Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Dongeng Andersen: Putri Duyung Kecil (1837)

7 Oktober 2025   19:40 Diperbarui: 7 Oktober 2025   19:40 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Edmund Dulac, The Mermaid -- The Prince (1911). Public Domain, via Wikimedia Commons. 

Engkau, putri duyung kecil yang malang, dengan segenap hatimu juga telah berusaha melakukan hal itu. Penderitaan dan kesetiaanmu telah mengangkatmu ke dalam kerajaan roh udara, dan kini, dalam perjalanan tiga ratus tahun, engkau dapat memperoleh melalui perbuatan baikmu sebuah jiwa yang takkan pernah mati."

Putri duyung kecil itu menengadah, menatap matahari Tuhan dengan mata yang jernih dan bercahaya dan untuk pertama kalinya, matanya dibasahi air mata.

Di atas kapal, kehidupan kembali bergolak dan ramai. Ia melihat sang Pangeran dan mempelai wanitanya yang elok mencari-carinya. Lalu mereka memandang sedih ke buih laut yang bergolak, seolah mengetahui bahwa ia telah melemparkan dirinya ke dalam gelombang.

Tanpa terlihat oleh mereka, ia mencium kening sang pengantin wanita, tersenyum kepada sang Pangeran, lalu naik bersama putri-putri udara lainnya menuju awan-awan merah mawar yang berlayar tinggi di langit.

"Beginilah jalan yang akan membawa kita naik ke kerajaan Tuhan," kata mereka, "setelah tiga ratus tahun berlalu."

"Kita mungkin sampai ke sana lebih cepat," bisik salah satu roh. "Tanpa terlihat, kita terbang ke rumah-rumah manusia, di mana ada anak-anak. Dan untuk setiap hari di mana kita menemukan seorang anak baik, yang menyenangkan hati orang tuanya dan layak akan kasih mereka, Tuhan memendekkan masa ujian kita satu tahun.

Anak itu tak tahu ketika kita melayang di kamarnya, tetapi ketika kita tersenyum kepadanya dengan restu, satu tahun dihapus dari tiga ratus tahun kita. Namun bila kita melihat seorang anak nakal dan berbuat jahat, kita harus menitikkan air mata duka, dan setiap air mata menambahkan satu hari pada waktu ujian kita."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun