Mohon tunggu...
Dr.Jody Antawidjaja
Dr.Jody Antawidjaja Mohon Tunggu... Dosen - Doktor Ilmu Hukum dan profesi Akuntan, dosen Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi serta pengamat sosial, sastra dan seni budaya

Penggiat Hukum Pajak, Ekonomi, Teater dan Sastra yang diawali sebagai aktivis Teater dan Sastra Bulungan yang terjebak sebagian besar waktunya sebagai birokrat dan dosen.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lewat UU Cipta Kerja, Negara Ini Makin Menjadi Surga bagi UMKM

27 Oktober 2020   12:25 Diperbarui: 27 Oktober 2020   12:28 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Tb. Djodi R. Antawidjaja

Reaksi dunia terhadap Undang-Undang Cipta Kerja cukup menggembirakan. Secara filosofis seakan upaya Indonesia dalam menarik investor luar diartikan sebagai keberanian negara ini dalam menutup jalan para birokrat opportunis dan calo tukang catut ijin setiap proyek investasi sebagaimana layaknya hambatan rent seeker yang biasa terjadi di negara berkembang.

Tak kurang Bank Dunia melihat UU Cipta Kerja sebagai upaya reformasi besar untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif dan mendukung aspirasi jangka panjang negara ini untuk menjadi masyarakat yang lebih sejahtera. Bank Dunia menilai penghapusan berbagai pembatasan besar pada investasi dan memberikan sinyal bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis. Hal tersebut dinilai dapat membantu menarik investor, menciptakan lapangan kerja, dan membantu Indonesia memerangi kemiskinan. Untuk itu Bank Dunia menunjukkan komitmennya untuk bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia dalam reformasi ini, menuju pemulihan ekonomi dan masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat Indonesia, demikian pernyataan resmi Bank Dunia 16 oktober 2020 yang lalu.

Yang menarik lagi adalah statement dari Morgan Stanley, bank investasi multinasional dan broker retail jasa finansial yang berbasis di New York. Morgan Stanley melihat Indonesia mau masuk ke Asia's manufacturing hub. Kita tahu Asia's manufacturing hub selama ini dipegang oleh China, mereka buka ekonominya tahun 2005 untuk ke depannya, tapi satu dekade terakhir ini terlihat banyak sekali negara-negara yang mau menjadi part of the Asia manufacturing hub seperti contohnya Vietnam dan Thailand, dan juga India. UU baru ini dianggap sebagai reformasi untuk kebijakan-kebijakan yang ada di Indonesia, salah satunya untuk menarik investasi langsung (foreign direct investment / FDI). Masyarakat internasional dan para investor asing semula menduga kalau perkembangan itikad memunculkan UU omnibus law ini akan terhenti karena adanya pandemi Covid-19, namun ternyata pemerintah Indonesia bisa membuktikan bahwa UU ini bisa disahkan dalam kondisi saat ini. Berita menggembirakan pun mulai masuk ke dalam negeri dengan adanya Omnibus Law tersebut, seperti rencana Tesla untuk membuat pabrik baterai di dalam negeri, sama halnya dengan LG Chem yang juga merencanakan hal yang sama, sejalan dengan pemberlakuan larangan Pemerintah melarang ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020 yang diejawantahkan melalui Permen ESDM No.11 tahun 2019. 

Sebetulnya bila dilihat inti dari Omnibus law, ide cerdas yang sudah diniatkan sejak pidato pelantikan presiden setahun yang lalu ini, tujuannya menarik investor dunia serta menuju perekonomian negara yang kompetitif, dengan menyasar pada tiga hal besar, yaitu UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM. Undang-undang ini diharapkan dapat memperkuat kebijakan moneter, inflasi yang relatif stabil, kebijakan fiskal yang lebih akomodatif, dan dapat mempercepat belanja infrastruktur. Tujuan utama dibentuk dan disahkannya undang-undang ini adalah agar penanaman modal asing (PMA) dapat berjalan lebih lancar dan makin bertambah. UU Ciptaker ini dibentuk untuk menghilangkan birokrasi dan aturan yang sebelumnya dinilai tumpang tindih. UU Ciptaker dibentuk dengan merevisi 79 undang-undang dan 1.244 pasal. Di dalamnya telah mencakup relaksasi dalam penghapusan daftar investasi negatif, reformasi tenaga kerja, kemudahan dalam perijinan, pengadaan tanah, dan perampingan administrasi pemerintah. Khusus bagi para pelaku UMKM, di era digital ekonomi ini, diharapkan salahsatu  dampaknya adalah agar berkembang sebagai  perusahaan startup-startup teknologi yang makin pesat, karena berpotensi transfer teknologi dalam hal ekonomi digital.

Di negara maju maupun berkembang, peran UMKM sangat penting, sebab menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar. Dari data  BPS terakhir, jumlah pelaku UMKM tercatat 64.199.606 unit (99,9% dari pangsa pelaku usaha di Indonesia), dibanding unit usaha besar yang hanya sebanyak 5.460 unit. Kontribusi UMKM terhadap pembentukan atau pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,7% terhadap PDB, dan kontribusi pada penyerapan tenaga kerja sebesar 97% dari total angkatan kerja di Indonesia yang berjumlah 120,6 juta pekerja (BPS, 2018). UMKM juga menyumbang 14,17 persen dari total ekspor dan menyumbang 58,18 persen dari total investasi.

Berdasarkan Sensus Ekonomi 2016, terdapat 3 bidang usaha Usaha Mikro Kecil (UMK) non pertanian yang usahanya menempati urutan teratas dalam perekonomian nasional yaitu:

  • Perdagangan besar dan eceran. 

Usaha di bidang perdagangan besar dan eceran adalah penjualan barang tanpa proses mengubah bentuk produk yang diperdagangkan, kecuali penyortiran atau pengemasan ulang. Biasanya pedagang membeli dalam skala besar untuk dijual lagi secara eceran.

  • Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum.

Usaha akomodasi dan penyediaan makan minum meliputi restoran, rumah makan, kafe, katering dan yang serupa.

  • Industri pengolahan.

Industri pengolahan yang dimaksud meliputi berbagai kegiatan produksi yang mengubah bentuk bahan baku atau mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang siap digunakan atau dikonsumsi. Contohnya industri garmen yang mengubah kapas menjadi kain, industri konveksi yang mengubah kain menjadi pakaian, dan lainnya

Peran penting UMKM didalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi tidak hanya dirasakan di negara-negara sedang berkembang melainkan juga di negara-negara maju. Selain peranannya sebagai sarana memeratakan tingkat perekonomian rakyat kecil dan sarana mengentaskan kemiskinan, UMKM juga penyumbang devisa bagi negara, sebab pasarnya tidak hanya menjangkau nasional tapi juga hingga luar negeri. UMKM juga mulai banyak berperan sebagai start up pada berbagai market place di pasar e-Commerce. Itu sebabnya peranan UMKM begitu penting bagi perekonomian  di Indonesia. Untuk diketahui, bahwa kriteria UKM bagi pengusaha di Indonesia menurut UU No.20 tahun 2008 tentang UMKM, pasal 6 ayat 1, 2 dan 3 nya membagi UMKM atas kelas menurut perpaduan aset dan omset penjualannya. Pengusaha disebut Mikro bagi yang ber aset 0 sd 50 juta rupiah dan beromset 0 sampai 300 juta pertahun, Pengusaha kecil untuk yang beraset 50-500 juta dan omset antara 300 juta sd 2,5 Miliar dan pengusaha kelas menengah untuk kategori memiliki aset 500 sampai 10 miliar serta beromset penjualan 2,5 sampai 50 miliar pertahun.

  Sebetulnya kontribusi UMKM yang begitu besar bagi pembentukan PDB dan lapangan kerja di Indonesia ini, kalau dilihat dari kontribusinya pada penerimaan pajak di Indonesia masih kecil dan masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini mungkin karena keberadaannya yang belum teradministrasi dengan baik sebagai wajib pajak dalam sistem self assessment. Dari 64,2 juta pelaku UMKM, data pembayaran pajaknya sesuai SPT yang masuk hanya sebesar Rp. 5,8 Triliun. Ini berarti hanya berkontribusi 0,4% dari seluruh penerimaan pajak. Pemerintah sudah sejak tahun 2014 sudah memfasilitasi dan memudahkan pajak khusus untuk UMKM melalui kebijakan Peraturan Pemerintah No.46 th 2014 dengan tarif khusus final 1% bagi UMKM dengan omzet penjualan dibawah Rp. 4,8 M setahun. Dirasa kurang menarik, tahun 2014 pemerintah merevisi lagi dengan memperkecil tarif final pajaknya menjadi 0,5% bagi UMKM melalui Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2018. Terlihat pemerintah sangat serius dalam memperjuangkan keberadaan para pelaku usaha kecil ini. Bahkan kebijakan pemerintah dalam mendata lebih jauh melalui kewajiban ber-NPWP bagi start up UMKM yang menjual produknya melalui marketplace e-commerce melalui ketentuan PMK-210 tahun 2018 ditunda pelaksanaannya sampai batas yang belum ditentukan, memenuhi permintaan asosiasi biar lebih berperan dulu di dunia e-commerce.

Rupanya harapan para pengusaha kecil ini dalam memperbaiki taraf hidupnya semakin optimis dengan disahkannya ketentuan Omnibus law yang banyak berpihak dan memang ditunjukkan untuk melahirkan atau menciptakan kerja, untuk mengerem deindustrialisasi yang sudah berlangsung cukup lama. Undang-undang Cipta Kerja bisa memberikan kemudahan bagi para Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan koperasi dengan paling tidak menguntungkan dalam hal:

Pertama, UU Ciptaker bisa mempermudah akses pembiayaan, akses pasar, akses pengembangan usaha, akses perizinan dan akses rantai pasok. (diatur pada Pasal 89 UU Ciptaker)

Kedua, dengan adanya Cipta Kerja ini bisa memberikan penguatan dan proteksi terhadap persaingan dengan usaha besar. (Pasal 90 UU Ciptaker) Jadi tidak betul, undang-undang Cipta Kerja ini akan mendorong liberalisasi investasi yang akan menyingkirkan UMKM karena setelah ini pengaturan investasi optimis akan banyak pengusaha besar yang segera menjalin kemitraan dengan UMKM.

Ketiga, UU Ciptaker memberikan kemudahan perizinan berusaha, pendaftaran perijinan cukup melalui daring atau luring hanya dengan melampirkan KTP dan keterangan dari RT setempat (diatur pada Pasal 91 UU Ciptaker)

Keempat, UU Ciptaker memberikan berbagai fasilitas pembiayaan dan insentif pajak (diatur pada Pasal 92 UU Ciptaker)

Kelima, dengan adanya UU Ciptaker ini, jaminan kredit program tidak harus berupa aset, tetapi kegiatan UMK yang dapat dijadikan jaminan kredit. (diatur pada Pasal 93 UU Ciptaker). Selama ini dalam sistem pembiayaan perbankan konvensional, aset menjadi jaminan untuk mendapatkan modal kerja maupun investasi, tapi sekarang dengan adanya UU ini, kegiatan usaha rencana usaha, order dan lain sebagainya bisa dijadikan semacam jaminan untuk mendapatkan modal kerja.

Keenam, UU Ciptaker memberikan kemudahan UMK dalam hal mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), kemudahan impor bahan baku dan bahan penolong sepanjang tidak ada di dalam negeri, juga fasilitas ekspor. (diatur dlm Pasal 94 UU CK)

Ketujuh, UU Ciptaker mewajibkan Pemerintah Pusat dan Daerah menyediakan perlindungan hukum bagi UMK (Pasal 96 UU CK)

Kedelapan, UU Ciptaker mewajibkan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mengalokasikan minimal 40% produk UMK dan Koperasi dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai ketentuan. (Pasal 97 UU CK)

Kesembilan, Pemerintah Pusat dan Daerah wajib memberikan pelatihan dan pendampingan pemanfaatan sistem/aplikasi pembukuan/pencatatan keuangan yang memberikan kemudahan bagi UMK. Dengan adanya UU ini, diharapkan kemampuan UMKM dalam menciptakan atau penyerapan tenaga kerjanya akan semakin besar (Pasal 98 UU CK)

Kesepuluh, UU Ciptaker bisa memberikan kemudahan untuk memaksimalkan potensi startup lokal. Terlebih startup yang berasal dari kalangan anak-anak muda kampus yang terdidik. (diatur pada Pasal 100)

Kesebelas, UU Ciptaker bisa memberikan kesempatan berusaha yang mudah dan juga memiliki kesempatan untuk berkembang sebagaimana layaknya korporasi besar (diatur pada Pasal 102 UU CK).

Keduabelas, UU Cipaker juga memberikan inkubasi untuk tujuan menciptakan usaha baru, menguatkan dan mengembangkan kualitas UMKM yang bernilai ekonomi dan berdaya saing tinggi, serta mengoptimalkan pemanfaatkan SDM terdidik dalam menggerakkan perekonomian dengan memanfaatkan Iptek. (Pasal 101 UU CK)

Ketigabelas,  UU Ciptaker mewajibkan Rest Area pada jalan Tol untuk mengalokasikan minimal 30% bagi tempat promosi UMKM dari total lahan area komersial melalui pola kemitraan, juga termasuk usaha penanaman dan pemeliharaan tanamannya (Pasal 103 UU Ciptaker)

Keempat belas, UU Ciptaker juga mewajibkan Pemerintah Pusat maupun Daerah, BUMN/D, untuk mengalokasikan penyediaan tempat promosi bagi UMKN pada terminal, Bandar Udara, Pelabuhan, Stasiun KA, Rest Area jalan Tol, dan infrastruktur publik lainnya dengan alokasi minimal 30% dari luas area infrastruktur publik yang bersangkutan. 

Omnimbus law juga menjawab kekuatiran para asosiasi pengusaha kecil yang mepertanyakan ketentuan pemerintah tentang kriteria UMKM yang berbeda antara kriteria menurut UU No.20/2008 tentang UMKM dan kriteria batasan pengusaha kecil menurut PP 23/2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, melalui  Pasal 87 UU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan kriteria di Pasal 6 UU UMKM.

Bila melihat beberapa kenyataan diatas, bukan isapan jempol bila ada ungkapan, betapa negara ini menjadi surga bagi para pelaku UMKM. Dan bila melihat fenomena gelombang protes buruh dan mahasiswa yang demo dijalan berjilid-jilid, akal sehat jadi berpikir, bukankah demo ini merupakan upaya akhir ciptaan dari para rent seeker dan oportunis preman berdasi pemersulit ijin berusaha di negeri ini, yang merasa sebentar lagi akan kehilangan penghasilannya bila UU ini ditetapkan?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun