Banyak jiwa yang resah, berlebih manusia didera kecemasan
ada ketakutan memagut, ada kegalauan berkejaran
seperti kunang -- kunang terbang
seperti bayang senja menyelimuti terang usia manusia
Segera gelap menyergap, dan hanya cahaya rembulan dan bintang
yang mampu menembus pekatnya malam
namun terkadang hilang saat mendung menjemput
dan akhirnya maut menjemput saat kabut merangkul
Jiwa - jiwa yang resah
menyambut bintang  tersembunyi dalam mega- mega awan kelam
ia seperti tergagap oleh wabah tiba- tiba yang mendamprat
hingga manusia terlihat lesu berkutat dalam debu resah
Kau tengah ditikam malam
ditiduri oleh mimpi buruk
bersesakan nafas, tak mampu lenyap
paru- parupun memutih terbungkus awan putih hantu ketakutan
yang bingung oleh karena dosa telah meninabobokkan kebencian
Hanya bungkus- bungkus indah yang menjadi baju manusia
sementara hati penuh onak duri kelicikan
setumpah serapah dan semegah keyakinan yang membisukan rasa damai
kau telah terbekap resah,hingga gelisah membuat keringat membuncah
menusuk lorong- lorong kulit yang tersingkap api dosa di lajur arteri manusia
Dosa telah menelikung kedamaian
hingga rebah lemahlah jiwa -- jiwa
yang tengah bimbang mengapa harus selalu mendendam. Mencibir
manusia - manusia yang tak henti menawarkan kejujuran
tetapi mereka yang berteriak jujur
selalu terjebak dalam gegelak tawa kaum munafik
yang menghamba tawa dalam kekerdilan otak
hingga manusia selalu saja terjebak dosa, dalam umpatan -- umpatan resah
yang menikam rasa.
Kau, kita, kamu hanyalah sampah resah
yang lemas saat rayuan kemegahan menusuk hasratmu
jiwa - jiwa resah
 terbata mencinta.
Kini manusia terkaget ketika bencana memagut tanpa tahu kapan berakhir.
Jakarta, 21 September 2020