan terhadap stabilitas kebijakan jangka pendek.

Ke depan, persepsi pasar terhadap Indonesia akan sangat ditentukan oleh sejauh mana pemerintah dan otoritas keuangan dapat menyampaikan arah kebijakan yang jelas, menjaga kredibilitas fiskal dan moneter, serta memulihkan kepercayaan institusional. Tanpa respons yang konsisten dan terkoordinasi, risiko ketertinggalan Indonesia dari pemulihan pasar kawasan tetap terbuka.

Daftar Pustaka:

Rinaldi, Renold. 2025. "Bond Market Remains Resilient, Issuance Reaches Rp46.75 Trillion in Q1-2025." Indonesia Business Post. https://indonesiabusinesspost.com/4100/markets-and-finance/bond-market-remains-resilient-issuance-reaches-rp46-75-trillion-in-q1-2025. Diakses 31 Maret 2025.

Digivestasi. 2025. "Foreign Investors Sell Rp 26 Trillion in Q1 2025: What's the Impact?" Digivestasi.com. https://www.digivestasi.com/news/detail/investasidigital/foreign-investors-sell-rp-26-trillion-in-q1-2025-what-s-the-impact?lang=eng. Diakses 31 Maret 2025.

Tan, Huileng. 2025. "Global Markets Rally on Wall Street's Pain, but Some Are in the Red." Markets Insider. https://markets.businessinsider.com/news/stocks/global-markets-rally-wall-street-pain-thailand-indonesia-slump-stocks-2025-3. Diakses 31 Maret 2025.
Rohmah, Ainur. 2025. "Stock Market Plunge Signals Fading Indonesian Economy." Asia Sentinel. https://www.asiasentinel.com/p/stock-market-plunge-signals-fading-indonesia-economy. Diakses 31 Maret 2025.

Nugraha, Dimas Waraditya. 2025. "Periode Januari--Maret 2025, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 250 Triliun." Kompas.id. https://www.kompas.id/artikel/periode-januari-maret-2025-pemerintah-sudah-tarik-utang-baru-rp-250-triliun. Diakses 31 Maret 2025.

Yulika, Nila Chrisna. 2025. "Senyum Misterius Sri Mulyani saat Ditanya soal Mundur dari Kabinet." Liputan6.com. https://www.liputan6.com/news/read/5959453/senyum-misterius-sri-mulyani-saat-ditanya-soal-mundur-dari-kabinet. Diakses 31 Maret 2025.

The Jakarta Post. 2025. "Indonesia Eases Buyback Policy After Stock Market Dive." The Jakarta Post. https://www.thejakartapost.com/business/2025/03/19/indonesia-eases-buyback-policy-after-stock-market-dive.html. Diakses 31 Maret 2025.

Dewi, Retia Kartika, dan Ahmad Naufal Dzulfaroh. 2025. "Imbas Anjloknya IHSG, OJK Terbitkan Kebijakan 'Buyback' Saham Tanpa RUPS." Kompas.com. https://www.kompas.com/tren/read/2025/03/19/183000365/imbas-anjloknya-ihsg-ojk-terbitkan-kebijakan-buyback-saham-tanpa-rups. Diakses 31 Maret 2025.

Rahayu, Arfyana Citra. 2025. "Aksi Borong Asing di TLKM Dorong Penguatan Harga, Blackrock Ikut Ambil Bagian." Kontan.co.id. https://insight.kontan.co.id/news/aksi-borong-asing-di-tlkm-dorong-penguatan-harga-blackrock-ikut-ambil-bagian. Diakses 31 Maret 2025.

Tech in Asia Indonesia. 2025. "Tantangan Properti 2025: Suku Bunga Tinggi Tekan Harapan." Tech in Asia. https://id.techinasia.com/berita/tantangan-properti-2025-suku-bunga-tinggi-tekan-harapan. Diakses 31 Maret 2025.

Affan, Sultan Ibnu. 2025. "Pukulan Industri Tekstil: Dibayangi Daya Beli Hingga Kuota Impor." Bloomberg Technoz. https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/68704/pukulan-industri-tekstil-dibayangi-daya-beli-hingga-kuota-impor. Diakses 31 Maret 2025.

Nordiansyah, Eko. 2025. "Meski Melambat, Industri Manufaktur Indonesia Masih Ekspansif." MetroTVNews.com. https://www.metrotvnews.com/read/NrWCold0-meski-melambat-industri-manufaktur-indonesia-masih-ekspansif. Diakses 31 Maret 2025.

Farhan, Farras. 2025. "Harga Batu Bara Kian Turun, Apa Penyebabnya?" Samuel Sekuritas. https://samuel.co.id/news-events-ssi/harga-batu-bara-kian-turun-apa-penyebabnya/. Diakses 31 Maret 2025.

Kresnomurti, Bimo. 2025. "Saham BBCA dan BMRI Anjlok, BBRI Masih Menguat saat IHSG Memerah Hari Jumat (21/3)." Kontan.co.id. https://investasi.kontan.co.id/news/saham-bbca-dan-bmri-anjlok-bbri-masih-menguat-saat-ihsg-memerah-hari-jumat-213. Diakses 31 Maret 2025.

IDNFinancials. 2025. "Foreign Trade Continues to Fall, Net Sell 232.52 Million Shares." IDNFinancials. https://www.idnfinancials.com/news/53920/foreign-trade-continues-to-fall-net-sell-232-52-million-shares. Diakses 31 Maret 2025.

Octaviano, Adrianus. 2025. "Terus Terkoreksi, Saham BCA Kian Mendekati Harga Stock Split." Kontan.co.id. https://keuangan.kontan.co.id/news/terus-terkoreksi-saham-bca-kian-mendekati-harga-stock-split. Diakses 31 Maret 2025.

Octaviano, Adrianus. 2025. "Harga Saham Blue Chip Ini Anjlok Parah, Mulai Maret 2025 Di-buyback Rp 3 Triliun." Kontan.co.id. https://investasi.kontan.co.id/news/harga-saham-blue-chip-ini-anjlok-parah-mulai-maret-2025-di-buyback-rp-3-triliun. Diakses 31 Maret 2025.

Darwati, Erta. 2025. "Danantara Meluncur, Dana Asing Kabur dari Indonesia Bikin IHSG Keok." Bisnis.com. https://market.bisnis.com/read/20250225/7/1842485/danantara-meluncur-dana-asing-kabur-dari-indonesia-bikin-ihsg-keok. Diakses 31 Maret 2025.

Suardana, Ida Bagus Raka. 2025. "Danantara Diluncurkan, Saham Terkoreksi: Apa Sebabnya?" ATNews.id. https://atnews.id/portal/news/24484/. Diakses 31 Maret 2025.

Wardokhi. 2025. "Kredibilitas Danantara: Harapan, Skeptisisme, dan Tantangan Tata Kelola." Kumparan. https://kumparan.com/wardokhi/kredibilitas-danantara-harapan-skeptisisme-dan-tantangan-tata-kelola-24ZN3yRL88H. Diakses 31 Maret 2025.

Uly, Yohana Artha. 2025. "Danantara Resmi Diluncurkan, Bagaimana Dampaknya ke IHSG?" Kompas.com. https://money.kompas.com/read/2025/02/24/181100626/danantara-resmi-diluncurkan-bagaimana-dampaknya-ke-ihsg-. Diakses 31 Maret 2025.

Suryahadi, Akhmad Sadewa. 2025. "The Fed Diperkirakan Pangkas Fed Rate Lebih Cepat, Ini Instrumen Investasi yang Tepat." Makmur.id. https://www.makmur.id/id/blog/artikel/the-fed-diperkirakan-pangkas-fed-rate-lebih-cepat-ini-instrumen-investasi-yang-tepat. Diakses 31 Maret 2025.Makmur+1Makmur+1

Trading Economics. 2025. "United States Fed Funds Interest Rate." Trading Economics. https://id.tradingeconomics.com/united-states/interest-rate. Diakses 31 Maret 2025.

CNBC Indonesia. 2024. "Tok! The Fed Pangkas Suku Bunga 25 Bps, Isyaratkan 2 Cut Rate di 2025." CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/research/20241219033104-128-597138/tok-the-fed-pangkas-suku-bunga-25-bps-isyaratkan-2-cut-rate-di-2025. Diakses 31 Maret 2025.

Prasetyo, T. A., Syah, N. F. M., Ghofari, A., Aidah, N., Faruq, U., Mirzak, M., & Khatimah, D. (2024, Juni). Pengaruh Perang Rusia-Ukraina terhadap Ekonomi Internasional. At-Tawazun: Jurnal Ekonomi Syariah, 12(1), 23--31. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://jurnal.staiskutim.ac.id/index.php/at-tawazun

Kompas.com. (2025, Februari 25). Tiga Tahun Perang Rusia-Ukraina, Simak Lagi Dampaknya bagi Ekonomi Indonesia. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://money.kompas.com/read/2025/02/25/155049526/tiga-tahun-perang-rusia-ukraina-simak-lagi-dampaknya-bagi-ekonomi-indonesia?page=all

Antaranews.com. (2025, Maret 18). Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengamat Soroti Dampak Konflik Israel-Palestina. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://jabar.antaranews.com/berita/589225/nilai-tukar-rupiah-melemah-pengamat-soroti-dampak-konflik-israel-palestina

Siswanto, D. (2025, April 8). Sri Mulyani Sebut Defisit APBN Maret 2025 Capai 0,43% dari PDB. Kontan.co.id. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://nasional.kontan.co.id/news/sri-mulyani-sebut-defisit-apbn-maret-2025-capai-043-dari-pdb

Noor, R. (2025, April 8). Governance Risks Plague Indonesia's New Sovereign Wealth Fund. East Asia Forum. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://eastasiaforum.org/2025/04/08/governance-risks-plague-indonesias-new-sovereign-wealth-fund/

Kamalina, A. R. (2025, April 9). Sri Mulyani: Defisit APBN Sentuh Rp104,2 Triliun per Maret 2025. Bisnis.com. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20250409/10/1867712/sri-mulyani-defisit-apbn-sentuh-rp1042-triliun-per-maret-2025

Ariesta, A. (2025, April 22). APBN Maret 2025 Defisit Rp104,2 Triliun, Wamenkeu Sebut Perencanaan Keuangan yang Cermat. Sindonews.com. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://ekbis.sindonews.com/read/1557999/33/apbn-maret-2025-defisit-rp1042-triliun-wamenkeu-sebut-perencanaan-keuangan-yang-cermat-1745294696

Tempo.co. (2025, April 13). Sri Mulyani soal Defisit APBN Tembus Rp 104,2 Triliun: Jangan Khawatir. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.tempo.co/ekonomi/sri-mulyani-soal-defisit-apbn-tembus-rp-104-2-triliun-jangan-khawatir--1229661

Fadilah, I. (2025, April 10). Sri Mulyani: APBN 2025 Didesain Defisit Rp 2,53%, Rp 616 Triliun. Detik.com. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.detik.com/sumut/bisnis/d-7862080/sri-mulyani-apbn-2025-didesain-defisit-rp-2-53-rp-616-triliun

KPPN Kotabaru. (2025, April 25). Realisasi APBN KPPN Kotabaru Periode Maret 2025: Tren Pemulihan di Tengah Kebijakan Efisiensi. Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/kotabaru/id/data-publikasi/berita-terbaru/2925-realisasi-apbn-kppn-kotabaru-periode-maret-2025-tren-pemulihan-di-tengah-kebijakan-efisiensi.html

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2025, April 24). Konferensi KSSK Triwulan I 2025. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Konferensi-KSSK-Triwulan-I-2025

Kamalina, A. R. (2025, April 23). Bank Indonesia Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 RI, Tak Sampai 5,1%. Bisnis.com. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20250423/9/1871381/bank-indonesia-revisi-proyeksi-pertumbuhan-ekonomi-2025-ri-tak-sampai-51

Tempo.co. (2025, April 1). 18 Ribu Pekerja Indonesia Terkena PHK pada Januari-Februari 2025, Paling Banyak di Jawa Tengah. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.tempo.co/ekonomi/18-ribu-pekerja-indonesia-terkena-phk-pada-januari-februari-2025-paling-banyak-di-jawa-tengah-1226539

CNBC Indonesia. (2025, April 6). Kemnaker: 18.000 Pekerja Kena PHK selama Januari-Februari 2025. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20250406150929-4-623853/kemnaker-18000-pekerja-kena-phk-selama-januari-februari-2025

Kontan.co.id. (2025, Februari 11). Indeks Keyakinan Konsumen Turun 0,5 Poin di Januari 2025. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://nasional.kontan.co.id/news/indeks-keyakinan-konsumen-turun-05-poin-di-januari-2025

Bisnis.com. (2025, Februari 11). Indeks Keyakinan Konsumen Turun Tipis pada Januari 2025, Ini Penyebabnya. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20250211/9/1838521/indeks-keyakinan-konsumen-turun-tipis-pada-januari-2025-ini-penyebabnya

Bank Indonesia. (2025, Februari 11). Survei Konsumen Januari 2025: Keyakinan Konsumen Tetap Kuat. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_272925.aspx

Bank Indonesia. (2025, Maret 11). Survei Penjualan Eceran Februari 2025. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_275625.aspx

DetikFinance. (2025, Februari 12). Kinerja Penjualan Ritel RI Masih Naik di Januari, Begini Datanya. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://finance.detik.com/moneter/d-7774487/kinerja-penjualan-ritel-ri-masih-naik-di-januari-begini-datanya

Nordiansyah, E. (2025, Maret 19). Gak Banyak Gerak, Rupiah Masih di Level Rp16.500-an per USD. Metrotvnews.com. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.metrotvnews.com/read/N9nC2Mo6-gak-banyak-gerak-rupiah-masih-di-level-rp16-500-an-per-usd

Fajarihza, R. F. (2025, Maret 17). Kurs Dolar AS BCA, BRI, Mandiri dan BNI Hari Ini 17 Maret 2025, Tertinggi Dijual Rp16.500. Bisnis.com. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://finansial.bisnis.com/read/20250317/90/1861910/kurs-dolar-as-bca-bri-mandiri-dan-bni-hari-ini-17-maret-2025-tertinggi-dijual-rp16500

Kresnomurti, B. (2025, Maret 21). Periksa Kurs Dollar-Rupiah di Bank Mandiri, BCA, BRI, dan BNI Hari Ini Jumat (21/3). Kontan.co.id. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://keuangan.kontan.co.id/news/periksa-kurs-dollar-rupiah-di-bank-mandiri-bca-bri-dan-bni-hari-ini-jumat-213

Noviani, A. (2025, Maret 18). Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Hari Ini, Selasa 18 Maret 2025. Bisnis.com. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://market.bisnis.com/read/20250318/93/1862306/nilai-tukar-rupiah-terhadap-dolar-as-hari-ini-selasa-18-maret-2025

Primantoro, A. Y. (2025, Februari 28). Efek Trump dan Kebijakan Domestik, Rupiah Melemah hingga Rp 16.500 per Dollar AS. Kompas.id. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.kompas.id/artikel/efek-trump-dan-kebijakan-domestik-rupiah-melemah-hingga-rp-16500-per-dollar-as

Setyawan, D. (2025, Maret 5). Apa Itu Deflasi Indonesia Februari 2025: Apa Arti, Penyebab, dan Dampak. Tirto.id. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://tirto.id/apa-itu-deflasi-indonesia-februari-2025-apa-arti-penyebab-dan-dampak-g83i
Santika, E. F. (2025, Februari 28). Indeks Bursa Saham Indonesia Terpukul Cukup Keras di Asia. Databoks.katadata.co.id. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://databoks.katadata.co.id/pasar/statistik/67c1e4a34196c/indeks-bursa-saham-indonesia-terpukul-cukup-keras-di-asia

CNBC Indonesia. (2025, Januari 2). Perdagangan Perdana Saham, IHSG Langsung Ngegas ke 7.100. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.cnbcindonesia.com/market/20250102090655-17-600141/perdagangan-perdana-saham-ihsg-langsung-ngegas-ke-7100

Tempo.co. (2025, Maret 18). Ketentuan Penghentian Sementara Perdagangan Saham. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.tempo.co/ekonomi/ketentuan-penghentian-sementara-perdagangan-saham-1229225

Tempo.co. (2025, Maret 18). Belum Genap Sebulan, Trading Halt IHSG Terjadi Dua Kali di Awal 2025. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.tempo.co/ekonomi/belum-genap-sebulan-trading-halt-ihsg-terjadi-dua-kali-di-awal-2025--1228960

DetikFinance. (2023, Desember 29). IHSG Tumbuh 6,62% di 2023, Nomor 2 Tertinggi di ASEAN. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-7114959/ihsg-tumbuh-6-62-di-2023-nomor-2-tertinggi-di-asean

Nabhani, A. (2025, April 25). Kinerja Pasar Saham Domestik Masih Tangguh. Neraca.co.id. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.neraca.co.id/article/218240/kinerja-pasar-saham-domestik-masih-tangguh

Kartika Sari, A. D. (2025, Maret 18). Premium Wrap-Up: Biang Kerok IHSG Ambrol, Target Anyar Saham GOTO, Dividen Bank BUMN, hingga Komoditas Pangan. Bisnis.com. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://market.bisnis.com/read/20250318/7/1862596/premium-wrap-up-biang-kerok-ihsg-ambrol-target-anyar-saham-goto-dividen-bank-bumn-hingga-komoditas-pangan

Tempo.co. (2025, Maret 18). IHSG Ambruk, Trading Halt Pernah Terjadi saat Pandemi Covid-19. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.tempo.co/ekonomi/-ihsg-ambruk-trading-halt-pernah-terjadi-saat-pandemi-covid-19-1221223

CNBC Indonesia. (2025, Maret 18). Pertama Sejak Covid, IHSG Kena Trading Halt, Apa Itu?. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.cnbcindonesia.com/research/20250318114250-128-619522/pertama-sejak-covid-ihsg-kena-trading-halt-apa-itu

Kompas.com. (2025, Maret 18). IHSG Hari Ini Anjlok 6,12 Persen, Apa Penyebabnya?. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://money.kompas.com/read/2025/03/18/135008526/ihsg-hari-ini-anjlok-612-persen-apa-penyebabnya

Suhartono, H., & Dahrul, F. (2022, Mei 13). Indonesia Stock Index Avoids Correction Despite Tech Selloff. Bloomberg. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.bloomberg.com/news/articles/2022-05-13/indonesia-stocks-index-set-for-correction-in-10-fall-from-peak

Kamalina, A. R. (2025, Januari 15). Breaking! Bank Indonesia Turunkan BI Rate jadi 5,75%. Bisnis.com. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://finansial.bisnis.com/read/20250115/11/1831904/breaking-bank-indonesia-turunkan-bi-rate-jadi-575

VOI.id. (2025, April 23). BI Diprediksi Bakal Tahan Suku Bunga Acuan di Level 5,75 Persen. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://voi.id/ekonomi/477589/bi-diprediksi-bakal-tahan-suku-bunga-acuan-di-level-5-75-persen
Bank Indonesia. (2025, Maret 19). BI-Rate Tetap 5,75%: Mempertahankan Stabilitas, Mendukung Pertumbuhan Ekonomi. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_276325.aspx

Suroyo, G., & Sulaiman, S. (2025, April 24). Indonesia expects steady 5% growth in 2025 amid ongoing trade tensions. Reuters. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.reuters.com/world/asia-pacific/indonesia-2025-gdp-growth-seen-around-5-finance-minister-says-2025-04-24/

Suroyo, G., & Sulaiman, S. (2025, Maret 19). Indonesia central bank holds rates amid market uncertainties. Reuters. Diakses pada 31 Maret 2025, dari https://www.reuters.com/markets/asia/indonesia-central-bank-holds-rates-amid-market-uncertainties-2025-03-19/

Penulis : Justinus Ariel S, Staff Research Division Academic Department ECOFINSC FEB UNDIP

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun