Bumi belahan utara dan selatan mengalami musim yang berbeda, sehingga puncak migrasipun berlainan. Dengan merayakannya dua kali, kita memastikan bahwa dari Eropa hingga Afrika, dari Asia hingga Australia, setiap komunitas dapat menyambut para burung migran tepat ketika mereka tiba atau melintas. Pada tahun 2025, dunia akan mengangkat tangan dua kali, pada 10 Mei dan 11 Oktober.
Siapakah Para Penjelajah Udara Ini?
Mereka bukan sekadar burung yang terbang dari satu tempat ke tempat lain. Mereka adalah para navigator ulung, atlet ketahanan, dan pelaku dari sebuah perjalanan yang penuh bahaya. Mereka adalah spesies yang melakukan perjalanan musiman secara teratur, sebuah ritual yang didorong oleh desakan alam yang tak terbantahkan.
Mereka terbang untuk mencari makanan, ketika musim dingin membekukan Eropa dan Asia, sehingga sumber makanan menjadi menyusut. Maka, burung-burung migran memulai eksodus besar-besaran untuk menemukan tempat mencari makan yang hangat dan penuh kelimpahan. Ketika musimnya lebih hangat, kawasan Arktik yang dingin dan keras justru menjadi tempat yang sempurna bagi Burung Gajahan Timur untuk membesarkan anak-anaknya, karena hari yang panjang memberi mereka lebih banyak waktu untuk mencari makan dan sedikitnya ancaman pemangsa.
Perjalanan rombongan burung air migran adalah sebuah fenomena yang penuh dengan keajaiban. Bayangkan, Burung Kedidi Paruh Sendok, dengan tubuhnya yang mungil, mengarungi jarak lebih dari 8.000-kilometer dari Rusia menuju Asia Tenggara.Â
Boleh juga diperhatikan burung Camar Arktik, sang legenda hidup, yang dalam setahun bisa menempuh jarak setara pergi ke bulan dan kembali, sebuah maraton sepanjang 90.000 kilometer. Mereka menggunakan peta bintang, medan magnet bumi, dan bahkan penciuman untuk menemukan jalan.Â
Namun, di balik kisah kepahlawanan tersebut, tersembunyi sebuah ketergantungan yang mendalam pada sebuah sumber daya yang sering kita anggap remeh, yaitu lahan basah.
WMBD 2025, Simfoni yang Bergantung pada Kehadiran Lahan Basah
Tema "Menciptakan Kota dan Masyarakat yang Ramah Burung" untuk tahun 2025 bukanlah sebuah kebetulan. Ia adalah pengakuan bahwa di balik setiap penerbangan epik, terdapat jaringan oasis yang menjadi penopang hidup. Bagi burung migran, ekosistem perairan adalah segala-galanya.
Lahan basah, berupa danau, sungai, dan rawa-rawa berfungsi sebagai stasiun pengisian bahan bakar. Sebelum menyeberangi gurun atau lautan luas, burung-burung ini harus menimbun cadangan lemak.Â
Tempat-tempat inilah yang menyediakan banquet bagi mereka, ikan, serangga air, dan tumbuhan yang melimpah.Â