Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Karier Politik Gibran dan AHY, Langkah Jokowi Lebih Taktis daripada SBY?

19 Juli 2020   08:35 Diperbarui: 25 Juli 2020   13:20 11867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan Gibran dan AHY di tahun 2017. (foto: Kompas.com)

"Jika Gibran berhasil memenangi kontestasi di Solo, ini bisa menjadi loncatan untuk langkah yang lebih besar. Dia sudah menunjukkan diri sebagai pemimpin politis."

Putra sulung Presiden Jokowi pindah haluan: dari seorang pebisnis kini bergerak ke dunia politik. Dengan ini, dia menyusul jejak langkah sang ayah. Dari seorang pebisnis, ayah dan anak ini masuk dunia baru. Dunia politik.

Walaupun ada perbedaan antara dunia bisnis dan politik, tetapi keduanya bisa saling melengkapi. Pengalaman di dunia bisnis bisa menjadi bahan pertimbangan dalam mengeluarkan keputusan dan kebijakan politik.

Namun, kadang kala juga, dunia bisnis harus tunduk pada kepentingan politik. Pada situasi seperti ini, seorang pebisnis harus bisa menunjukkan kompetensinya dalam berpolitik agar kepentingan bisnis bisa berjalan seturut kepentingan politis.

Tentang Gibran yang secara resmi masuk dalam kontestasi politik di kota Solo sangat menarik banyak pihak. Menarik hanya gara-gara Gibran adalah seorang anak Presiden. Ini juga menunjukkan tentang rekam jejak keluarga sendiri.

Gibran bisa melanjutkan jejak sang ayah. Menjadi politikus dari tempat asal. Kota Solo.

Andaikata Gibran memenangi kontestasi pemilihan walikota ini, Kota Solo menjadi salah satu, mungkin satu-satunya wilayah di tanah air yang pernah dipimpin oleh seorang ayah dan anak dalam jangka waktu yang berbeda.

Ditambah lagi dengan situasi di mana ayah adalah seorang presiden dan anaknya adalah salah seorang walikota. Tak elak, ini pun menunjukkan tentang dinasti politik.

Dalam mana, keluarga tertentu mempunyai pengaruh dalam konteks politik tertentu. Pengaruh itu pun terjadi dalam jangka waktu yang relatif singkat.

Terakhir kali Jokowi memimpin Solo pada tahun 2012. Dia tidak menyelesaikan periode ke-2 -nya sebagai walikota karena mengikuti kontestasi politik di DKI Jakarta.

8 tahun kemudian, Gibran mencalonkan diri menjadi walikota Solo. Kalau menang, ini berarti Solo dalam waktu yang relatif singkat berada di bawah komando satu keluarga.

Laju politik Jokowi cukup fenomenal. Dia berhasil muncul sebagai bintang baru dalam dunia perpolitikan tanah air. Karisma, brand politiknya dengan tema "blusukan", dan pencapaiannya sewaktu menjadi pemimpin politik di Solo dan DKI Jakarta menarik perhatian publik.

Saya kira Jokowi berada di istana hingga dua periode sampai saat ini berkat penampilannya dan performanya. Dia menunjukkan diri sebagai pemimpin yang membawa keberbedaan dengan para pemimpin terdahulu.

Ini bisa menjadi pekerjaan rumah untuk Gibran sekaligus tantangan. Bagaimanapun orang bisa saja memilih Gibran karena ingin memiliki visi kepemimpinan yang pernah dimiliki oleh Jokowi. Pada saat harapan itu tidak tercapai, masyarakat kecewa dan Gibran bisa terperosok di mata rakyat.

Terlepas dari hal itu, kehadiran Gibran bisa tidak lepas dari pengaruh sang ayah. Memang, sangat sulit mendeteksi apakah Jokowi berperan langsung pada pencalonan dan restu PDIP pada Gibran ataukah itu faktor keputusan politis semata.

Namun, kalau melihat lebih jauh, langkah Jokowi terbilang taktis. Secara tidak langsung, dia mempersiapkan Gibran untuk mengikuti jejak yang sama.

Dia membiarkan Gibran masuk dan terlibat dalam kontestasi. Pembiaran ini juga bisa membahasakan restu seorang ayah. Langkah selanjutnya sangat bergantung pada Gibran sendiri.

Jokowi tidak memiliki partai. Gibran sendiri mendapat restu dari partai yang sangat lekat dengan Jokowi. Dengan ini, pengaruh Jokowi bisa saja tak terhindarkan.

Berbeda dengan mantan Presiden SBY, pendahulu Jokowi. Meski mendirikan partai, langkah politis SBY terbilang masih tradisional.

Tongkat estafet kepemimpinan dari SBY ke AHY untuk memimpin partai Demokrat dilihat lebih karena faktor keluarga. Pendeknya, warisan keluarga.

Selain itu, AHY baru dipersiapkan menjadi pemimpin politis saat SBY sudah turun dari bangku kekuasaan di istana negara. Saat semasih berada di istana, AHY masih aktif memainkan perannya di militer.

Praktisnya, SBY mendukung anaknya berpartisipasi dalam politis saat beliau sudah turun tahkta. Pengaruhnya tidak terlalu kuat. Terbukti, AHY kandas di putaran pertama pilgub DKI. Kalah Pamor dari Anies dan Ahok yang sudah mendapat panggung politik di tanah air.

Andaikata SBY memberanikan diri untuk merekrut AHY sejak dini, misalkan sewaktu beliau masih jadi Presiden, bukan tidak mungkin pengaruh AHY bisa lebih besar. Namun, langkah ini baru diambil saat SBY sudah tidak lagi menjadi presiden. Terlihat terlambat bisa menimbang langkah Jokowi dengan kehadiran Gibran saat ini.

Jika Gibran berhasil memenangi kontestasi di Solo, ini bisa menjadi loncatan untuk langkah yang lebih besar. Dia sudah menunjukkan diri sebagai pemimpin politis. Performanya di Solo bisa menjadi lompatan untuk ruang politik yang lebih luas.

Sementara itu, AHY masih terbatas sebagai pemimpin partai. AHY juga hanya berada di seputaran isu tentang menjadi salah satu anggota kabinet Jokowi.

Mungkin situasinya agak berbeda jika AHY menjadi salah satu pemimpin politis di salah satu daerah ataukah direkrut masuk kabinet. Bisa jadi, peran ini bisa mengimbangi peran Gibran jika terpilih sebagai seorang walikota.

Langkah Jokowi terbilang sulit terbaca. Entahkah Gibran berpolitik karena langkah sang ayah ataukah murni niat pribadi, kita sulit menerka. Akan tetapi, ini adalah salah satu langkah taktis dalam berpolitik di tanah air.

Gobin Dd

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun