Tottenham hanya mencari gol meski memenangkan pertandingan dengan skor tipis. Walau dikuasai oleh permainan City, Tottenham tolak tunduk pada dominasi Tottenham.
Cukup satu gol bagi Tottenham dari kaki Son Heung Min untuk meraih kemenangan. Tiga poin diamankan oleh pasukan Nuno Gomez.
Tottenham secara tidak langsung memberikan pelajaran bagi Man City. Metode ini bisa saja diikuti oleh tim-tim lainnya apabila bertemu Man City. Cukup bermain pragmatis, disiplin meladeni dominasi dan penguasaan bola, dan mencari celah untuk melakukan serangan balik.
Mendominasi pertandingan tidaklah cukup dalam memenangkan pertandingan. Efektivitas dalam mencetak gol sembari menjaga pertahanan dari serangan lawan adalah hal yang paling utama.
Bukan kali ini saja Man City mengalami situasi seperti ini. Kekalahan kontra Chelsea di final Liga Champions juga merupakan buah dari kebiasaan Pep yang mengedepankan para gelandang di lini depan, namun hal itu tidak efektif.
Sama seperti Pep kalah di Piala Community Shield kontra Leicester City. Anak-anak asuh Pep menguasai permainan. Ditambah lagi para pemain Man City kerap menyia-nyiakan peluang di depan gawang lawan.
Alhasil, Leicester menghukum Man City cukup dengan gol dari titik penalti. Salah satu kesalahan kecil di titik penalti sudah cukup mengakhiri perjalanan Man City dalam meraih titel. Â
Sejatinya, para gelandang bukanlah para pencetak gol. Umumnya, mereka mengatur permainan. Maka dari itu, Man City perlu seorang striker murni.
Tak berlebihan kalau Man City harus segera mengamankan tanda tangan Harry Kane. Dari catatan musim lalu, Kane bukan sekadar pencetak gol, tetapi Kane juga mampu menjadi pemberi assist bagi rekan-rekannya di Tottenham.
Kalau bergabung dengan Man City, peran Kane mungkin lebih sebagai striker karena Man City sudah memiliki beberapa gelandang yang bisa menyuplai assist untuk Kane.
Juga, bergabungnya Kane sekiranya mengubah pola permainan Man City. Penguasaan bola dan mendominasi permainan tidak lagi menjadi tujuan akhiri.