"Nulis satu artikel sehari selama sebulan, dapat berapa cuan?" tanya suamiku waktu kupintai restu sebelum mengikuti kompetisi #SamberTHRKompasianaÂ
"Lha, kalau menang lombanya Pa, makanya doain menang" Paksu hanya tersenyum. Ya mudah-mudahan senyuman itu sebagai perlambang restu yang diberikan. Sehingga yang saya kerjakan ini pun bernilai ibadah di bulan Ramadan.
Kompasiana memang luar biasa. Memotivasi untuk membuktikan sebuah konsistensi berbalut kompetisi. Menulis selama sebulan bukanlah sebuah permainan. Butuh tekad kuat, manajemen waktu, stamina tangguh dan mood yang tidak serampangan. Saya sudah membuktikannya sendiri. Tahun lalu mencoba ikut Samber THR, berhubung waktu itu masih sibuk sebagai penulis lepas yang terikat kontrak dengan suatu website, maka saya tak punya cukup waktu untuk mengejar DL Samber THR. Atau pilihan kedua, saya merelakan waktu untuk tidak beribadah sunnah di bulan Ramadan demi bisa menulis sekaligus tiga artikel, dua artikel untuk tempat kerja dan satu untuk Kompasiana. Duh, nggak deh, sayang banget meninggalkan waktu berharga di bulan Ramadan demi sebuah kompetisi. Bagaimanapun insan penuh dosa ini masih berharap mendapat ampunan dengan memperbanyak ibadah dan istighfar di bulan suci.Â
Apa artinya berkompetisi di sini hanya mengejar duniawi? Tergantung niatnya juga sih. Jujur, saya juga butuh hadiah kompetisi sebagai penghasilan. Apalagi kondisi finansial akhir-akhir ini makin sunyi akibat pandemi. Tetapi jika niat semula HANYA mengejar hadiah, pasti hanya akan mendapat lelah yang sia-sia belaka. Maka saya berupaya meluruskan niat. Saya menulis sebagai bentuk rasa syukur, masih dikaruniai nikmat kesehatan dan waktu lapang, yang mencoba untuk tidak saya sia-siakan. Apalagi sejak website yang mempekerjakan saya mati suri, waktu lapang saya terasa lebih menjadi-jadi.. Jadilah saya pekerja lepas sejati.
InsyaAllah, saya yakin mendapat kebaikan dari kompetisi Samber THR ini. Kita bisa belajar banyak hal, terutama tentang makna istiqomah dan konsistensi. Anggap saja kompetisi menulis 30 hari ini bagai perjuangan kita berpuasa di bulan Ramadan. Berapa banyak yang kemudian jatuh berguguran. Dapat lelah, dahaga dan laparnya doang karena kualitas puasanya rusak oleh emosi tak terkendali, lisan tak terkunci atau hati yang dihinggapi iri hati dan benci. Bedanya, dalam kompetisi Samber THR, gugurnya karena terlewat DL oleh berbagai sebab dan hambatan.
Dari kompetisi ini saya juga belajar untuk lebih profesional. Sebagai konten kreator kita dituntut menyajikan konten berkualitas dan multitalenta. Pada mystery challenge kita dituntut memacu adrenalin, menguras ide untuk mencoba sesuatu yang bahkan belum pernah dilakukan sebelumnya. Seperti VLog, Fyuuh, saya termasuk kaum nggak pede untuk nge- Vlog ria. Tapi nekaad demi Kompasiana, meski hasilnya sederhana. Demi Samber THR pula saya buat satu folder khusus untuk menyimpan draft tulisan serta foto penunjang. Folder bernama "Ahaa Samber THR" adalah saksi bisu saya bersungguh-sungguh mengikuti kompetisi ini.
Samber THR juga mengajarkan saya mengatur waktu dengan bijak. Meski jobless bukan berarti benar-benar pengangguran. Saya harus mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci manual nggak pakai mesin, bersih-bersih, setrika. Dan sesekali saya juga menggoreng bawang pesanan. Sesekali datang pula pekerjaan endorse yang butuh waktu untuk menyiapkan materi, foto dan caption. Duh MasyaAllah seperti sedang berlari maraton, membagi waktu dengan bijak, antara bekerja dan beribadah di bulan Ramadan.Â
Masalah moody? Samber THR menyentilku agar mampu mengelola emosi dengan baik. Seperti momen ketika menulis artikel My New Healthy Lifestyle, suasana hati sedang tak tentu arah karena harus melawan rasa sedih dan kehilangan teramat sangat atas meninggalnya sepupu yang usianya hanya terpaut sebulan dengan saya. Apalagi penyebab meninggalnya adalah virus corona. Sungguh tema yang sulit bagi saya saat itu, menulis tentang kiat sehat di era new normal sedangkan kerabat dekat baru saja meninggal sebagai salah satu korban pandemi.
Intinya saya benar-benar jatuh bangun mengejar Samber THR Kompasiana. Jatuh bangun tenaganya, Jatuh bangun emosi juga. Agar tak melewatkan waktu barang sehari saja. Alhamdulillah hingga hari ke-25 masih bisa menyajikan konten terbaik sebatas kemampuan saya. Begitu berartinya perjuangan Jatuh Bangun Mengejar Samber THR ini hingga saya merasa perlu mengabadikannya dalam thread twitter tersendiri.
Menulis adalah hobi saya, juga salah satu ikhtiar mengais rezeki. Waktu nggak sengaja baca share info di WA storynya mbak @nurulrahma , langsung tertarik untuk ikutan (lagi) #SamberTHRKompasiana Lagi? ya, tahun lalu pernah menulis untuk Samber THR tapi hanya 3 artikel doang pic.twitter.com/qDnPMG9PZb--- Dwi Aprilytanti H (@Dwiaprily) May 8, 2021
Saya berharap tulisan-tulisan dan konten selama bulan Ramadan ini bernilai ibadah di hadapan Sang Maha Pencipta. Sebab jika sholat, puasa, dzikir, tilawah adalah demi keshalihan pribadi, maka menebarkan inspirasi dan spirit kebaikan melalui tulisan dan konten di media sosial bisa menjadi jembatan untuk mengajak pembaca berupaya menjadi insan yang lebih shalih dan bertaqwa di hadapanNya. Surga terlalu luas untuk kita tinggali sendirian, berharap bisa menginspirasi para pembaca menemukan jalan menuju surga melalui tulisan dan konten berbagi kebaikan. Semoga Allah mudahkan saya menuntaskan perjuangan hingga akhir perjalanan.
Sekali lagi terimakasih Kompasiana, membuat Ramadanku lebih berwarna. Kalau ada usul dan saran, mungkin untuk tahun depan ditambah hadiah khusus bagi peserta yang konsisten menulis selama sebulan meski tak terpilih sebagai pemenang utama, juga hadiah bagi semua peserta dengan syarat beberapa minimal tulisan. Agar makin meriah dan kita bahagia sama-sama.