Pagi ini aku berayau ke warung pojokkan rumahÂ
Arsanta Bude Pailah menyambutkuÂ
Ia tersenyum  mengucapkan "tumben"Â
Karena tak biasa aku sedini iniÂ
Bude membilang belanjakuÂ
Dikemas ke dalam plastik bekasÂ
Kasyapi kita tak sedang baik-baik sajaÂ
Plastik berserak terbenam di kerak bumi,
tersenyum disapa angin,Â
terbahak disapu hujan,
lalu menangis karena bertahan dari kehancuran
Darani sudah tak lagi gembur
Cacing-cacing kehilangan arenaÂ
Pupuk subsidi tak membuat suburÂ
air berlari tak berjejakÂ
Bude terus berceloteh,Â
Jika plastikmu enggan bersajak
Atau tak kuat menggoreskan puisi
Jatuhkanlah ke halaman BudeÂ
Akan kucuci,Â
Kujemur,
Lalu kususun dalam lipatan cinta
Itu pasti membuatnya bahagia
Selayaknya uang beredarÂ
Jangan ada lagi plastik-plastik baruÂ
Biarkan berputar yang sudah tersebar
Sampai melebur untuk reinkarnasi lagi
Aku mengangguk,Â
Lalu kupungut setiap plastik yang tak pernah rapih tersimpanÂ
Dan kusucikan yang sudah terbuangÂ
Bude Pailah jauh lebih membutuhkanÂ
Kulihat plastik bahagia karena tetap bergunaÂ
Meski ia sudah berkalang tanahÂ
Ia berbisik saat bayu menyapa :
Bukankah Tuhan telah menyandingkan bersih dengan kekuatan iman manusia?