"Jadi kamu malah betah di kota sekarang ini?"
"Ya, tuntutan perut Jum, meskipun tidak tajir amat tapi lumayan bisa buat jalan-jalan."
"La kamu sekarang malah tampak lebih muda dari aku Ndes... kerjaanku berendam air, ambil pasir, habis itu kalau sudah terkumpul banyak dijual pada truk yang sering datang di sungai."
"Tapi kamu masih ngganteng kok Jum."
"Preet.... Ngganteng ning jliteng, tur kusi... mendingan kamu kulite alus, bersih begitu."
"Tapi khan bagi Warni kamu tetap yang paling ngganteng khan Jum."
"Hahahaha... joss tebakanmu, sampai saat ini awet, malah anakku sudah besar... tidak kalah nggantengnya sama bapaknya. Malah ia bisa kuliah Ndes... daripada aku hanya lulusan SD ijasah ora payu..."
"Meskipun lulus SD khan yang penting bahagia dengan kehidupan sekarang khan Jum?"
"Betul tepat Ndes... Ra perlu ayu kinyis-kinyis yang penting bisa diajak senang dan susah."
"Ya sudah sore Jum, aku pulang dulu...besok aku mau balik lagi ke kota..."
Senyum Sarjum mengiringi langkahku. Ia yang puluhan tahun lalu memutuskan merantau telah kembali lagi ke kampung halamannya. Sebetulnya aku juga rindu pengin menghabiskan masa tuaku di Kampung, tapi di kota tanggungjawab belum selesai. Aku harus menyelesaikan masalahku dulu baru kembali ke kampung menuntaskan rindu yang belum selesai. Entah kapan bisa kuwujudkan mimpi itu, semoga bukan hanya kata-kata saja, tapi benar-benar nyata. Kalau Tuhan mengijinkan. (bersambung)