Mohon tunggu...
Danu Asmara
Danu Asmara Mohon Tunggu... Pengamat Tiga pilar pembentuk karakter bangsa: Hukum, Pendidikan dan Keluarga.

Orang tua yang prihatin dengan degradasi moral generasi muda.Pekerja yang prihatin dengan lemahnya pengawasan Pemerintah terhadap UU Ketenagakerjaan. Warga negara yang prihatin dengan nasib bangsa yang digerogoti oleh pengkhianatan (baca: KORUPSI).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak Anda, Tanggung Jawab Anda: Menyikapi Pelanggaran di Sekolah dengan Bijak

21 Juli 2025   17:45 Diperbarui: 21 Juli 2025   17:15 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: Sikap orang tua yang merasa punya kuasa lebih terhadap guru. (Sumber: ChatGPT)

Saat Kekuasaan Menghalangi Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, guru bukan sekadar pengajar---mereka adalah pemandu karakter, penjaga disiplin, dan perpanjangan tangan orang tua dalam membentuk kepribadian anak. Namun, tidak jarang muncul kasus di mana orang tua yang memiliki kekuasaan justru menghambat proses pendidikan dengan membela anak yang telah melakukan pelanggaran serius di sekolah.

Kekuasaan yang seharusnya digunakan untuk mendukung nilai-nilai pendidikan, malah berubah menjadi alat tekan terhadap guru dan lembaga pendidikan. Inilah realita yang tampak dalam kasus viral di Demak, di mana seorang guru madrasah, Zuhdi, dituntut secara hukum setelah menampar siswa yang melemparkan sandal ke arahnya saat mengajar. Padahal tindakan guru tersebut dilakukan sebagai respons spontan terhadap perilaku tidak sopan dan merusak otoritas kelas.

Mengapa Anak Perlu Belajar Menghadapi Konsekuensi

Dalam psikologi perkembangan, terutama menurut teori Erik Erikson, usia sekolah dasar hingga remaja awal adalah tahap industry vs. inferiority (usia 6--12 tahun) dan identity vs. role confusion (usia 12--18 tahun). Pada fase ini, anak belajar tentang tanggung jawab, disiplin, dan konsekuensi sosial dari perilaku mereka.

Bila setiap perilaku menyimpang dibiarkan tanpa konsekuensi atau bahkan dibela oleh orang tua, maka terjadi kegagalan dalam proses internalisasi norma---yakni pembentukan nilai moral yang berasal dari luar ke dalam diri anak. Anak berisiko tumbuh dengan external locus of control, yaitu menyalahkan faktor eksternal daripada bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.

Ketika orang tua membela tindakan anak tanpa mempertimbangkan konteks, anak juga berisiko mengalami moral disengagement, yaitu kemampuan untuk membenarkan perilaku salah tanpa merasa bersalah.

Konsep Hormat kepada Guru dalam Perspektif Sosial dan Religius

Dalam banyak budaya, terutama masyarakat religius, guru memiliki posisi istimewa yang setara dengan orang tua. Mereka bukan hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membentuk karakter dan akhlak peserta didik. Dalam konteks Islam, prinsip birrul walidain (berbakti kepada orang tua) juga diimplementasikan kepada guru sebagai orang tua kedua di lingkungan sekolah.

Jika orang tua menunjukkan sikap meremehkan atau bahkan mengkriminalisasi guru yang mendidik dengan disiplin, anak akan kehilangan orientasi nilai. Ia hanya belajar menghormati kekuasaan, bukan kebenaran atau keteladanan. Ini membentuk social modeling yang menyimpang, di mana anak meniru pola dominasi tanpa empati atau tanggung jawab.

Bijak Menyikapi Pelanggaran Anak di Sekolah

Kasus guru Zuhdi seharusnya menjadi bahan refleksi nasional. Seorang guru tidak serta-merta bertindak keras tanpa sebab. Ketika kepalanya dilempar sandal saat mengajar, dan ia kemudian menampar pelaku secara spontan, peristiwa tersebut bukan sekadar tindakan kekerasan, tapi respons atas serangan terhadap martabat pendidik di ruang kelas.

Menampar memang bukan metode ideal dalam mendisiplinkan anak. Namun perlu dilihat konteks emosional dan psikososialnya. Reaksi tersebut muncul sebagai coping mechanism dari tekanan psikologis saat berusaha menjaga otoritas dan ketertiban pembelajaran. Di sisi lain, tindakan siswa menunjukkan bentuk behavioral dysregulation yang mengganggu norma sosial.

Sebagai orang tua, pertanyaan mendasar yang seharusnya muncul adalah: bagaimana anak bisa melakukan perilaku seperti itu? Di mana peran pembinaan keluarga?

Orang Tua Berkuasa Harus Jadi Teladan, Bukan Pelindung Salah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun