Mohon tunggu...
Farhandika Mursyid
Farhandika Mursyid Mohon Tunggu... Dokter - Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Penulis Buku "Ketika Di Dalam Penjara : Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi" (2017), seorang pembelajar murni, seorang penggemar beberapa budaya Jepang, penulis artikel random, pencari jati diri, dan masih jomblo. Find me at ketikanfarhan(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Maraknya Bunuh Diri dan Kiat Pencegahannya

21 Juli 2017   09:50 Diperbarui: 21 Juli 2017   21:23 2714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : youtube.com (channel: watchwellcast)

Dua hari yang lalu, tanggal 19 Juli 2017, seluncuran dunia maya Indonesia dikejutkan dengan berita tentang seorang figur publik bernama Oka Mahendra Putra yang meninggal dunia karena diisukan bunuh diri. Menurut berita yang ada, bahwa orang yang selama ini terkenal karena merupakan CEO Takis Entertainment ini, meninggal karena bunuh diri dengan menenggak racun sianida di kediamannya di kawasan Tangerang.

Namun, gosip-gosip tersebut dibantah langsung oleh pihak keluarga yang menyatakan bahwa Oka sendiri selama 2 bulan terakhir tidak makan dan minum bahkan beraktivitas sama sekali. Hal tersebut juga dibantah oleh pihak kepolisian, melalui Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan, AKP Alexander Yurikho. Beliau mengatakan bahwa tidak ada kasus bunuh diri atas nama Oka Mahendra Putra. Sampai tulisan ini dimuat, kepolisian masih mengungkapkan sebab di balik kematian Oka Mahendra Putra sendiri yang sudah dimakamkan di kompleks pemakaman muslim Al-Maajid, San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat.

Oka Mahendra Putra | sumber gambar : vice.com
Oka Mahendra Putra | sumber gambar : vice.com
Melihat pada simpang siur yang terjadi dalam kasus Oka, terutama ketika membahas tentang penyebab yang beredar di masyarakat. Sepertinya, kasus bunuh diri menjadi kasus yang cukup terkenal di tahun 2017 di Indonesia. Mungkin, masih teringat di benak kita soal curhatan dari Afi Nihaya di media sosial yang menguungkapkan rasa depresi yang dialami karena mengalami tindakan bullying di media sosial atas tuduhan plagiarisme yang diarahkan ke dia. 

Curhatan tersebut sempat menimbulkan berbagai respons dari masyarakat, ada juga yang merasa kasihan, ada juga yang merasa kesal dengan curhatan tersebut dan menudingnya sebagai hal yang dibesar-besarkan. Beberapa bulan yang lalu, juga, ada 2 kasus bunuh diri yang sempat menghiasi berita para netizen, yaitu kasus bunuh diri dari seorang bernama Pahinggar Indrawan yang dia siarkan sendiri melalui Facebook Live, dan juga kasus bunuh diri yang mengakhiri nyawa Jiro Inao, seorang warga negara Jepang yang terkenal sebagai General Manager dari idol group Indonesia paling populer, JKT48.

Hal yang cukup gila ketika dalam pergosipan di dunia maya, minimal sudah 4 kali kita berbicara tentang kasus bunuh diri. Sebuah kasus yang sudah seharusnya menjadi perhatian bagi pihak institusi kesehatan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa setidaknya pada tahun 2015, tercatat ada 812 orang yang melakukan bunuh diri di Indonesia. Diperkirakan sekitar dua hingga tiga orang di Indonesia melakukannya setiap hari. Angka tersebut baru hanya angka yang tercatat di kepolisian, mungkin angka aslinya bisa saja lebih tinggi. 

Data tentang bunuh diri lainnya juga dicatat oleh WHO. Menurut data WHO, tercatat bahwa tingkat bunuh diri di Indonesia sendiri tercatat cukup tinggi. Dimana, setiap 100.000 penduduk, tercatat ada 24 kasus bunuh diri. WHO sendiri mengonversi bahwa sekitar 50.000 warga Indonesia melakukan bunuh diri setiap hari, angka yang tidak jauh berbeda ketimbang Jepang, yang cukup terkenal dengan budaya harakiri (bunuh diri).

Angka tersebut seolah-olah memberikan pesan bagi kita semua tentang bahaya dari bunuh diri itu, sehingga perlunya bagi semua pihak, baik itu masyarakat ataupun pemerintah untuk melakukan intervensi. Angka tadi memang hanya tercatat dari kepolisian, namun pastinya angka tadi akan lebih besar jika kita melakukan survey untuk mendata orang-orang yang memiliki pikiran untuk bunuh diri dan belum terlaksana, sama seperti saudara kita yang baru saja disebutkan di paragraph sebelumnya, Afi. Masih banyak dari kita yang belum tahu atau bingung harus bertingkah seperti apa terhadap orang yang punya pikiran untuk bunuh diri, karena benar-benar tidak bisa tertebak seperti apa mereka itu.

sumber gambar : provoke-online.com
sumber gambar : provoke-online.com
Sekarang, terus terang, saya pribadi adalah salah satu dari "mereka" yang pernah punya pikiran untuk bunuh diri. Suasana yang terjadi pada saat itu benar-benar memprihatinkan. Saya merasa bahwa saya berada dalam titik terlemah dalam hidup, bahkan saya tidak ingin ada orang yang ingin mendekat atau sekedar bicara baik, karena pada saat itu, saya merasa bahwa di sekitar lingkungan saya hanya ingin saya untuk tidak ada. Saya teringat suatu waktu, salah satu teman saya bilang bahwa saya adalah orang yang bodoh dan tidak berguna. Sebuah hal yang sebenarnya benar adanya, karena saya bukan orang yang mungkin bisa dalam banyak hal. Waktu itu, saya sendiri merasa bahwa saya sudah tidak bisa menerima lagi apa yang ada dalam diri saya, atau mungkin saya tidak bisa menjawab dua pertanyaan dasar dalam hidup saya, yaitu:
  • Siapakah diri saya?
  • Untuk apa saya diciptakan di muka bumi ini?

Selama berminggu-minggu, saya sendiri masih belum menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut. Yang ada, malah pikiran untuk bunuh diri saya semakin membesar dan membesar. Bahkan, pada waktu itu, saya sempat mencoba minum pil analgesik dalam jumlah besar hanya sekedar untuk mencelakakan diri sendiri. Namun, tidak ada hal signifikan yang kurasakan pada waktu itu. Hanyalah sakit di perut saja yang kurasakan waktu itu. Hal itu membuatku kembali berpikir kembali tentang makna hidupku sendiri. Terutama, mulai menemukan tujuan dari dua pertanyaan tersebut di atas.

Pelan-pelan, saya mulai kembali menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut. Saya mencoba untuk sedikit terbuka tentang permasalahan yang saya alami, pertama-tama, terbuka ke orang tua dan beberapa teman yang saya percaya dan saya rasa mampu untuk mengatasinya. Dari pembicaraan tersebut, saya mulai merasa bahwa salah satu alasan bahwa pikiran-pikiran seperti itu muncul adalah saya yang akhir-akhir ini mulai kurang dekat dengan Allah SWT.

Dari situ, saya mulai kembali melihat ke belakang tentang kesalahan atau dosa apa yang telah saya perbuat selama ini. Baik itu dosa kecil, seperti bercanda atau berkata tidak pada tempatnya, ataupun dosa besar, seperti melakukan perbuatan maksiat. Saya mulai coba kurangi satu-persatu dosanya, meski mungkin masih sangat susah mengingat aku yang terbiasa untuk kurang konsisten.

Namun, dari pembicaraan itu, pelan-pelan, ada beberapa orang yang justru memutarbalikkan pernyataan "aku tidak berguna" tersebut. Mereka meminta aku untuk menerima diri sendiri dan tidak berpikir tentang apa yang akan orang lain katakan kelak, selama hal tersebut masih dianggap benar. Mereka juga mulai kembali menyadarkan saya bahwa tidak ada manusia yang tidak sempurna. Terus terang, saya sendiri merasa iri dengan orang-orang yang memiliki kemampuan di luar apa yang saya punya. 

Contohnya, ada teman yang bisa memperbaiki lampu di rumah, saya justru tidak. Ada orang yang bisa menyetir mobil dengan bebas, saya justru tidak. Ada orang yang bisa dengan segala ilmu kedokteran yang dimiliki, saya justru tidak. Tetapi, mereka menyadarkan aku tentang satu hal. Yaitu, saya sudah punya satu buku, saya sudah menulis artikel yang sukses dan sempat menjadi pembicaraan di Kompasiana, dan saya sudah nyaris memperoleh gelar dokter. Hal-hal tersebut adalah sebuah pencapaian yang sebenarnya banyak orang ingin peroleh, namun tidak mereka peroleh karena berbagai hal, entah itu dari segi minat ataupun dari segi pendapatan.

Bagi saya atau mungkin, beberapa orang yang memiliki pikiran yang sama, tentu saja masalah kejiwaan menjadi penyebab besar bagi orang untuk bunuh diri. WHO mencatat bahwa 95% orang yang bunuh diri itu memiliki masalah kejiwaan. Masalah yang paling sering dialami itu berupa gejala depresi, bipolar (mood yang sering berganti-ganti) dan juga PTSD (gejala stress pasca trauma, biasanya dialami setelah merasakan trauma besar, seperti kecelakaan lalu lintas ataupun bencana alam), bisa juga dari fobia, kecemasan atau gejala kecanduan zat adiktif.

Pada momen saya waktu itu, gejala yang paling sering saya alami yaitu depresi, tapi saya sendiri memiliki gejala kecemasan, terutama ketika berhadapan dengan orang atau ada hal yang cukup besar. Saya pribadi termasuk orang yang beruntung karena waktu itu, saya sendiri entah kenapa tidak ada keinginan untuk mengonsumsi minuman keras serta tidak memiliki senjata tajam ataupun senjata api.

Jika menilik kasus-kasus bunuh diri yang pernah terjadi, cukup banyak penyebab yang bisa didapatkan dari hal tersebut. Hal tersebut kebanyakan datang dari peristiwa yang menyedihkan, seperti putus dari pacar atau orang tersayang (bisa itu orang tua ataupun keluarga, perceraian, atau kehilangan kekasih karena kematian, ataupun juga dari pemberhentian dari tempat kerja yang menyebabkan neraca keuangan menjadi semakin berkurang, ataupun juga dari permasalahan dari keuangan, seperti usaha yang bangkrut ataupun terlilit utang dalam jumlah besar. 

Dan, di zaman yang cukup memanfaatkan teknologi ini, penyebab bunuh diri dapat terjadi dari Internet. Mungkin, para pembaca sudah mengenal istilah cyber bullying yang dialami oleh tidak sedikit orang di Indonesia. Tidak hanya cyber bullying saja, ternyata ada media-media tertentu juga yang justru mempromosikan tindakan bunuh diri. Meskipun itu, ada faktor-faktor lainnya yang meskipun itu berada pada skala kecil dan dipertanyakan keabsahannya, dapat menyebabkan bunuh diri, seperti masalah tidur, kondisi geografis, bahkan kadar kolesterol pun bisa terjadi.

bunuh diri hanyalah solusi tetap dari masalah yang hanya sementara | sumber gambar : notable-quotes.com
bunuh diri hanyalah solusi tetap dari masalah yang hanya sementara | sumber gambar : notable-quotes.com
Jadi, jika ada dari para pembaca yang memiliki pikiran serupa seperti saya tadi, apa yang sebaiknya dilakukan?

Pertama, coba lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketika kamu sudah berpikir untuk bunuh diri, berarti kamu sudah tidak mensyukuri apa yang Tuhan berikan kepadamu. Lebih banyak beribadah dan konsultasi kepada Tuhan. Karena, apa yang kamu miliki itu semuanya milik Tuhan. Banyak-banyak meminta ampun kepada-Nya.

Kedua, coba cari tahu apa sebenarnya yang menjadi permasalahanmu. Cari akarnya, dan coba cerita dengan teman yang dirasa dapat kamu percaya untuk membantu mencari solusi yang terbaik. Tetapi, utamakan terlebih dahulu orang tua, karena orang tua adalah orang yang mengetahui dirimu sebelum teman-temanmu. Setelah itu, baru coba ke teman-teman terdekat. Jika, belum berjalan baik, bisa meminta bantuan kepada psikolog atau dokter spesialis kejiwaan untuk menemukan terapi terbaik.

Ketiga, cari apa kira-kira yang sudah menjadi kesukaanmu, dan selama itu berada di jalur yang diperbolehkan, jalani! Misalnya, kamu senang berbisnis, lakukan dengan jalan yang halal. Kamu senang menulis, tulis materi sebanyak-banyaknya selama itu ternoktah dalam pikiranmu. Do what you love and love what you do. Let everyone judge you, but as long as it's good for you, keep doing you!

Keempat, jika berada pada fase sulit, coba sediki berikan porsi di mana kamu bisa menyendiri terlebih dahulu. Pikirkan tentang tujuan hidup, pikirkan tentang inspirasi. Tidak mesti merenung di pojok rumah saja, bisa juga dengan berjalan-jalan sendirian ke tempat-tempat yang mendatangkan inspirasi, seperti kafe, tempat nongkrong ataupun wisata alam.

Kelima, jika ada masalah, cari cara yang membuatmu bisa melupakan masalah tersebut, bisa dengan tidur, bisa dengan yoga sebentar. Cari cara terbaik utnuk sekedar refreshing otak.

Jika kamu berada pada posisi orang yang merasa bahwa temannya berada dalam pikiran untuk bunuh diri, apa yang sebaiknya dilakukan?

Pertama, ingatlah, orang yang berada dalam pikiran untuk bunuh diri itu kondisi kejiwaannya sedang terombang-ambing, mereka merasakan bahwa mereka sudah tidak berguna lagi, sehingga membutuhkan kesabaran tinggi untuk mendengarkan ceritanya. Coba menjadi pendengar yang aktif dan dengan empati.

Kedua, jadilah teman yang dapat memberi masukan yang bagus dan janganlah menjatuhkan mereka. Berikan solusi secara dua arah, yaitu solusi yang melibatkan teman tersebut, tidak hanya solusi yang kamu berikan.

Ketiga, jika kamu tinggal di sekitarnya, usahakan untuk menemaninya dalam jangka waktu yang lama, jauhkan teman kamu itu dari segala bentuk alat yang dapat merangsang teman itu untuk bunuh diri. Jauhkan dari senjata ataupun benda-benda tajam, senjata api (jika punya), racun serangga, bahkan jenis obat-obatan untuk mengurangi overdosis.

Keempat, kurangi sifat judging, atau menilai seseorang hanya karena sifat tersebut. Orang yang memiliki pikiran untuk bunuh diri justru orang yang butuh bantuan, dia bukanlah orang yang lemah, namun mungkin saja ada masalah yang belum pernah dia hadapi dan dia bingung solusi apa yang harus dijalankan.

Jika kamu berada pada posisi stakeholder, ataupun mungkin pihak pemerintah, apa yang seharasnya kamu lakukan untuk mengurangi angka bunuh diri tersebut?

Pertama, perlunya perbaikan untuk hotline bunuh diri. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan memang pernah memberikan pelayanan kesehatan jiwa per telepon di nomor (021) 500 454. Namun, beberapa bulan terakhir ini, saya coba telepon nomor tersebut, tidak ada sambungan sama sekali. Alangkah baiknya, nomor hotline tersebut diadakan kembali.

Kedua, perlunya situs atau aplikasi online yang melayani orang-orang dengan masalah kejiwaan minor, seperti depresi, panik ataupun hal lainnya dengan melibatkan kader kesehatan jiwa ataupun psikolog. Contoh tersebut sempat dipraktekkan oleh negara Inggris dengan membuka layanan surel (surat elektronik) bagi mereka supaya bisa konsultasi masalah kejiwaan yang mereka alami. Mungkin, contoh serupa bisa diterapkan di Indonesia dengan pembukaan aplikasi smartphone berbasis konsultasi yang aktif selama 24 jam dan tanpa pungutan biaya.

Ketiga, bagi daerah dengan akses teknologi yang kurang memadai, lakukan pengadaan klinik konsultasi jiwa, atau jika tidak memungkinan, lakukan program berupa Kader Kesehatan Jiwa, yang bertujuan untuk mendata warga dengan kemungkinan beresiko memiliki penyakit jiwa, ataupun melakukan tindakan promotif untuk mengurangi kecenderungan tersebut.

Oleh karena itu, terlepas dari apakah sebab kematian Oka itu dikarenakan bunuh diri atau tidak, mari kita wujudkan Indonesia terbebas dari tindakan bunuh diri! Dan, mari saling bantu membantu dan mendoakan orang yang punya pikiran untuk bunuh diri

sumber gambar : galioninquirer.com
sumber gambar : galioninquirer.com
NB: Tulisan ini disusun sebelum vokalis Linkin Park, Chester Bennington, meninggal dunia karena ditemukan gantung diri di kamarnya. Terus terang, saya pribadi sudah mendengarkan dan turut mengikuti musik Linkin Park semenjak SD. Bisa dibilang, lagu-lagu Linkin Park juga lah yang memperkenalkan saya dengan musik hip-hop, mungkin bisa dibilang sebagai perkenalan yang aneh, berhubung aliran genre mereka mengarah ke nu-metal. Sehingga, berita kematian ini memang menjadi berita yang buruk bagi saya.

Rest In Peace, Chester.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun