Mohon tunggu...
Dita Septi Aryani
Dita Septi Aryani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikolog Klinis yang berpraktik di salah satu rumah sakit pemerintah provinsi jawa tengah

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengenal Gangguan Kepribadian Ambang/BPD

20 Oktober 2022   07:00 Diperbarui: 20 Oktober 2022   12:28 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Ilustrasi: Adrien Olichon/Pexels)

Oleh: Dita Septi Aryani, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Akhir-akhir ini banyak banyak wanita di usia dewasa awal mengeluhkan diirinya merasa kosong, bingung, merasa tidak punya tujuan hidup, kesepian, tidak mampu mengendalikan emosi, sering melakukan self harm dan labil. 

Wanita ini kemudian mendiagnosa dirinya setelah melihat informasi di internet mengenai Borderline Personality Disorder (BPD). Banyak pula pasien yang meminta dilakukan tes karena ia merasa bahwa dirinya BPD.

Apakah BPD itu, bagaimana ciri-cirinya? Dan bagiamana seseorang yang telah terdiagnosa BPD harus bersikap?

Mari kita mengenal mengenai BPD.


BPD merupakan singkatan dari Borderline Personality Disorder atau dalam bahasa Indonesia disebut gangguan keribadian ambang.

Gangguan kepribadian ambang/borderline merupakan salah satu gangguan kepribadian yang banyak ditemui di praktik psikiatri maupun psikologi. 

Borderline Personality Disorder termasuk gangguan kepribadian tipe B, yaitu orang dengan perilaku dramatis, emosional dan eratik/tidak menentu.

Borderline Personality Disorder pertama kali diperkenalkan oleh Kernberg pada tahun 1975 sebagai suatu diagnosis pada sekelompok pasien dengan mekanisme pertahanan primitif dan objek relasi internal yang patologis (Kusumawardhani, 2007). 

Disebut sebagai kepribadian ambang karena seseorang dengan gangguan ini tidak memenuhi kriteria neurosis maupun psikosis sehingga dianggap diantara kedua kondisi tersebut (Hamidah, dkk: 2020).

Dalam DSM-5 (American Psychiatric Association, 2013) Borderline Personality Disorder didefinisikan sebagai suatu gangguan dengan kriteria sebagai berikut:

Memiliki perasaan takut jika ditinggalkan; pola hubungan interpersonal yang tidak stabil; mengalami kebingungan identitas diri; impulsivitas; perilaku, isyarat atau ancaman bunuh diri yang sering atau perilaku melukai diri; afek yang tidak stabil; perasaan kosong yang kronis; kesulitan untuk mengendalikan amarah, amarah tidak terkendali; ide paranoid yang terkait dengan stres dan gejala disosiatif. 

Penegakan diagnosa untuk Borderline Personality Disorder paling sedikit memiliki 5 gejala dari 9 kriteria yang sudah disebutkan diatas, dan diagnosa ini baru bisa ditegakan apabila orang tersebut sudah mencapai usia 18 tahun, setelah seseorang melewati masa remaja dan memasuki fase dewasa awal.

Menurut Halgin dan Whitebourne (dalam Suprapto, 2014, h.1-2) seseorang dengan Borderline Personality Disorder seringkali mengalami kebingungan terhadap identitas dan konsep dirinya. 

Mereka tidak memahami apa yang menjadi makna hidupnya, apa yang mereka suka, apa yang menjadi tujuan hidupnya sehingga penderita dapat dengan mudah mengubah rencana, tipe teman, bahkan prinsip hidup. Kondisi ini yang akan mengakibatkan penderita merasakan hidupnya kosong.

Seorang wanita berusia 21 tahun, dibawa oleh temanya ke IGD karena overdosis, sebut saja namanya Binar. Binar bercerita jika ia merasa sangat gelisah, sehingga ia meminum obat yang diberikan oleh psikiater dalam dosis besar. 

Binar merasa bingung, gelisah, kosong, hampa, kesepian, ia punya banyak teman tetapi ia merasa seperti sendiri. Binar menyadari bahwa dirinya punya banyak teman, tetapi ia seperti tidak ada yang memahami dirinya dan merasa tidak ada yang peduli dengan dirinya. Binar jmengatakan semua orang disekitarnya sebetulnya baik dengan dirinya. 

Teman baik dan peduli, keluarga juga peduli dengan dirinya. Binar merasa jika itu dilakukan karena hal tersebut kewajiban sebagai saudara dan teman. Tetapi ia merasa tetap kosong, tidak mengerti apa yang diinginkan. Ia merasa tidak memahami arti bahagia, bagaimana bisa bahagia dan apa yang membuat dirinya bahagia.

Binar bercerita jika orang disekitarnya selalu nyaman dengan dirinya. Ia adalah sosok yang selalu bahagia, tipe-tipe people pleasure dan melakukan sesuai harapan orang disekitarnya. Ia melakukan karena ia tidak ingin mengecewakan orang-orang disekitar dirinya.

Sejak kecil ia tinggal bersama dengan nenek dan kakeknya. Orang dikarenakan kedua orangtua berpisah ia diasuh oleh kakek dan neneknya.

Binar menceritakan bahwa ia memiliki masalah terkait trust issue. Patah hati pertama yang dialami oleh Binar adalah kemungkinan berawal dari pengalaman masa kecil ketika ia berpisah dengan ibunya. 

Setelah berpisah dari ayahnya, Binar hidup dengan ibunya. Ia merasa berdua dengan ibunya saling mendukung, saling menyayangi dan bahagia.

Akan tetapi, setelah ibunya menikah lagi, dan harus pindah keluar kota mengikuti suaminya dan Binar tetap tinggal dengan nenek dan kakeknya. 

Binar menceritakan, nenek dan kakeknya orang baik, perhatian dan sayang terhadap pasien, tetapi hal itu tidak bisa menutupi kekecewaan pasien terhadap ibunya. Sejak peristiwa itu, ia memiliki ketakutan untuk ditinggal oleh orang yang ia sayang.

Pemikiran yang tidak rasional tersebut diperkuat dengan orang-orang terdekat pasien yang setelah berinteraksi dengan pasien atau menolong pasien meninggal dunia. 

Pasien memiliki pandangan jika ia tidak boleh tertalu dekat dengan orang dan tidak boleh terlalu menyayangi orang karena itu akan membuat orang tersebut pergi/meninggalkan pasien.

Binar memiliki keinginan untuk terlibat dan berhubungan dekat dengan orang lain, tetapi ia merasa apatis dan tidak butuh orang lain. Ia tidak ingin menunjukan bahwa ia membutuhkan orang lain, sehingga ia akan menolak orang yang ingin membantu. Ia juga selalu mempertanyakan ketika ada teman yang membantu pasien. 

Ia memahami jika tidak ingin teman/keluarganya pergi tetapi ia tidak bisa mengontrol dirinya untuk mempertanyakan ketulusan dan mengatakan seolah tidak membutuhkan orang tersebut. 

Binar juga mengatakan, terkadang ia begitu posesif dengan orang yang terdekatnya. Ia seperti ingin menempel dengan orang tersebut, hal itu terkadang membuat orang tidak nyaman. Ia merasa benar-benar ketakutan jika orang tidak peduli dan meninggalkan dirinya.

Binar juga kerap berperilaku impulsif seperti melakukan cutting (melukai tangan) ketika tertekan atau dalam kondisi stres. Hal ini disebabkan karena ada perasaan lega ketika ia melakukan ia melihat ada luka ditangan. 

Ketika ada darah keluar ia merasa beban dan gundah di hatinya seperti keluar. Selain itu ia mendapatkan perhatian dari teman-teman disekitarnya, sehingga ia terkadang melihatkan bekas luka ditangan. 

Ia juga beberapa kali memiliki keinginan untuk menyakiti adik tirinya, dan dilakukan ketika ada kesempatan. Ia bercerita sering kali ia menyerang orang terdekatnya seperti memukul, mencekik, namun setelah itu ia merasa sangat bersalah. Pasien menceritakan bahwa ia sudah menjalani pengobatan dan mendapat diagnosa dari psikiater bahwa dirinya seorang dengan BPD.

Sebagaimana gangguan kepribadian yang lain, Borderline Personality Disorder tidak muncul secara tiba-tiba. Borderline Personality Disorder muncul dan berkembang bersamaan dengan kumulatif peristiwa, kekecewaan yang dialami seseorang. Awalnya seseorang melakukan upaya untuk melindungi dirinya dari stressor yang akhirnya memunculkan mekanisme pertahanan diri yang tidak tepat. Menurut Wibhowo (2019) faktor risiko orderline Personality Disorder adalah:

Faktor Biologis

Gangguan kepribadian ambang/borderline menurut penelitian disebabkan faktor biologis, yaitu faktor regio di otak dan sistem serotonergik.

Peneliti di bagian neurosains dan psikofarmakologi memiliki pendapat jika penderita gangguan kepribadian ambang/borderline memiliki profile neurobiologi yang unik pada prefrontal korteks terutama korteks prefrontal orbital dan korteks ventral media yang berperan dalam pengaturan perilaku agresif. 

Pasien dengan gangguan kepribadian ambang juga mempunyai ketidakseimbangan neurokimiawi dan hiperaktivitas amigdala yang mengakitabkan pasien dengan gangguan kepribadian ambang ini sulit mengontrol emosi dan perilaku agresif. Sistem serotonergik sebagai patogenesis juga menyebabkan perilaku impulsif yang ditunjukan oleh seseorang dengan gangguan kepribadian ambang (kusumawardhani, 2007).

Faktor Keturunan

Risiko seseorang mengalami gangguan kepribadian ambang lebih tinggi apabila seseorang tersebut memiliki keluarga/orang terdekat yang juga (seperti orangtua, keluarga kandung). 

Keturunan merupakan faktor risiko terjadinya gangguan kepribadian ambang, sehingga bisa saja seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan kepribadian ambang tidak mengalami gangguan kepribadian ambang, dikarenakan kondisi individu mengalami perkembangan kepribadian yang baik seperti memiliki citra diri yang baik, daya tahan stres yang baik, memiliki coping stress yang baik serta mekanisme pertahan diri yang tepat.

Traumatis pada masa kanak-kanak

Menurut Zarini & Frankenburg (Dalam Wibhowo, 2018) kepribadian ambang/ borderline karena dipengaruhi kepribadian yang rentan, pengalaman anak-anak yang tarumatik (seperti kekerasan baik seksual maupun fisik, pengabaian, kesulitan masa kanak-kanak, perpisahan, dll).

Diduga, bahwa pengalaman kanak-kanak yang traumatik (perceive childhood emotional invalidation) menjadi faktor kuat munculnya gangguan kepribadian ambang.

Penggunaan coping yang berpusat pada emosi

Faktor lain yang menjadi risiko munculnya kepribadian ambang/borderline adalah strategi pemecahan permasalahan/koping.

Folkman (1988) menyimpulkan bahwa strategi koping adalah usaha individu untuk mengurangi stres melalui usaha kognitif dan perilaku langsung.

Strategi koping dibedakan menjadi dua, yaitu strategi koping yang berpusat permasalahan (problem Focus copping) dan koping stres yang berpusat pada emosi (emotional focus copping). 

Kedua jenis koping ini sama efektifnya sepanjang digunakan pada kondisi yang tepat, hanya saja ada individu yang hanya mengembangkan satu jenis koping yaitu, emotional focus coping.

Bentuk emotional focus coping yang tidak tepat seperti melarikan diri, memendam perasaan amarah, melakukan perilaku bahaya, menolak dirinya sedang bermasalah sangat erat hubungannya dengan gangguan kesehatan mental.

Copper (dalam Wibhowo, 2018) seeorang yang bersedia melakukan negosiasi dan mengubah pandangan (pengubah penggunaan koping yang tidak tepat) maka akan lebih sehat jiwa dan menjadi pribadi yang lebih adaptif.

Seseorang yang hanya menggunakan koping emosi maka kecenderungan mengalami depresi dan kecemasan lebih tinggi dibandingkan orang yang menggunakan problem fokus coping.

Kegagalan menjalin hubungan romantis 

Bowne berpendapat jika faktor psikososial merupakan salah satu penyebab gangguan jiwa seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, kegagalan dalam hidup, permasalahan terhadap penyakit dan permasalahan dalam perkawinan.

Permasalahan terkait dengan pasangan merupakan salah satu stressor paling banyak memicu gangguan kejiwaan, salah satunya gangguan kepribadian. 

Menurut Comptom (2013), cinta romantis sangat penting dalam menjaga kesehatan psikologis dan fisiologis. Cinta romantis adalah emosi kompleks yang terdiri dari passionate love dan compationate love yang akan membuat seseorang tidak merasa kesepian, memiliki motivasi untuk bersosialisasi,perasaan nyaman dan damai.

Perasaan ini yang akan mengurangi perasaan kosong, kecewa, impulsif, kecemasan yang menjadi ciri kepribadian ambang (borderline).

Pada kasus Binar, karakteristik utama gangguan kerpibadian ambang/borderline yang nampak jelas adalah adanya ketidakstabilan emosi dan impulsivitas.

Ketidakstabilan tersebut meliputi emosi yang tidak stabil yang ditandai dengan kemarahan, kesedihan, kecemasan, kekosongan, dan ketakutan akan ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh faktor adanya peristiwa traumatik di masa kanak-kanak. 

Saat masih kecil, Binar mengalami perpisahan dengan ibunya. Hal ini menjadikan ia takut menjalin relasi dengan orang karena takut akan mengalami kekecewaan seperti pengalaman masa kecil. 

Binar juga mengalami kebingungan identitas diri. Ia tidak memahami mengenai keinginan dirinya, apa yang ia suka, apa yang jadi tujuan hidupnya. Ia memiliki karakter sebagai people pleassure sehingga ia mengikuti tuntutan dari lingkungan. Hal ini dikarenakan ia ingin menyenangkan orang dan mendapatkan rasa aman dan perhatian dari orang yang dia bahagiakan. 

Hal ini dapat disebabkan karena ia memiliki kecenderungan melakukan koping yang tidak tepat, seperti menghindari masalah agar tidak berkonflik dengan orang laian, agar tidak ditinggal orang lain, merasa bahwa dirinya baik, sehingga tidak mengizinkan dirinya memiliki sisi lemah serta terbiasa memendam perasaan yang dia miliki. 

Ketika semua ia lakukan dan tidak memperoleh yang ia harapakan maka terjadi kemarahan dari emosi yang terpendam dan muncul pada perilaku impulsivitas dan agresif.

Lantas bagaimana seseorang yang terdiagnosa gangguan kepribadian ambang/BPD bisa disembuhkan. Kepribadian seseorang berkembang seiring dengan bertambah usia, perubahan lingkungan dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan seseorang. BPD bisa menjadi lebih parah maupun bisa berkembang menjadi lebih baik tergantung dari penderitanya.

Apa yang harus dilakukan ketika seseorang terdiagnosa gangguan kepribadian gangguan mental?

Jalani pengobatan dari tenaga profesional, baik psikiater ataupun psikolog. Biasanya orang dengan gangguan kepribadian ambang/BPD juga terdiagnosa gangguan mental lain seperti bipolar, depresi, kecemasan, ocd, skizoafektif, bahkan skizofrenia. Sehingga ia perlu mendapatkan perawatan farmakoterapi maupun psikoterapi. 

Tidak perlu takut dengan stigma ODGJ yang ada di masyarakat, tenaga profesional akan membantu anda untuk mengurangi gejala, serta membantu anda untuk pengembangan diri anda agar dapat produktif dengan kondisi tersebut. Jangan melakukan self diagnosis, karena hal itu hanya membuat anda semakin kebingungan, memiliki citra diri buruk dan semakin membuat emosi dan suasana perasaan tidak stabil.

Terhadap seseorang dengan pengalaman traumatik, tidak perlu menolak pengalaman di masa lalu, karena itu hanya membuat seseorang menjadi tidak bisa menerima dirinya utuh dan berkutan dengan emosi yang terpendam di masa lalu. 

Belajarlah untuk menyayangi diri sendiri (Self love) dengan belajar menerima diri kita utuh baik kelehihan, kekurangan, perngalaman masa lalu baik yang menyenangkan maupun tidak dan belajarlah untuk memahami apa yang menjadi tujuan hidup kita. 

Sehingga kita bisa berkembang menjadi seseorang yang yang lebih baik dimasa depan. Seseorang memiliki masa lalu yang tidak bisa diubah, akantetapi seseorang memiliki pilhan untuk masa depannya.

Mengubah mindset bahwa mendapat perhatian hanya dari drama, seseorang bisa menadapat perhatian dari prestasi, membantu orang lain, bersosialisasi dengan orang lain, dan banyak hal lain.

Bersedia mengubah penggunaan koping yang awalnya hanya emotional focus coping menjadi maka akan lebih sehat jiwa dan menjadi pribadi yang lebih adaptif.

Jika belum mampu menghadapi permasalahan, emotional focous coping boleh dilakukan lebih dulu, tetapi pada akhirnya seseorang tersebut berani untuk menyelesaikan dan menghadapi permasalahan. Bukannya dengan menghadapi masalah dan tantangan, kualitas diri seseorang semakin meningkat.

Jalin hubungan romantis dengan pasangan. Seseorang dengan kepribadian ambang tidak perlu hanya berfokus pada masalah-masalah, trauma di masa lalu, tetapi berusaha menjalin relasi romantis dengan pasangan.

Hubungan romantis membantu seseorang memiliki kelekatan dengan sosok baru yaitu pasangan. Jika masalalu ia kehilangan sosok lekat seperti orangtua, maka ketika dewasa kelekatan tersebut beralih ke pasangan, dan ia akan mendapatkan dukungan, perhatian dari pasangan.

Ketika seseorang mendapatkan diagnosa gangguan kepribadian ambang (gangguan mental lain), maka jangan hanya berfokus dengan gangguan, tetapi fokus pada upaya yang bisa dilakukan untuk mengontrol gangguan yang dimiliki. Yang kedua kita tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kita bisa belajar dari masa lalu untuk memperbaiki diri dan bangkit di masa depan. 

Apabila seseorang belum mampu berdamai dengan masa lalunya, dan permasalahan psikologis terkait dengan trauma masa lalu yang masih mengganggu kehidupan saat ini maka mintalah bantuan profesioal seperti psikiater ataupun psikolog yang bisa membantu berdamai dengan masa lalu dan berusaha untuk menerima diri dan berkembang.

Kepribadian seseorang masih terus berkembang, sehingga kepribadian ambang menjadi teratasi atau tidak tergantung pilihan penderitanya.

***

Referensi:

American Psychiatric Assosiation (APA). 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5). Washington, DC: APA Publising

Hamidah; Sari, NLKR; Marheni, Adijati. 2020. Dinamika Psikologis Individu dengan Gangguan Kepribadian Ambang. Jurnal Psikologi Udayana Vol. 7, No. 2 H. 16-23.

Kusumawardhni, A; Andri. 2007. Neurobiologi Gangguan Kepribadian Ambang: Pendekatan Biologis Perilaku Impulsif dan Agresif. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 54 No. 4.

Wibhowo, Christine; Andromeda, Klara; Santoso, Justina Grasellya. 2019. Trauma Masa Anak, Hubungan Romantis dan Kepribadian Ambang: Jurnal Psikologi Vol. 46 No. 1 Hal. 63-71.

Wibhowo, Christine. 2019. Faktor Penyebab Kepribadian Ambang. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Wibhowo, Christine; Retnowati, Sofia; Hasanat, Nida. 2018. Social Support, Age and Borderline Personality: Jurnal Psikodimensia Vol. 17 No. 2.

Raharja, Tommy; Jusup, Innawati. 2021. Pasien Depresi dengan Gangguan Kepribadian Borderline yang Mendapatkan Terapi Psikofarmaka dan Psikoterapi Psikodinamik. Jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa Vol. 3 No. 1.

Santrock, J.W. 2002. Life Span Development Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Suprapto, Helena, Maria. 2014. Dialectical Behavior Therapy: Sebuah Harapan Bagi Individu dengan Gangguan Kepribadian Ambang. http://hdl.handle.net/123456789/173. UPH Surabaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun