Mohon tunggu...
Dwi Marfuji
Dwi Marfuji Mohon Tunggu... Administrasi - Runner, pingin hidup sehat dan syukur manfaat buat orang lain

Sesantai gambarnya...\r\n\r\n@dwimarfuji

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Inikah Senjakala Ojek "Online?"

16 Oktober 2017   09:08 Diperbarui: 16 Oktober 2017   11:19 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terjadi lonjakan peningkatan jumlah driver ojek online selama kurun waktu 4 tahun terakhir. (doc.shutterstock)

Terhindar dari kemacetan dan datang tepat waktu memang suatu target harian yang mesti tercapai. Namun tak selamanya satu target bisa tercapai, apalagi kita melihat keadaan lalu lintas di Senin pagi (saat ini). Hampir merata di jalan arah menuju tempat-tempat pusat keramaian, pusat perkantoran, pusat pendidikan berjubel baik motor maupun mobil.

Berkendara menggunakan motor relative lebih sedikit memakan waktu dibanding dengan mobil di saat kemacetan parah terjadi. Sebagian beralih mencari ojek online demi mengejar waktu. Namun Bandung dan seluruh kabupaten-kota se Jabar kini memiliki aturan baru tentang pelarangan sementara ojek online. Aturan baru tersebut dipertanyakan warga Bandung khususnya para driver dan para pengguna layanan ojek online, Kang Emil menjawab bahwa masalah ini sudah dan terus akan dikomunikasikan dengan pusat.

Kebijakan ini satu sisi menguntungkan beberapa pihak namun juga tak sedikit pula pihak yang akan kehilangan mata pencaharian, hal ini jika tak segera ditindaklanjuti secara baik akan berpotensi menimbulkan masalah yang tidak kecil. 

Benar angkutan umum seperti angkot,bus kota, ojek pasar, taxi konvensional akan mengalami kenaikan pendapatan karena otomatis penumpang trayek mereka tetap menggunakan satu-satunya opsi, namun bagaimana dengan nasib para tukang ojek online?

Tampaknya tidak ada pilihan selain mendudukan kedua, ketiga atau malah mungkin banyak pihak untuk mencapai mufakat. Cari satu titik yang benar-benar menguntungkan semua belah pihak, mungkin bisa jadi ada miskomunikasi atau sesuatu yang berat sebelah yang ditemukan dan langsung bisa diatasi secara cepat. 

Pembatasan usia kendaraan, keharusan memiliki smartphone, kecilnya tarif pembagian keuntungan/sharing profit dan ketatnya aturan diduga membuat tidak sembarang orang bisa menjadi driver gojek, bergabung dengan ojek konvensional karena tak ada pilihan lain (doc.shutterstock)
Pembatasan usia kendaraan, keharusan memiliki smartphone, kecilnya tarif pembagian keuntungan/sharing profit dan ketatnya aturan diduga membuat tidak sembarang orang bisa menjadi driver gojek, bergabung dengan ojek konvensional karena tak ada pilihan lain (doc.shutterstock)
Ojek online disebut-sebut didukung pemerintah, untuk mendaftar ada aturan ketat berbeda dengan ojek lokal yang hanya modal motor, SIM dan helm sudah bisa bergabung kata seorang anggota ojek pasar. Mungkin ada benarnya juga, namun data pengangguran menunjukan berkurangannya presentase dengan kemunculan rekrutmen driver ojek online. Tidak ada pihak yang sepenuhnya benar, begitu juga sebaliknya. 

Pemprov Jabar sepertinya dihadapkan dengan satu hal yang tak mudah, diperlukan perhitungan yang matang dan komunikasi yang tepat untuk bisa keluar dari kubangan masalah ini. Banyak pihak berharap akan ada perubahan aturan yang akan menguntungkan semua pihak, jika ini berhasil tentunya akan menjadi contoh untuk daerah-daerah lain.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun