Penunjukkan Erick Thohir sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga sebagai bagian dari "reshuffle" kabinet pemerintahan Presiden Prabowo Subianto agak berada di luar prediksi. Mantan Presiden Klub Inter Milan itu terbilang sudah cocok di BUMN lantaran rekam jejaknya sebagai seorang pengusaha.
Bagaimana pun, sentuhan dari sosok seorang pengusaha sangat dibutuhkan untuk BUMN agar roda gerak kerjanya bisa berjalan sesuai dengan sistem bisnis yang diharapkan.
Namun, langkah Presiden Prabowo dalam menentukan Thohir sebagai menpora sangat menarik untuk disimak. Pada titik pertama, Thohir sudah tak asing dengan dunia olahraga.
Selain sudah "go international" lewat kepemilikan saham di beberapa klub-klub olahraga pada level internasional, Thohir juga sementara ini menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Sejauh ini, pengganti ketum PSSI masih dalam tataran wacana.
Tentu saja, kalau terjadi pergantian ketum PSSI, diperlukan langkah yang efektif dan sosok yang tepat. Pasalnya, ketum PSSI mempunyai tanggung jawab besar dalam meneruskan tren sepak bola Indonesia yang sementara berkompetesi di babak ke-4 kualifikasi Piala Dunia 2026.
Harus diakui bahwa kehadiran Thohir di PSSI menjadi angin segar untuk sepak bola Indonesia. Bagaimana pun, Thohir mempunyai pengalaman dalam mengatur klub sepak bola sebesar Inter Milan. Dengan pengalaman tersebut, Thohir mempunyai jaringan kerja yang cukup luas.
Tak pelak, jaringan kerja itu tak menyulitkan Thohir dalam merekrut Patrick Kluivert sebagai pelatih Timnas Indonesia beserta staf yang berkategori kelas dunia untuk menjadi komando di kursi kepelatihan Timnas Indonesia. Pelatih asal Korea Selatan Shin Tae-yong secara mengejutkan dipecat, dan Thohir memilih Kluivert sebagai penggantinya.
Pemilihan Kluivert pun memperkuat reputasi sepak bola Indonesia. Walau nama Kluivert belum terlalu hebat dalam kapasitasnya sebagai pelatih, paling tidak Kluivert menaikkan popularitas sepak bola Indonesia.
Secara tak langsung juga kehadiran Kluivert ikut memperkuat warna Belanda dalam skuad Indonesia yang mana sudah dihuni oleh beberapa pemain naturalisasi asal negeri Kincir Angin tersebut.
Sistem naturalisasi sebenarnya tak hanya terjadi di masa Thohir sebagai ketum PSSI. Sudah berlangsung pada era-era ketum sebelumnya.
Akan tetapi pada masa Thohir langkah itu lebih bijak, selektif, dan terarah di mana para pemain sepak bola yang dipilih untuk bisa berkewarganegaraan Indonesia adalah mereka yang bisa benar-benar mempunyai peluang masuk ke dalam skuad Timnas Indonesia. Jadi bukan sekadar merekrut pemain naturalisasi.
Efeknya muncul pada permainan Indonesia. Kendati gagal mendapatkan tiket langsung ke Piala Dunia 2026 di babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026, Indonesia masih memiliki kesempatan lain. Langkah itu memang tak gampang namun itu tak mustahil tercapai apabila menimbang kontribusi dari sistem naturalisasi pemain.
Kiprah Timnas Indonesia di pentas sepak bola dunia semenjak Thohir menjabat sebagai Ketum PSSI patut mendapatkan apresiasi. Minat untuk menonton performa Timnas yang sudah bangkit sejak era pelatih STY tetap terjaga. Sepak bola Indonesia ikut dibicarakan di dunia internasional.
Oleh sebab itu, sangat diharapkan agar kiprah dan nama baik timnas sepak bola bisa tertular pada dunia olahraga secara umumnya. Itu menjadi salah satu asa yang berada di pundak Thohir sebagai Menpora yang baru.
Akan tetapi, langkah untuk menaikkan level prestasi dunia olahraga Indonesia itu tak sekadar dengan cara naturalisasi atlet semata. Toh, tanpa naturalisasi, ada cabang olahraga Indonesia yang sudah berprestasi di tingkat internasional, tetapi malah tergerus dan berjalan mundur.
Misalnya saja dunia Badminton. Cabang olahraga badminton ini menjadi salah satu cabang olahraga yang memberikan sumbangsih besar dalam mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional. Namun, dalam beberapa turnamen internasional terakhir, nama Indonesia cenderung tersingkir dari panggung juara.
Pasang surut prestasi cabang olahraga badminton telah menjadi sorotan serius. Sepertinya sulit sekali melihat kisah-kisah heroic atlet-atlet bulu tangkis kita naik ke podium untuk mengharumkan nama Indonesia. Untuk itu, hal itu menjadi pekerjaaan rumah Menpora Thohir.
Belum lagi, cabang olahraga yang berprestasi di kancah dunia internasional tetapi kurang diperhatikan. Misalnya, cabang olahraga panjat tebing yang sudah mempersembahkan medali emas di olimpiade Paris 2024.Â
Cabang olahraga itu hanya "seru" dibicarakan saat mendapatkan medali semata tetapi kurang disoroti saat tanpa gelar. Belum lagi jika pemerintah tak mempunyai program dalam regenerasi atlet agar tren menjadi kampiun tetap terjaga pada setiap event internasional.
Oleh sebab itu, langkah naturalisasi atlet tak boleh menjadi solusi. Pasalnya, ada cabang olahraga kita yang sudah pernah berprestasi tetapi prestasi itu terlihat mengering. Tanpa mengesampingkan kemajuan olahraga dari negara-negara lain, yang pasti bahwa hal itu bisa terjadi lantaran sistem kerja di dunia olahraga kita perlu dievaluasi secara jeli.
Sistem kerja itu bisa mulai dari proses pembinahan para atlet barangkali tak berjalan efektif, terstruktur, dan teratur. Selain itu, proses pembinaan atlet olahraga kita tak begitu serius disikapi untuk mengimbangi prestasi olahraga negara-negara lain.
Proses pembinahan itu bisa mulai dari penyediaan fasilitas, pembinaan atlet sejak usia dini hingga kesempatan bagi para atlet untuk berkompetesi. Kompetesi domestik yang minim hingga peluang bagi para atlet untuk berkiprah di luar negeri tak begitu mendapatkan tempat yang cukup luas bisa menjadi sebab dari kemandekan performa atlet olahraga di tanah air.
Tentu saja, itu bisa terimplementasi dengan baik jika dibarengi dengan ketersediaan dana yang cukup untuk dianggarkan untuk cabang olahraga. Apabila anggarannya besar, pasti ada peluang untuk melangsungkan kompetesi yang kompetetif dan terlibat dalam event-event internasional.
Lalu, alokasi anggaran juga perlu terhindar dari upaya korupsi yang bisa saja meruntuhkan dunia olahraga, tetapi menguntungkan kantong-kantong oknum yang tak bertanggung jawab.
Lebih jauh, olahraga tertentu seperti sepak bola tak boleh menjadi prioritas dari dunia olahraga di tanah air. Memang, harus diakui jika sepak bola menjadi olahraga yang sudah mengakar kuat di kehidupan masyarakat.
Akan tetapi, persepsi itu tak boleh membenarkan kebijakan yang menuntun agar sepak bola perlu diprioritaskan dan cabang olahraga lain hanya pelengkap. Ketika itu terjadi kementerian olahraga hanyalah nama belaka lantaran program kerja tak terjadi secara merata dan menyentuh esensi yang mau tercapai.
Oleh sebab itu, asa terbesar untuk Menpora Erick Thohir adalah membangun sistem pembinaan atlet yang tepat sasar dan juga memperlakukan setiap cabang olahraga secara sama, seimbang, dan merata. Di sini, tak ada olahraga tertentu dan atlet yang diprioritaskan lebih, dan cabang olahraga lain hanyalah dipandang pelengkap.
Â
Semoga
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI