Mohon tunggu...
Dyah Ayu Agustina
Dyah Ayu Agustina Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Perempuan 24 tahun penyuka kopi tapi bukan penikmat senja. Sedang dalam perjalanan menemukan tujuan hidupnya dengan rajin mengutarakan perasaan dan pikiran dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Satu-satunya Profesi yang Mendobrak Pesimisme terhadap Wanita

20 Mei 2021   10:35 Diperbarui: 20 Mei 2021   10:45 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembahasan tentang wanita merupakan pergolatan batin yang tidak diketahui ujung pangkalnya. Pertanyaan apakah wanita sungguh ingin dibela atau derajatnya hanya ingin disejajarkan dengan pria merupakan alasan yang seharusnya bisa menjadi acuan setiap gerakan feminisme di dunia.

Sejatinya, wanita memiliki hak yang sama dengan pria. Saya pribadi tidak melihat adanya perbedaan yang cukup ketara antara hak wanita dan pria. Namun pandangan masyarakat yang sering menilai miring hak wanita memang membuat gigit jari.

Wanita tidak perlu dibela. Harkat dan martabatnya sebagai insan paling dikhususkan oleh Tuhan saja sudah menempatkan wanita istimewa. Dalam agama Islam, kesempatan wanita untuk masuk surga jauh lebih banyak daripada pria. Mengandung, melahirkan, mengasuh anak, adalah beberapa hal istimewa yang dapat menghapus keresahan masyarakat tentang pekerjaan wanita yang dituntut harus sempurna seperti layaknya pria. Tanpa mengesampingkan pekerjaan kantoran, namun pekerjaan wanita sesungguhnya memiliki masa kontrak seumur hidup. Gaji berupa pahala dari Tuhan akan dilimpahkan sampai wanita direnggut kontrak hidupnya.

Di masa yang dianggap sedang naik daunnya pergerakan wanita, saya menganggap ada beberapa hal yang dilebih-lebihkan (hiperbola). Tanpa gerakan seperti Women's March, wanita sebetulnya sudah dapat berjalan sendiri dengan martabat dan kehormatannya. Wanita sesungguhnya memiliki keuntungan nyata untuk dapat membela dirinya sendiri ketika ia mendapatkan pelecehan di jalanan.

Konsepsi wanita lemahlah yang membuat wanita ingin dibela. Padahal, dengan kekuatan hati dan kecerdasan pikiran yang dianugerahkan Tuhan, wanita bahkan dapat memukul balik para pria yang melecehkannya.

Saya tidak tahu ruh pertama kali stigma wanita lebih rendah dibanding pria. Namun dari buku "Dunia Sophie" karya Jostein Gaarder yang saya baca, Aristoteles (384 -- 322 SM) berpendapat bahwa wanita adalah produk gagal pria. Hal ini tentu tidak mengherankan karena pada masa tersebut peran wanita pada tatanan sosial Yunani Kuno belum berkembang pesat.

Wanita, seperti halnya di bagian belahan dunia manapun, bergulat dengan pekerjaan rumah. Atau bahkan mereka dibungkam oleh pemikiran patriarkis yang terbuka oleh kesempatan pria melakukan pekerjaan lain. The man think about the world, whereas the women made the world from home. 

Saya sering berfikir bagaimana jadinya apabila pandangan pesimisme terhadap kekuatan wanita dihilangkan. Dengungan bahwa wanita itu lemah lenyap di muka bumi. Konsepsi wanita memiliki kekuatan dengan pria itu sama. Maka saya akan menunggu bagaimana dampaknya terhadap pelecehan seksual pada wanita. Saya menebak bahwa wanita yang berjalan sendiri di luar akan melakukan perlawanan dengan fisiknya terhadap pria yang menggodanya. Karena dalam dirinya sudah terpatri bahwa tubuhnya sama kuat dengan pria.

Berbicara tentang pesimisme pandangan terhadap wanita dalam masyarakat, saya jadi teringat perihal trending topic yang hangat dibicarakan baru-baru ini: perihal profesi Full-Time Mother. Ada banyak pendapat yang mengatakan bahwa profesi Full-Time Mother atau dalam masyarakat dikenal istilah Ibu Rumah Tangga ini hanya pekerjaan rendahan. Pekerjaan yang menjadi suatu keharusan naluriah seorang wanita terlepas dari tingkat pendidikan maupun status sosialnya.

Jujur, saya memiliki cita-cita sebagai ibu yang mendedikasikan tenaga, pikiran, jiwa raga saya untuk keluarga. Sebuah keberanian yang tinggi ketika akhirnya saya bisa menjawab dengan leluasa "Apa cita-cita kamu?" lalu dengan bangga saya menjawab "Menjadi Full-Time Mother".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun