Ketika netizen diberi kebebasan berpendapat, tiap orang bisa berpendapat dan beropini, namun terkadang sudah dijelaskan by data pun ternyata tidak mempan, selalu ada celah dan kelemahan lain yang dicari agar muncul persepsi pasti ada yang aneh, jangan jangan karena bansos, jangan-jangan mereka telah disuap sehingga sengaja melakukan kesaksian palsu.
Banyak netizen menggampangkan kasus dengan menyatakan gampang kalau ijazah itu palsu itu asli, cukup dilihatkan ke masyarakat. Terus ada yang mengatakan kalau tidak berani memperlihatkan ke publik berarti benar bahwa ijazah itu palsu. Karena itu banyak netizen secara banal membincangkan dengan nada sinis. Tidak lagi percaya pada intitutsi negara, lebih percaya pada media-media yang sejak semula rajin menyerang.
Netizen yang terbelah itu memunculkan isu tidak sedap, ada indikasi masyarakat memang sengaja diadu domba, sehingga negara Indonesia susah maju karena masyarakatnya tidak kompak, selalu ada pembelahan sehingga susah disatukan dalam satu tujuan untuk kemajuan negara.
Kepalsuan menjadi isu yang mudah diprovokasi, sekarang banyak orang bingung siapakah sebenarnya yang benar? Begitu banyaknya media menulis "seakan-akan mengolah berita dari investigasi, dari survey, dari pencarian data langsung dari sumbernya. Menggunakan kode etik dalam menayangan berita. Tetapi setelah ditelusuri banyak media ternyata palsu dalam hal investigasi, mereka hanya mencomot berita dari sumber-sumber media medsos. Mereka tidak benar-benar melakukan survey hanya mencopas beberapa media untuk dijadikan berita sensasional.
Semoga dugaan saya salah, opini saya bisa terbantahkan karena memang ketidakpercayaan itu mempengaruhi rasa penasaran, bisa menjadi positif bila pemencahannya melakukan survei langsung pada sumber berita. Roh media adalah netralitas, validitas dan bukan menulis yang berdasarkan katanya saja.
Semoga badai masalah tentang ijazah palsu segera berlalu. Masyarakat menjadi lebih dewasa dalam mencerna sebuah berita, tayangan video dan isu-isu yang beredar. Tidak langsung percaya, tidak langsung spontan melakukan bantahan ataupun pembelaan, namun mencoba mencari sumber valid yang lebih dipercaya agar tidak muncul kepalsuan-kepalsuan yang merugikan masyarakat awam dan buta literasi.
Kebijakan atau  wise, wisdom harus tetap menjadi landasan dalam menanggapi sebuah isu, Tidak didasarkan oleh kebencian namun didasarkan oleh sikap kritis yang menyertakan solusi positif agar terbebaskan dari polemik "Kepalsuan" yang memang disengaja agar masyarakat saling berperang komentar di media. Disetting agar selalu ramai, sebab tanpa masalah dunia rasanya sepi. Apa benar begitu? Salam damai selalu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI