Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Prabowo Memang Super

31 Maret 2019   08:22 Diperbarui: 31 Maret 2019   18:21 3816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasional.kompas.com

Betapa senangnya cebong kemarin dan betapa mendongkolnya kampret mendengarkan jawaban Prabowo malam kemarin. Kampret menunggu dengan antusias untuk mendengatkan pidato membara pada debat keempat di Hotel Sangrila dan yang tersuguhkan memang hebat superioritas prabowo yang mengatakan ia lebih TNI dari TNI itu sendiri. Dan bahkan ia mampu merasa berhak untuk menyetop tertawa penonton untuk tidak mentertawakan.Stand Up saja butuh tertawanya penonton agar merasa berhasil menghibur penonton. 

Prabowo malah menyetop ketawanya penonton meskipun pernyataan Prabowo sebenarnya lebih lucu dari pernyataan StandUp komedi atau pelawak.

Superior Hingga melebihi TNI 

Itulah yang terjadi malam itu. Betapa saya melihat bahwa Prabowo ingin menguasai semuanya hingga hentakan- hentakan suaranya mampu mengukur emosinya yang meluap- luap. Sayangnya Jokowi tidak menjadi garang seperti ketika ia meluapkan kemarahannya saat kampanye di Jogyakarta. Terlalu kalem untuk sebuah perdebatan yang seharusnya bisa menguras emosi. 

Sebenarnya penonton menunggu puncak emosi Prabowo. Coba sedikit dinaikkan tensinya pasti akan muncul gelegak emosi meninggi dari Calon Presiden.

Betapa susah membayangkan dalam pikiran saya apa yang dimaksud dengan Lebih TNI daripada TNI itu sendiri. Saya jadi ingat seseorang bernama Pak Ndul yang mengatakan bahwa ia adalah ahlinya ahli, Intinya  Inti, Core of The Core. Dan Prabowo rupanya penonton setia Pak Ndul maka ia berhak untuk menjadi lebih daripada sekedar kelas Pak Ndul. 

Ia adalah TNI sejati lebih sejati dari TNI yang ia serang habis- habisan karena dianggap lemah tidak dianggap oleh negara lain. Meskipun data mengatakan kekuatan TNI nomor 1 di Asia tenggara dan terkuat ke 12 di dunia. Anggaran TNI kecil hanya sekitar 5 persen dari pendapatan negara yang besar. 

Kebocoran 1000 trilyun dan rakyat miskin susah makan meskipun setiap hari saya menyaksikan mobil- mobil padat merayap dari Bekasi sampai Jakarta di jalan Tol, jutaan motor sepanjang hari memenuhi jalanan hampir di semua kota besar dan kecil dan di perkampungan seperti di Pedongkelan lahan parkir mobil sampai kehabisan saking banyaknya mobil meskipun mereka para pemilik mobil hidup dari ngekos dan mengontrak rumah.

Genderang Pendukung yang subyektif

Prabowo memang superior karena didukung buzzer militan sehingga ia selalu trending di Twitter dan media sosial. Saya yakin kampret akan selalu mengangguk terhadap apapun statemen Prabowo meskipun kadang di luar logika. 

Mereka akan ngotot membela meskipun junjungannya salah mengambil data. Sama juga seperti kecebong yang akan selalu membela Jokowi meskipun banyak data Jokowi yang kurang akurat.

Pola dukungan telah terpola dan sistem otak sudah terprogram bahwa masing- masing pendukung merasa keminter, merasa lebih baik dari yang lain sehingga fanatisme membabi buta telah mengalahkan logika.

Pendukung Prabowo tentu saja tidak mau jika dikatakan kalah debat karena sistem otak telah terpancang bahwa apapun kata capres mereka itu pernyataan terbaik maka dimanapun berbicara saat menjadi pengamat, saat menjadi panelis mereka yang cerdas dan terpilih karena pendidikannya tinggi harus merendahkan diri dengan melawan nurani. 

Andi Nurpati dan Arif Suditomo akan selalu beda sudut pandang karena mereka akan membela calonnya dengan sudut pandang penggemar bukan sudut pandang jernih sebagai pengamat yang obyektif. Tentu Roy Suryo akan sangat memuji Prabowo meskipun dalam debat banyak kelemahan Prabowo yang bisa disaksikan publik. 

Sebaliknya juga panelis kubu Jokowi akan tampak antusias ketika Prabowo banyak kedodoran dalam debat sehingga emosinya tampak lebih besar daripada penguasaan data. Prabowo sangat antusias jika sudah ngomong bocor- bocor dan bocor.

Saya bisa menyimpulkan bahwa politisi itu susah dipercaya. Betapa susahnya mempercayai politisi karena retorikanya kadang- kadang melebihi ekspektasinya, melebihi kemampuannya. Tataran politisi hanya pada janji, janji dan janji. 

Maka ketika merebak fenomena golput  jangan disalahkan mereka yang merasa bingung jika mereka tidak memilih pemimpin atau caleg. Sebab ada hal mengganjal yang membuat mereka merasa susah melihat kebenaran. Semuanya normative serba abu- abu. Tidak ada kebenaran mutlak dalam politik.

Kampret dan kecebong selalu berdebat terlalu kemaki untuk mau mengakui kelemahan masing- masing. Perdebatan tidak akan berujung karena tidak pernah menemukan titik temu. Masukan hanya dianggap angin lalu karena setiap pendukung tentu akan menutup diri terhadap kelebihan lawan.

Kejujuran untuk mengakui kekurangan dan Kelebihan Masing masing Calon Capres

Yang diperlukan saat ini sebetulnya kejujuran untuk mengakui kekurangan dan menghargai kelebihan. Para politisi dan pendukung biasanya selalu mengambil posisi menyalahkan lawan dan mentertawakannya. Pasti tidak terpikir untuk oh ya ada benarnya kata Prabowo (pihak kecebong) . Oh ya benar juga kata Jokowi (pihak kampret). 

Seandainya semua pendukung jujur dan obyektif maka demokrasi tampak lebih hidup. Mungkin yang menunggu artikel saya berpikir saya adalah pendukung kecebong yang IQ- sekolam. Mereka tahu bahwa saya pasti akan membela Jokowi membabi buta.

Saya hanya mencoba di tengah. Karena saya penulis maka saya berusaha netral. Meskipun netralitas saya ada catatannya karena setiap pribadi pasti mempnyai pilihan dan para pembaca sudah tahu kecenderungan dukungan saya.

Minus Malum Dalam Memilih Pemimpin

Ketika menghadiri acara ngopi bareng Yesuit di Sanggar Prathivi Pasar Baru, saya mendengarkan pernyataan Romo Magnis tentang fenomena Golput. Kadang banyak orang terutama golputer merasa tersinggung dengan pernyataan Romo Magnis dalam artikelnya di kompas berjudul Golput. Ia merasa bersalah karena semakin memberi kesempatan Golput berkembang. 

Ada kebingungan pada sementara masyarakat terutama kaum milenial yang masih bingung menetukan pilihan. Pilihan sulit karena masing- masing capres banyak kelemahannya. Satunya tersangka pelangggar HAM satunya pelindung HAM. 

Petahana belum bisa memberikan harapan sedangkan capres tidak memberikan peluang harapan karena rekam jejaknya. Jadi jika dikatakan dalam politik saat ini adalah harapan karena rasa kebangsaan maka masyarakat perlu menggunakan istilah Minus Malum memilih yang paling sedikit keburukannya dari dua pilihan terburuk.

Jadi jika anda bingung siapa yang mau dipilih karena tidak ada politisi atau pemimpin yang sempurna tempatkan saja anda di posisi untuk membela bangsa. Kepentingan negara lebih penting ke depan. Nasib bangsa akan ditentukan oleh satu suara anda di bilik suara. Kita tentu tidak ingin kembali merasakan rezim otoriter yang menutup hak bicara kita, menutup celah demokrasi yang sekarang sudah bagus. 

Siapapun pemimpinnya ia harus mengutamakan rakyat tentu tidak dengan meninabobokkan sehingga terlalu bersandar pada bantuan pemerintah. 

Masyarakat yang baik tentu mendukung pemerintah dengan cara bekerja keras untuk bisa mengentaskan kemiskinan sekitarnya dengan memacu diri sendiri lebih baik dan tidak terlalu berharap pemerintah membantu sepenuhnya. 

Setelah Pilpres tentu setiap masyarakat harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Tidak usah terlalu berharap banyak pada janji politisi. Optimis pada diri sendiri.Salam damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun