Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Drama Tiga Babak "Markesot Menggugat"

12 Juli 2018   06:28 Diperbarui: 12 Juli 2018   06:55 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Markesot seorang ghostwriters atau penulis bayaran, bukan pembunuh bayaran ya hehehe, pekerjaannya menulis buku untuk klien. Dari situ dia mendapat bayaran. Itulah pekerjaan yang sudah dijalani selama 5 tahun, sejak berhenti jadi Wartawan. Ilmu menulis ia dapatkan sejak jaman mahasiswa, di pers kampus pada era reformasi dulu. Setelah lulus, dia mengadu nasib ke Jakarta menjadi wartawan, hingga ia berhenti karena merasa lelah .

Markesot mempunyai dua orang anak dan seorang istri. Bininya orang Medan, tapi keturunan Jawa, atau istilah kerennya "pejabat", peranakan Jawa Batak. Dua anaknya masih kecil namanya cantik-cantik . Yang gede kelas 6 SD namanya Rosalia, mirip nama bus Jakarta Solo heheh dan yang kecil kelas 1 SD namanya Matahari, keduanya bunga yang disukai Markesot. Kalau anak ketiga lahir rencananya akan diberi nama Kamboja. Tapi bininya nggak sudi, alasannya Kamboja itu bunga kuburan, lalu ia menelan pil KB hingga sekarang nggak hamil-hamil.

Nah disamping menjadi penulis bayaran, Markesot juga menulis buku sendiri. Buku apa saja ia tulis, dari fiksi maupun non fiksi lalu dikirimkan ke penerbit. Kalau sudah dikirim ke penerbit tinggal nunggu hasilnya yang lamanya pakai banget sekali. Saking lamanya, Markesot pernah ditelpon penerbit memberitahu karyanya akan diterbitkan, eh Markesot yang malah lupa kapan mengirimnya. Penerbit itu bisnis, hanya mau menerbitkan karya yang kemungkinan besar laku di pasaran. Mungkin dari 30 tulisan yang masuk hanya 1 yang diterbitkan. Selebihnya akan masuk tempat pembuangan akhir.

Ya begitulah sejak era internet mulai banyak yang mengakses, industri buku terpuruk, karena kata para pakar ekonomi, ada disruption atau pergesersan dari cetak ke digital. Tak pelak lagi industri buku terjun bebas dari angkasa. Sebab nggak ada internet saja, industri ini sudah menjerit teriak-teriak, apalagi ditambah era sosial media, makin menambah panjang daftar korban penderitaan.

Naskah sesampai di penerbit ada yang diterbitkan namun ada yang ditolak. Nah naskah yang ditolak, kalau dinilai Markesot bagus dan ia ada duit akan diterbitkan sendiri. Biasanya dicetak sendiri secara satuan biar nggak rugi lewat percetakan print on demand, lalu dijual secara online. Nama kerennya self publishing, yakni penerbitan dengan biaya sendiri. Lalu buku itu dijual di sosial media. Namanya dagang ya ada yang laku, ada yang nggak, kalau gak laku ya dibaca sendiri hehehe.

Kalau bukunya diterbitkan di penerbit mainstream, biasanya dicetak dalam jumlah yang cukup banyak, lalu dijual di toko buku. Nah kalau buku itu laku, Markesot akan mendapat royalty, besarnya 10% hari harga jual, sebelum dipotong pajak. Ternyata PPH penulis itu sangat mencekik leher. Meskipun lehernya pendek tetap saja akan tercekik. Makanya Markesot ikut berteriak kencang dan mendukung ketika ada seorang penulis terkenal memboikot menerbitkan buku jika pajak penulis tidak diturunkan. Setelah beberapa lama, pajak penulis tidak berkeming, namun si penulis terkenal itu akhirnya kembali menulis dan bukunya bertengger ke pasaran.

"Jadi penulis itu berat, kamu nggak akan kuat, biar aku saja, " status FB Markesot yang diinspirasi sebuah film pada zaman now.

***

Sehari-hari Markesot bekerja di rumah, kebetulan rumahnya dua lantai, lantai 1 untuk rumah tangga, sedangkan lantai dua untuk kantor alias rukan atau rumah kantor. Di lantai atas yang menghadap jalan ada spanduk tertulis "Biangkerok Publishing" perusahaan penerbitan indie milik Markesot. Satu-satunya alasan menggunakan nama Biangkerok karena Markesot adalah penggemar berat legenda Betawi Haji Benyamin Sueb, dimana ia pernah main film berjudul Benyamin Biangkerok. Dalam ruangan tidak ada gambar Presiden, yang ada ya itu gambar Benyamin.

Jambul adalah satu-satunya asistennya, kerjanya serabutan. Karyawan yang lain sudah dipecat karena order sedang lesu. Dulu selain jambul , Markesot juga merekrut marketing dan reporter, tapi itu dulu, sekarang Jambul sorangan aja. Namanya usaha kadang naik turun, kadang timbul kadang tenggelam, yang penting yakin dan tidak menyerah. Hidup harus jalan terus, nggak kalah sama belok kiri hehehe.

Jambul hanya lulusan STM tapi ia ahli desain grafis yang mengerjakan desain buku atau majalah. Disebut jambul karena rambutnya dibikin ke atas mirip jambul burung kakatua. Orangnya nurut dan loyal, itu yang dicari Markesot, sebab banyak karyawan yang pintar tapi tidak loyal yang ada malah ngrecekin pekerjaan. Makanya pemerintah tidak butuh menteri yang pinter tapi tidak loyal karena akan menusuk dari belakang, tapi asal bodoh yang penting loyal karena ilmu itu bisa dipelajari ibarat pepatah ala bisa karena biasa, semua yang dilatih pasti akan mahir.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun