Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Candu, Agama dan Filsafat

3 Januari 2019   20:39 Diperbarui: 11 Januari 2023   02:58 1926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candu, Agama dan Filsafat (unsplash/sigmund)

Kondisi kecanduan penduduk mempengaruhi kinerja para pegawai sehingga Belanda mengeluarkan aturan untuk memonopoli perdagangan Candu. Bagi yang membeli Candu untuk konsumsi sendiri harus mempunyai penghasilan tetap dan yang dilayani hanya orang yang sudah ketergantungan yang sebelumnya mengambil lisence kepemilikan Candu di kantor kabupaten. 

Warung yang jualan Candu dilarang buka terbuka dan hanya sampai jam 17.00-23.00 tanpa ada pesta candu di dalamnya. Bagi warung yang melanggarnya akan didenda 100 rupiah dan penduduk yang menyalahgunakan didenda sampai 10.000 rupiah tergantung kasusnya.

Pada masa perang perekonomian, fungsi Candu sangat menunjang perekonomian perang, terutama untuk keperluan perlengkapan perang. Di sisi lain dengan menghisap Candu membuat para tentara menjadi bersemangat dan berani untuk terjun ke medan perang. 

Surat rahasia M. Hatta (wakil presiden), Margono Joyohadikusumo (Direktur BNI) dan Kolonel Mustopo (Komandan Kesatuan Reserve Umum) mengungkapkan tentang penyelundupan candu untuk kepentingan pertahanan bagi kesatuan Divisi Siliwangi.

Baca juga : Pancasila sebagai Sistem Filsafat dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Lingkungan Kampus

Candu sudah dikenal oleh orang Jawa sejak berabad-abad lalu, setidaknya pada abad 17 ketika Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan candu sebagai komoditas perdagangan yang penting untuk dimonopoli serta menjadi objek pajak.

Penikmat Candu tersebar di berbagai kalangan dan meluas di Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada papan atas, Candu dikonsumsi sebagai gaya hidup, disuguhkan sebagai tanda kehormatan bagi tetamu di rumah para bangsawan Jawa dan China, tetapi kelompok masyarakat lain juga menjadi pecandu, meskipun kebanyakan mengonsumsi candu kualitas rendah.

Mereka adalah kaum pengembara,  musisi, seniman teater rakyat, pedagang keliling dan tukang-tukang upahan di perkebunan yang memakai Candu untuk menikmati sensasi khayali, merajut mimpi dan mengurangi pegal-pegal di badan.

Namun di Banten dan tanah Pasundan, jumlah pecandu tidak besar. Budaya, moral dan agama Islam yang kuat di kalangan masyarakat telah menjadi benteng yang memagari Opium di wilayah tersebut.

Saat digunakan, Candu dengan segala variannya sebagai narkoba,  menghasilkan perasaan kenyamanan dan energi yang semu, sehingga pemakai akan cenderung memaksakan dirinya untuk melakukan sesuatu dengan lebih cepat dan lebih jauh dari yang seharusnya. Jadi para pemakai dapat merasakan crash yang parah atau kehancuran secara fisik dan mental setelah efek obat memudar.

Karena penggunaan narkoba ini dalam waktu lama mengurangi rasa lapar alami, pengguna akan mengalami penurunan berat badan yang luar biasa. Efek-efek negatif lainnya: pola tidur yang kacau, hiperaktif, rasa mual, delusi kekuasaan, lebih agresif dan sifat lekas marah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun