Praktisnya, SBY mendukung anaknya berpartisipasi dalam politis saat beliau sudah turun tahkta. Pengaruhnya tidak terlalu kuat. Terbukti, AHY kandas di putaran pertama pilgub DKI. Kalah Pamor dari Anies dan Ahok yang sudah mendapat panggung politik di tanah air.
Andaikata SBY memberanikan diri untuk merekrut AHY sejak dini, misalkan sewaktu beliau masih jadi Presiden, bukan tidak mungkin pengaruh AHY bisa lebih besar. Namun, langkah ini baru diambil saat SBY sudah tidak lagi menjadi presiden. Terlihat terlambat bisa menimbang langkah Jokowi dengan kehadiran Gibran saat ini.
Jika Gibran berhasil memenangi kontestasi di Solo, ini bisa menjadi loncatan untuk langkah yang lebih besar. Dia sudah menunjukkan diri sebagai pemimpin politis. Performanya di Solo bisa menjadi lompatan untuk ruang politik yang lebih luas.
Sementara itu, AHY masih terbatas sebagai pemimpin partai. AHY juga hanya berada di seputaran isu tentang menjadi salah satu anggota kabinet Jokowi.
Mungkin situasinya agak berbeda jika AHY menjadi salah satu pemimpin politis di salah satu daerah ataukah direkrut masuk kabinet. Bisa jadi, peran ini bisa mengimbangi peran Gibran jika terpilih sebagai seorang walikota.
Langkah Jokowi terbilang sulit terbaca. Entahkah Gibran berpolitik karena langkah sang ayah ataukah murni niat pribadi, kita sulit menerka. Akan tetapi, ini adalah salah satu langkah taktis dalam berpolitik di tanah air.
Gobin Dd