Ketiganya berdasar pada bacaan suci dari injil Markus 6:1-6, 16-18 yang selalu dibacakan dan direnungkan setiap hari Rabu Abu.
Tiga hal itu semestinya menjadi cara hidup umat kristen Katolik selama masa praspaskah.Â
Wajah berpuasa dan berpantang itu tak hanya muncul lewat kontrol diri tak mengonsumsi makanan tertentu, terlebih khusus daging pada hari Jumat, tetapi lebih jauh kontrol diri dalam berperilaku dan bertindak.
Misalnya, barangkali seringkali menggunakan media sosial, hal itu perlu dikontrol dan lebih memilih waktu untuk melakukan hal-hal yang bermakna. Kontrol diri dari melakukan tindakan yang bercelah dan merugikan orang lain.
Juga, selama masa prapaskah, berdoa harus menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan setiap hari. Dengan kata lain, alokasi waktu untuk berdoa lebih banyak daripada waktu-waktu sebelumnya. Hidup doa itu juga ditambahkan dengan keaktifan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan sebagai wujud menguatkan pembangunan menggereja.
Berpuasa dan berdoa lebih banyak menguatkan hidup rohani secara pribadi akan menjadi genap tatkala dibarengi dengan perbuatan amal kepada sesama. Tindakan amal menjadi penggenapan hidup rohani.
Oleh sebab itu, perbuatan amal selama masa prapaskah menjadi salah satu hal yang patut dijalankan. Tujuannya, agar hidup iman pribadi benar-benar terpancar lewat perbuatan nyata.
Tiga pilar rohani yang dijalankan selama masa prapaskah itu bertujuan untuk membangun kesehatan rohani secara pribadi, relasi dengan Tuhan, dan kemudian dengan sesama. Muara akhir dari ketekunan menjalankan tiga pillar ini selama masa prapaskah adalah pembaharuan diri.
Sebagaimana peringatan di Rabu Abu di mana manusia secara kodratnya rapuh dan lemah yang mana gampang jatuh dalam keberdosaan, maka pembaharuan diri menjadi tuntutan sebagai makhluk Tuhan.Â
Pembaruan diri itu dilakukan lewat cara berpuasa/berpantang, berdoa secara tekun, dan melakukan perbuatan amal.
Selamat memasuki masa prapaskah!