1. Intervensi dan Pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI)
 Pada 18 Maret 2025, saat IHSG anjlok lebih dari 6 persen dalam sesi pagi dan sempat menyentuh minus 7,1 persen secara intraday, BEI menghentikan perdagangan selama 30 menit melalui mekanisme trading halt. Ini adalah penghentian pertama sejak pandemi 2020 dan bertujuan memberi waktu agar pelaku pasar dapat mencerna informasi secara rasional. Meski perdagangan dilanjutkan, IHSG tetap ditutup turun 3,84 persen di level 6.223,38.
Di samping itu, BEI meningkatkan pengawasan transaksi harian, memantau potensi auto reject bawah beruntun, serta mengawasi praktik short selling ilegal. BEI juga mendorong emiten untuk melakukan pembelian kembali saham sebagai bentuk keyakinan terhadap kinerja fundamental. Indikasi koordinasi dengan BUMN juga terlihat dalam upaya mendukung stabilisasi harga.
2. Kebijakan dan Isyarat dari OJK
 OJK menggelar pertemuan dengan pelaku pasar dan asosiasi industri untuk menilai stabilitas sektor keuangan. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, melakukan inspeksi langsung ke BEI dan menyampaikan bahwa OJK tengah mempersiapkan kebijakan untuk menahan penurunan pasar. Beberapa opsi yang dikaji termasuk pelonggaran aturan pembelian kembali saham tanpa RUPS serta relaksasi prinsip akuntansi mark-to-market, seperti yang dilakukan pada 2020.
OJK juga mengimbau perusahaan efek dan manajer investasi untuk tetap rasional dalam menyikapi gejolak, menjaga likuiditas, dan menghindari aksi jual terburu-buru yang dapat memperburuk tekanan pasar.
3. Aksi Bank Indonesia (BI)
 Dalam Rapat Dewan Gubernur pada 19 Maret 2025, BI mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75 persen guna menjaga stabilitas nilai tukar. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa pelemahan rupiah lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan bahwa BI siap melakukan intervensi valas dengan dukungan cadangan devisa yang mencukupi.
Di tengah arus keluar dari pasar saham, investor asing justru mencatat pembelian bersih sebesar Rp23,87 triliun di Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp8,58 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Hal ini menunjukkan bahwa investor global belum sepenuhnya kehilangan kepercayaan terhadap aset Indonesia, melainkan tengah mengalihkan eksposur ke instrumen berisiko lebih rendah.
4. Klarifikasi Politik dan Komunikasi Pemerintah
 Isu pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mencuat pada pertengahan Maret menjadi pemicu tambahan dalam aksi jual di pasar saham. Pada sore hari 18 Maret, Sri Mulyani menggelar konferensi pers untuk membantah rumor tersebut dan menegaskan bahwa ia masih menjabat serta mendapat dukungan penuh dari Presiden Prabowo. Klarifikasi ini penting dalam meredam kepanikan yang sebelumnya sempat mendorong IHSG ke titik terendah harian.
Pemerintah juga mengumumkan komitmen untuk menjaga defisit APBN 2025 di kisaran 2,3 persen dari PDB, menyusul kekhawatiran pasar yang dipicu oleh proyeksi Goldman Sachs bahwa defisit bisa melebar hingga 2,9 persen. Kementerian BUMN turut meminta emiten pelat merah untuk melakukan pembelian kembali saham sebagai bentuk dukungan terhadap stabilitas pasar.
5. Dampak dan Sinyal Stabilisasi Pasar
 Tindakan teknis dan komunikasi yang dilakukan otoritas mulai membuahkan hasil. Pada 19 Maret, IHSG mencatat pemulihan teknikal sebesar 0,98 persen ke level 6.284. Volatilitas harian menurun pada pekan terakhir Maret dan volume perdagangan kembali ke kisaran normal.
Meskipun pemulihan yang terjadi masih terbatas, pelaku pasar mulai menangkap sinyal bahwa otoritas tidak akan membiarkan tekanan terus berlanjut. Koordinasi lintas lembaga, kejelasan arah kebijakan, serta keterbukaan dalam komunikasi menjadi elemen penting dalam meredakan kepanikan dan menjaga kepercayaan investor. Upaya ini memberikan ruang bagi pasar untuk menstabilkan diri dan menilai kembali prospek, menjelang awal kuartal II yang tetap dipenuhi ketidakpastian eksternal dan dinamika politik domestik.
Respons otoritas sepanjang kuartal pertama menjadi penegas bahwa di tengah krisis pasar, kredibilitas dan kecepatan bertindak merupakan kunci untuk mencegah penurunan yang lebih dalam dan memulihkan ekspektasi pelaku usaha serta investor.