Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Edy Mulyadi dan "Rem Blong" Opini di Media Sosial

25 Januari 2022   12:43 Diperbarui: 25 Januari 2022   12:45 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
medantribunnews.com

Mulutmu adalah harimaumu. Begitu ungkapan peribahasa lama yang sering didengar. Setiap perkataan perlu dipikirkan matang-matang apalagi bila diupload di media sosial, apalagi Youtube dan banyak media yang meliputnya. Kegarangan seperti macan mengaum, bisa berubah menjadi mengeong minta makan. Dari garang terus berubah ketakutan.

Penting Menjaga Mulut dan Menjaga Jari di Media Sosial

Edy Mulyani mantan caleg PKS dari Jakarta 3 yang gagal melangkah jadi wakil rakyat dan mengaku sebagai jurnalis, seperti kena batunya. Ia mengatakan kepada media dan pada chanelnya bahwa Kalimantan khususnya di Penajam Paser Utara tempat IKN akan didirikan adalah tempat jin buang anak. Woow berani benar, apa ia tidak takut resiko jika sembarangan ngomong.Dan ternyata Edy Mulyadi adalah Kompasianer dan bergabung di Kompasiana sejak 2014. Iya mempunyai Akun Yotube bernama Bang Edy Channel.

Setelah viral Edy Mulyadi buru-buru minta maaf, namun ungkapan di medsos itu terlanjur menyebar dan bisa membuat marah warga Kalimantan. Berbagai tagarpun keluar dan perlu diketahui bahwa banyak sekali peristiwa supranatural yang bisa berakibat fatal bagi penghina yang sengaja membangkitkan isu kedaerahan, terutama khususnya masyarakat Kalimantan yang sukunya,  Dayak, mempunyai keistimewaan terhadap fenomena budaya dimana mereka mempunyai semacam kekuatan supranatural untuk mereka yang mengganggu keamanan dan pengusikan budaya Dayak.

Keberanian Tanpa Dipikir Matang dalam Kasus Arteria Dahlan

Keberanian tanpa dipikir akibatnya membuat banyak tokoh publik sering terkena batunya. Seperti Arteria Dahlan yang menegur keras kepala kejaksaan tinggi (kajati) yang memakai bahasa Sunda dalam rapat.Akhirnya Arteria Dahlan mendapat serangan cukup keras dari masyarakat yang tidak terima Arteria semacam membahas tentang pemakaian bahasa Sunda di forum umum.

Fenomena rem blong oleh banyak tokoh negeri ini merupakan sinyal bahwa karakter publik figur sedang "tidak baik-baik saja." Dulu yang terkenal dari Indonesia adalah ramah tamah, orangnya sopan santun, tapi sekarang politikus, pegiat medsos, pemuka agama tampak garang dan emosional. Bila menyangkut politik dan carut marutnya menjadi benar-benar mengerikan.

Politisi seperti tidak mempunyai cara bagaimana mengkritik dan membuat opini yang berbeda tetapi masih berbalut sopan santun. Sementara banyak pemuka agama yang terlalu berkutat pada kesombongan, merasa diri dan agamanya yang terbaik sehingga ada kecenderungan tidak menghormati keyakinan agama lain.

Bayangkan di negara yang dulunya tampak rukun berkat tradisi yang dipelihara dalam meskipun beda agama, tetap melestarikan budaya nenek moyang, sekarang banyak orang yang begitu mabuk agama, menendang sesaji, menendang pula tradisi yang menyatukan alam semesta dan manusia dalam satu microkosmos dan makrokosmos.

Banyak orang terjebak dalam pemahaman agama sempit yang terlalu kaku dalam menjalankan perintah agamanya. Padahal dalam masyarakat umum yang berbeda suku, berbeda agama atau keyakinan, berbeda tradisi harus mau menghormati kebiasaan dan kebudayaan  manusia lain.

Banyak pemuka agama yang terlalu keras, atau malah terlalu bising dengan serangan-serangan masalah keyakinan, masalah perbedaan yang sengaja dibesar-besarkan. Ada upaya untuk menyatukan perbedaan dan memberangus keberagaman dengan dalil-dalil asing yang tidak sesuai dengan latar belakang masyarakat yang multietnis dan suku.

Fenomena rem blong yang membuat banyak orang pengin pansos, pengin dikenal tetapi dengan cara-cara tidak elok. Masyarakat sepantasnya tidak gampang gumunan, mudah percaya pada berita di media, harus di kroscek dulu, sebelum membuat status dan menanggapi. Di media sosial kecenderungan asal beda pembelahan dengan sebutan kampret cebong, membuat masyarakat selalu terprovokasi untuk saling tidak percaya. Ada cebong ada kampret yang menjadi kambing hitam.

Manusia modern cepat merespon, begitu muncul keanehan, mulut dan tangan gatal untuk menanggapi. Jutaan manusia membaca media dan mereka pasti serta merta ingin menari-narikan jarinya untuk sekedar mengumpat, bahkan memaki atau menantang duel. Apalagi kalimat provokatif semacam yang diungkapkan Edy Mulyadi di Youtube. Bagi yang sumbu pendek dengan cepat menebarkan api peperangan, bagi yang panjang sabar berpikir dulu, menggunakan kata-kata satir untuk berkomentar. Perlu pengendapan sebelum melontarkan pendapat. Bagi sumbu pendek maka makian akan dibalas makian bahkan lebih sadis.

Sepertinya manusia tidak lagi gemulai memainkan narasi halus untuk membalas hinaan. Saat ini hinaan perlu dibalas dengan hinaan, meskipun banyak orang yang malah mendoakan menjadi lebih baik dari ribuan hingga jutaan manusia akan punya pendapat berbeda.

Akal sehat manusia selalu terlumuri keinginan untuk menjadi terkenal. Bahkan dalam tingkat moral utama seperti pemeluk agama, masih terjebak dalam upaya saling caci, padahal mereka termasuk tidak pernah absen berdoa, namun selalu saja ada titik pijar emosi yang membuat pikiran jernih menjadi berantakan.

Jangan Sampai Rem Blong Melontarkan Kata Kasar Yang Menyinggung Orang atau Etnis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun