Mohon tunggu...
Doppo Bungaku
Doppo Bungaku Mohon Tunggu... Pendongeng Pemula

Konon, ada seorang pengembara yang memikul ransel berisi serpihan cerita. Ia mendengar bisikan pohon tua, percakapan api unggun, dan nyanyian anak-anak yang terlupakan. Semua ia simpan, satu per satu, hingga terkumpul menjadi mozaik dongeng yang bisa membuat siapa pun kembali percaya pada keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Dongeng Andersen: Putri Duyung Kecil (1837)

7 Oktober 2025   19:40 Diperbarui: 7 Oktober 2025   19:40 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Edmund Dulac, The Mermaid -- The Prince (1911). Public Domain, via Wikimedia Commons. 

Jauh di tengah lautan, airnya sebiru kelopak bunga jagung yang paling indah, dan sejernih kaca yang paling murni. Namun laut itu juga sangat dalam. Dasarnya lebih jauh dari jangkauan tali sauh mana pun, dan andai menara-menara gereja yang tinggi ditumpuk satu di atas yang lain, banyak sekali jumlahnya, barulah ujung yang paling atas akan dapat mencapai permukaan laut. Di sanalah kaum penghuni laut tinggal.

Janganlah kau bayangkan bahwa dasar laut itu hanyalah hamparan pasir putih yang gundul. Oh, sama sekali tidak! Pohon-pohon dan bunga-bunga yang menakjubkan tumbuh di sana, dengan batang dan daun yang begitu lentur hingga gerakan paling lembut dari air pun membuat mereka bergoyang, seolah-olah mereka hidup. Segala jenis ikan, besar maupun kecil, melesat di antara cabang-cabang itu, seperti burung-burung yang beterbangan di antara pepohonan di dunia atas. Dari kedalaman laut yang paling dalam menjulang istana Raja Laut. Dinding-dindingnya terbuat dari karang, dan jendela-jendela yang runcing tinggi itu dari ambar yang paling jernih; tetapi atapnya tersusun dari kulit-kulit kerang yang membuka dan menutup mengikuti pasang surut air laut. Sungguh pemandangan yang mengagumkan, sebab di dalam setiap kulit kerang itu terdapat mutiara yang berkilau, dan setiap butirnya saja cukup untuk menjadi kebanggaan di mahkota seorang ratu.

Raja Laut di sana telah menjadi duda selama bertahun-tahun, dan ibunya yang tua mengurus rumah tangganya. Ia seorang wanita yang bijaksana, tetapi sangat bangga akan darah bangsawannya yang luhur. Karena itu, ia menghiasi ekornya dengan dua belas tiram, sementara para wanita istana lainnya hanya diizinkan memakai enam. Selain hal itu, ia seorang yang amat patut dipuji, terlebih karena ia sangat menyayangi cucu-cucunya, para putri kecil laut. Mereka berjumlah enam gadis yang jelita, tetapi yang termuda adalah yang tercantik di antara semuanya. Kulitnya selembut dan setipis kelopak mawar, dan matanya sebiru laut dalam; tetapi, seperti saudari-saudarinya yang lain, ia tidak memiliki kaki---tubuhnya berakhir pada ekor seekor ikan.

Sepanjang hari mereka bermain di dalam istana, di aula-aula besar di mana bunga-bunga hidup tumbuh di dinding-dindingnya. Bila jendela-jendela tinggi dari ambar itu dibuka, ikan-ikan akan berenang masuk, sama seperti burung-burung walet yang menyambar masuk ke kamar kita bila jendela terbuka. Namun ikan-ikan ini akan berenang langsung ke arah para putri kecil, makan dari tangan mereka, dan membiarkan diri mereka dielus dengan lembut.

Di luar istana terbentang sebuah taman besar, dengan pepohonan berwarna merah menyala dan biru tua. Buah-buahnya berkilau seperti emas, dan bunga-bunganya berpijar seperti api di atas batang-batangnya yang selalu bergoyang. Tanahnya adalah pasir yang sangat halus, tetapi sebiru belerang yang menyala. Suatu tirai biru aneh meliputi seluruh tempat itu. Seakan-akan seseorang berada tinggi di udara, dengan langit biru di atas dan di bawahnya, bukannya di dasar laut. Bila laut benar-benar tenang, matahari dapat terlihat samar-samar, seperti bunga merah padma dengan sinar yang mengalir keluar dari kelopak-kelopaknya.

Masing-masing putri kecil memiliki sebidang taman kecilnya sendiri, di mana ia dapat menggali dan menanam apa pun yang disukainya. Salah seorang membuat petak bunganya berbentuk ikan paus; yang lain menganggap lebih elok jika taman kecilnya berbentuk duyung kecil; tetapi yang termuda menjadikannya bulat seperti matahari, dan di sanalah ia menanam hanya bunga-bunga yang semerah matahari itu sendiri. Ia seorang anak yang aneh, pendiam dan melamun; dan ketika saudari-saudarinya menghiasi taman mereka dengan berbagai benda aneh yang mereka temukan dari kapal-kapal karam, ia tidak mengizinkan apa pun berada di tamannya kecuali bunga-bunga semerah matahari dan sebuah patung marmer yang elok. Patung seorang pemuda tampan, dipahat dari marmer putih murni, yang telah tenggelam ke dasar laut dari kapal yang karam. Di samping patung itu ia menanam sebuah pohon dedalu yang berwarna mawar, yang tumbuh dengan subur hingga cabang-cabangnya yang anggun menaungi patung itu dan menjulur ke pasir biru, di mana bayangannya menjadi berwarna ungu dan bergoyang seirama dengan gerak dahan. Tampak seolah akar dan ujung cabang-cabangnya saling berciuman dalam permainan.

Tak ada sesuatu pun yang memberi kesenangan sebesar mendengar kisah tentang dunia manusia di atas sana bagi sang putri bungsu. Neneknya yang tua harus menceritakan segala yang diketahuinya tentang kapal dan kota, tentang manusia dan hewan. Yang tampak paling indah baginya ialah bahwa di daratan, bunga-bunga memiliki keharuman, sebab bunga-bunga di dasar laut tidak beraroma sama sekali. Dan ia menganggap menyenangkan pula bahwa hutan-hutan di sana berwarna hijau, dan bahwa ikan-ikan yang tampak di antara cabang-cabang pepohonan itu dapat bernyanyi begitu nyaring dan merdu hingga sangat menyenangkan untuk didengar. Neneknya harus menyebut burung-burung kecil itu sebagai "ikan", kalau tidak sang putri tidak akan mengerti apa yang sedang ia bicarakan, karena ia sendiri belum pernah melihat seekor burung pun.

"Kelak, ketika kau berumur lima belas tahun," kata neneknya, "kau akan diizinkan naik ke atas permukaan laut dan duduk di atas batu-batu di bawah sinar bulan, memandang kapal-kapal besar yang berlayar lewat. Kau juga akan melihat hutan dan kota-kota."

Tahun berikutnya, salah seorang kakaknya akan berusia lima belas, tetapi yang lain-lain---karena masing-masing lahir terpaut satu tahun dari berikutnya---maka yang bungsu masih harus menunggu lima tahun penuh sebelum ia boleh naik ke permukaan dan melihat seperti apa dunia kita ini. Namun setiap saudari berjanji akan menceritakan kepada yang lain segala sesuatu yang dilihatnya, dan apa yang paling menakjubkan baginya pada hari pertamanya di atas sana. Nenek mereka belum pernah menceritakan separuh pun dari apa yang ingin mereka ketahui, dan masih banyak hal yang sangat ingin mereka pahami.

Di antara semuanya, yang paling berhasrat dan tak sabar adalah sang bungsu, yang begitu pendiam dan melamun itu. Berkali-kali di malam hari ia berdiri di jendela kamarnya yang terbuka, menatap ke atas menembus air biru tua di mana ikan-ikan mengibaskan sirip dan ekornya. Ia dapat melihat bulan dan bintang-bintang, meskipun cahayanya tampak sangat redup; namun dilihat dari dalam air, semuanya tampak jauh lebih besar daripada yang tampak bagi kita. Setiap kali bayangan seperti awan melintas di atas mereka, ia tahu bahwa itu entah seekor paus yang berenang di atas sana, atau sebuah kapal dengan banyak manusia di dalamnya. Sedikit pun para manusia itu tak menyadari bahwa di bawah sana ada seorang duyung muda yang cantik jelita sedang mengulurkan lengan-lengan putihnya ke arah lunas kapal mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun