Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kelemahan Manchester City yang Cenderung Dipertahankan Pep Guardiola

16 Agustus 2021   14:22 Diperbarui: 18 Agustus 2021   03:25 2099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Man City kalah dari Tottenham di laga perdana Liga Inggris. Sumber foto: AFP/Adrian Dennis via Kompas.com

Manchester City menuai kekalahan di laga perdana Liga Inggris (15/8). Tottenham Hotspur mempermalukan pasukan Pep Guardiola ini dengan kemenangan tipis 1-0.

Kekalahan ini memang tidak menentukan secara total perjalanan Man City pada musim kompetesi 2021/22. Akan tetapi, kekalahan ini menjadi cerminan kecil dari pola permainan Man City di bawah kendali Guardiola.

Masih tidak terlalu berbeda dari gaya permainan yang diterapkan Pep. Pep dikenal sebagai pelatih yang menginginkan timnya mendominasi permainan.

Hasil saja tidak cukup. Yang paling penting adalah tim menguasai permainan dengan memainkan bola dari kaki ke kaki. Bahkan hasil dari sebuah terlahir dari pola permainan yang diinginkannya dan sistem yang telah diatur.

Secara umum, Pep cenderung mementingkan peran gelandang dalam pola permaiannya. Tak heran, pada beberapa laga musim lalu, termasuk di Liga Champions Pep menempatkan banyak gelandang dan mengabaikan peran striker murni.

Penguasaan bola berjalan sesuai rencana. Namun, hasil belum tentu berjalan searah dengan dominasi di lapangan.

Memang, tidak menutup kemungkinan bahwa prestasi Pep sejauh ini tak lepas dari gaya permainan yang diterapkannya. Namun, situasi juga berbeda. Beberapa pelatih bisa membaca gaya tersebut.

Jose Mourinho sangat familiar dengan gaya Pep. Tak ayal, Mou terlihat begitu tahu mengalahkan sistem yang diterapkan Pep.

Selain itu, Thomas Tuchel yang baru melatih Chelsea pada awal tahun ini. Tiga kali pertemuan di antara kedua pelatih, Pep selalu kandas di tangan Thomas Tuchel.

Sejatinya, hasil tetap menjadi tujuan akhir dari sebuah pertandingan. Contohnya di laga perdana Man City kontra Tottenham.

Tottenham hanya mencari gol meski memenangkan pertandingan dengan skor tipis. Walau dikuasai oleh permainan City, Tottenham tolak tunduk pada dominasi Tottenham.

Cukup satu gol bagi Tottenham dari kaki Son Heung Min untuk meraih kemenangan. Tiga poin diamankan oleh pasukan Nuno Gomez.

Tottenham secara tidak langsung memberikan pelajaran bagi Man City. Metode ini bisa saja diikuti oleh tim-tim lainnya apabila bertemu Man City. Cukup bermain pragmatis, disiplin meladeni dominasi dan penguasaan bola, dan mencari celah untuk melakukan serangan balik.

Mendominasi pertandingan tidaklah cukup dalam memenangkan pertandingan. Efektivitas dalam mencetak gol sembari menjaga pertahanan dari serangan lawan adalah hal yang paling utama.

Bukan kali ini saja Man City mengalami situasi seperti ini. Kekalahan kontra Chelsea di final Liga Champions juga merupakan buah dari kebiasaan Pep yang mengedepankan para gelandang di lini depan, namun hal itu tidak efektif.

Sama seperti Pep kalah di Piala Community Shield kontra Leicester City. Anak-anak asuh Pep menguasai permainan. Ditambah lagi para pemain Man City kerap menyia-nyiakan peluang di depan gawang lawan.

Alhasil, Leicester menghukum Man City cukup dengan gol dari titik penalti. Salah satu kesalahan kecil di titik penalti sudah cukup mengakhiri perjalanan Man City dalam meraih titel.  

Sejatinya, para gelandang bukanlah para pencetak gol. Umumnya, mereka mengatur permainan. Maka dari itu, Man City perlu seorang striker murni.

Tak berlebihan kalau Man City harus segera mengamankan tanda tangan Harry Kane. Dari catatan musim lalu, Kane bukan sekadar pencetak gol, tetapi Kane juga mampu menjadi pemberi assist bagi rekan-rekannya di Tottenham.

Kalau bergabung dengan Man City, peran Kane mungkin lebih sebagai striker karena Man City sudah memiliki beberapa gelandang yang bisa menyuplai assist untuk Kane.

Juga, bergabungnya Kane sekiranya mengubah pola permainan Man City. Penguasaan bola dan mendominasi permainan tidak lagi menjadi tujuan akhiri.

Efektivitas mencetak gol untuk meraih kemenangan yang perlu dikedepankan. Dengan kata lain, Man City juga perlu membangun gaya permainan serangan balik ke pertahanan lawan.  

Saya teringat Barcelona di bawah era Luis Enrique sewaktu masih melatih trio Messi, Suarez, dan Neymar. Enrique banyak dikritik karena dia sedikit memoles permainan Tiki-Taka yang ditinggalkan oleh Pep Guardiola.

Memanfaatkan kecepatan dan kualitas trio MSN ini, Enrique juga menerapkan serangan balik ke gawang lawan. Terlebih khusus saat terjadi tendangan pojok di area Barca, para pemain seolah diatur untuk mempersiapkan diri melakukan serangan balik.

Trio MSN menjalankan misi serangan balik ini dengan cukup lihai. Dari perubahan ini, Enrique pun meraih Treble bersama Barca.

Sekiranya, Man City juga perlu mengubah pola permainan.  Pola itu bukan saja akan membosankan, tetapi pola permainan itu terlihat rentan untuk dibaca dan dihancurkan oleh permainan lawan.

Barangkali  Pep perlu memikirkan bagaimana mempertahankan dominasi sembari membangun permainan dari serangan balik.

Musim kompetesi baru dimulai. Kekalahan Man City bukanlah tolok ukur dari kegagalan Man City untuk mempertahankan trofi. Kekalahan ini mungkin hanya awasan kecil untuk mengevaluasi pola permainan Man City sejauh ini.

Salam Bola

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun