Mohon tunggu...
Dr Juniarti CA CMA CPA(aust)
Dr Juniarti CA CMA CPA(aust) Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Dosen Program Studi Akuntansi, FBE, UK Petra, Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

COP 26 dan Transformasi Perubahan Perilaku Masyarakat Untuk Mencapai Net-Zero Emissions

24 Oktober 2021   20:55 Diperbarui: 24 Oktober 2021   21:10 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perubahan Iklim: Change Modelling and Risk Assessments, sumber: ukgbc dot org

Dampak dari pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia hampir dua tahun ini telah merubah tatanan dan cara hidup kita sebagai warga Dunia. Selain dampak dari penyakit itu sendiri, dampak secara ekonomi, sosial dan pendidikan sangat terasa mulai dari cara bekerja work from home (WFH), belanja secara online, memakai masker dan cuci tangan, menjaga jarak sampai dengan sekolah secara online.

Dampak pandemi Covid-19 relatif mereda. Namun sebenarnya ada bahaya yang jauh lebih besar dibanding pandemi covid-19. Bahaya tersebut juga sedang mengintai seluruh penduduk bumi, yaitu bahaya pemanasan global. Tidak kurang, Ibu Sri Mulyani, menteri keuangan RI pun baru baru ini juga sudah mengingatkan soal dampak pemanasan global ini.

Pemanasan global saat ini terus bergerak, pelan tapi pasti. Sebenarnya perubahan ini sudah semakin nyata, seperti mencairnya es di kutub utara, juga musim hujan dan dan kemarau yang sedikit bergeser.  Memang dampaknya seolah sepele saat ini. Tetapi tahukah kita bahwa hal seperi ini bisa menjadi seperti efek bola salju? Dampak buruk pemanasan global ini bisa tiba tiba membesar dan berubah menjadi bencana global dan sulit dikendalikan.

Karena kurangnya informasi dan kepedulian, saat ini sebagian penduduk bumi seperti katak yang dimasukkan ke dalam panci berisi air, diatas kompor yang sedang menyala. Saat suhu air mulai naik katak masih bisa menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu air yang mulai memanas dan merasa baik-baik saja. Sampai akhirnya air mendidih dan si katak merasakan ada bahaya dan ingin melompat keluar namun tidak mampu karena tenaganya terkuras saat menyesuaikan diri dengan suhu air yang terus meningkat. Akhirnya katak pun mati. Sesal kemudian tidak ada gunanya.

Bagi generasi-X yang lahir antara tahun 1965-1980 pasti mengalami zaman dimana naik kendaraan umum atau kendaraan pribadi tidak pakai pendingin udara (AC). Namun masih terasa nyaman. Hal ini karena polusi udara masih sedikit dan temperatur global juga masih belum naik secara signifikan. 

Pada zaman itu rumah-rumah juga jarang sekali yang memakai AC, apalagi di kota-kota seperti Bandung atau Malang. Namun saat ini rumah permanen atau gedung - gedung di kota sejuk tersebut banyak yang menggunakan AC untuk kenyamanan. Siang hari di jalanan kota Malang, saat ini relatif sama panasnya dengan panasnya jalanan kota Surabaya.

Disisi lain, penggunaan AC justru meningkatkan konsumsi listrik. Padahal kita tahu, bahwa energi listrik sebagian besar berasal dari proses pembakaran. Sehingga produksi karbondioksida yang memacu pemanasan global makin bertambah.

Ini artinya, kenyamanan sesaat karena penggunaan pendingin udara baik di gedung maupun kendaraan, justru menimbulkan bumi yang makin panas. Sebuah siklus yang bertujuan mengatasi masalah, tetapi justru menimbulkan masalah yang lebih besar di kemudian hari.

Bagaimana memutus siklus bumi yang makin panas?

Tugas dan tanggung jawab untuk mengurangi emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global adalah tugas dan tanggung jawab semua negara dan semua warga dunia. Dunia sebagai tempat hidup umat manusia harus dijaga keberlanjutannya untuk generasi selanjutnya. Tidak terkecuali negara kita Indonesia dan kita sebagai warga negara Republik Indonesia dan warga dunia bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian bumi dan alam ini.

Upaya dari masyarakat dunia dalam mencegah dampak dari pemanasan global ini sudah dimulai sejak tahun 1994, dengan diadakannya pertemuan tahunan bagi 197 negara untuk membicarakan perubahan iklim dan bagaimana cara menanggulanginya. Pertemuan ini merupakan bagian dari Konvensi Kerangka Kerja PBB atas Perubahan Iklim- yaitu perjanjian internasional yang ditandatangani setiap negara dan teritori di dunia yang bertujuan membatasi dampak aktivitas manusia atas iklim.

Tahun ini pertemuan tahunan akan diadakan di Glasgow, Skotlandia, pada tanggal 1-2 November 2021. Pertemuan ini dinamakan COP26. COP singkatan dari Conference of the Parties, sedangkan angka 26 merupakan pertemuan ke-26 sejak diselenggarakan pertama kali pada tahun 1994.

Agenda COP26 ini secara khusus merupakan tindak lanjut dari COP21 yang diadakan di Paris, yang saat itu menghasilkan "Kesepakatan Paris". Kesepakatan ini berisi target-target utama bagi seluruh negara yang hadir untuk menghindari bencana perubahan iklim. Semua negara yang terlibat berjanji untuk:

  1. Mengurangi gas rumah kaca
  2. Meningkatkan produksi energi yang dapat diperbarui
  3. Mempertahankan tingkat suhu global agar kenaikannya tidak sampai dua derajat celcius dan kenaikan idealnya maksimal 1,5 derajat celcius
  4. (Negara-negara maju) berkomitmen menyisihkan miliaran dolar untuk membantu negara-negara berkembang menghadapi dampak perubahan iklim

Namun sayangnya progres dari Kesepakatan Paris ini. implementasinya belum sesuai harapan. Menurut penilaian PBB, sejak 2015 sampai saat ini, ada ratusan negara yang tidak serius dalam upaya mengurangi emisi karbon. Karena justru emisi karbon meningkat sebesar 16% selama periode tersebut.

Jadi, COP26 akan menghadapi tantangan berat dalam upaya memastikan semua negara untuk berkomitmen mencapai nol emisi pada 2050, dengan pengurangan karbon yang lebih agresif dan pesat pada 2030.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia juga berperan penting dalam upaya mengurangi emisi karbon secara global. Negara kita juga terdampak akibat pemanasan global seperti kenaikan permukaan air laut dan perubahan iklim. Hal ini akan mengancam pesisir pantai di Indonesia dan pulau-pulau kecil akan banyak yang tenggelam, selain itu perubahan cuaca telah menyebabkan gagal panen di sejumlah daerah.

Sebagai sebuah negara, peran Indonesia untuk mengurangi emisi karbon secara global juga dipengaruhi dukungan seluruh masyarakatnya. Dibutuhkan transformasi perilaku masyarakat secara permanen untuk menuju budaya hemat energi dan ramah lingkungan dalam upaya mengurangi laju pemanasan global.

Secara spesifik perilaku masyarakat untuk mencapai Net-Zero Emissions adalah 3R : Reuse, Reduce dan Recycle. Perilaku 3R ini merupakan pondasi yang kuat bagi masyarakat untuk mewujud-nyatakan tindakan penyelamatan ekosistem bumi dari kerusakan yang lebih parah. Bila perilaku 3R ini dilakukan oleh seluruh masyarakat dan menjadi kebiasaan atau budaya baru,maka akan memberikan dampak yang sangat besar tercapainya Net-Zero Emissions dan kelestarian alam.

Berikut ini cara mendidik dan menyadarkan lebih dari 250 juta penduduk Indonesia untuk secara bersama-sama mewujudkan perubahan perilaku sesuai 3R secara permanen dan membudaya.

Langkah pertama

Kita harus menciptakan kebutuhan untuk perubahan dan mengatasi resistensi terhadap perubahan. Orang mau berubah bila ada kebutuhan atau tekanan untuk berubah.

Ada tiga hal yang dapat dilakukan agar masyarakat menyadari kebutuhan untuk berubah dan bersedia melakukan perubahan yaitu:

1.        Meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap tekanan untuk perubahan. Masyarakat harus peka terhadap kenaikan temperatur global, naiknya permukaan air laut, perubahan musim yang tidak menentu yang mengakibatkan bencana alam seperti banjir bandang, kekeringan, gagal panen dan lainnya. Kepekaan atas apa yang dirasakan diharapkan dapat mendorong kesadaran perubahan perilaku berbasis 3R.

2.        Mengungkapkan perbedaan antara kondisi saat ini dan yang diinginkan.

Kondisi ketidaknyaman saat ini seperti kekeringan, kelangkaan sumber air bersih dan polusi udara jelas sangat menurunkan kualitas hidup manusia. Dengan mengkomunikasikan kondisi lingkungan yang ideal bagi kehidupan manusia, hal ini diharapkan memberi dorongan lebih bagi masyarakat untuk mengubah perilaku lebih sesuai 3R.

3.        Mengkomunikasikan harapan positif

Masyarakat perlu tahu bahwa dengan usaha bersama akan tercapai Net-Zero Emissions dan kelestarian alam. Optimisme ini perlu dikomunikasikan secara intensif, sehingga ada harapan baik yang berkembang di masyarakat.

Supaya usaha - usaha diatas bisa berhasil maka perlu evaluasi evaluasi secara berkala, mengapa ada sebagaian masyarakat yang kurang tergerak untuk mengatasi perubahan iklim. Untuk itu perlu dipetakan kendala kendala seperti:

  • Mendengarkan dan memahami kesulitan mereka dalam melakukan perubahan
  • Memberikan informasi yang jelas dan lengkap agar pemahaman mereka sama dengan kita
  • Melibatkan mereka dalam setiap agenda atau proyek perubahan ini

Langkah kedua

Setiap gerakan haruslah ada pionirnya secara sistemik. Maka perlu dibentuk dukungan komunal melalui para pelaku atau pemerhati konservasi alam, tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah . Dukungan komunal ini untuk memberi contoh dan meyakinkan bahwa perubahan perilaku berbasis 3R adalah mudah dan dapat dilakukan oleh semua orang.

Langkah ketiga

Melakukan dan mengelola proses perubahan atau eksekusi program. Langkah ini dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan berikut ini :

  • Membuat Rencana Kegiatan yang  berisi detail kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan"peta jalan" untuk perubahan. Dalam perencanaan ini semua kegiatan harus diarahkan dan diintegrasikan untuk mencapai tujuan perubahan ini.
  • Menegaskan Komitmen dari seluruh  pemangku kepentingan utama yaitu masyarakat, komunitas, tokoh masyarakat, tetua dan seluruh aparat dan pejabat pemerintah untuk melaksanakan perubahan ini.
  • Menetapkan struktur Manajemen/Organisasi. Dalam melakukan perubahan ini garis komando atau hirarki tetap diperlukan untuk mengkoordinasikan kegiatan ini di lapangan. Selain itu juga agar tugas dan tanggung jawab setiap orang menjadi jelas dan efektif. Struktur organisasi ini bisa melibatkan RT/RW dan tokoh-tokoh masyarakat secara berjenjang sampai ke tingkat Nasional.

Belajar dari transformasi perubahan perilaku masyarakat karena pandemi covid-19, maka program yang menggerakkan masyarakat diseluruh wilayah Indonesia untuk bertransformasi menuju ke perilaku 3R yang hemat energi dan ramah lingkungan pasti juga akan terwujud.

Perubahan ini akan menjadi kebiasaan atau budaya baru di dalam masyarakat indonesia. Bukan hanya berkontribusi terhadap penanggulangan pemanasan global namun juga akan menciptakan masyarakat modern yang disiplin,mandiri dan bertanggung jawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun