Dan dalam pengambilan sebuah keputusan, harus juga memperhatikan pepatah adat berikut:
“Nan buto paambuih lasuang, nan pakak palapeh badia, nan lumpuah paunyi rumah, nan kuaik pambao baban, nan binguang disuruah-suruah, nan cadiak lawan barundiang".
Artinya tentang hal di atas menjelaskan bahwa, seorang kepala kepemimpinan harus mampu menempatkan setiap individu yang di pimpinnya pada posisi yang benar-benar dikuasainya.
Sebelum itu, pemimpin juga harus mampu menelaah dan membaca karakter masing-masing, sehingga setiap amanah yang diembankan bisa memberikan hasil terbaik dan tentunya memuaskan.
Dan ketika sebuah keputusan sudah diambil, maka perlu ada penegasan sebagaimana disebut pada adagium dibawah :
“Tembak nan baalamaik, pandang nan batujuan, bajalan mahadang bateh, balayia mahadang pulau".
Maksudnya, seorang pemimpin juga harus mampu menekankan kepada individu yang dipilih bahwasanya tanggung jawab yang dibebankan harus mampu diemban sebaik mungkin. Jangan lupa juga, ada konsekuensi atas segala bentuk kelalaian dari tugas yang diberikan.
“Alu pancukia duri".
Meski pepatah Minang di atas hanya 3 suku kata, maknanya seorang pemimpin harus bisa memberi arahan mengenai tanggung jawab, jangan sampai melakukan kesalahan yang nantinya akan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Memimpin masyarakat yang banyak dalam suatu daerah bukanlah perkara yang gampang, karena yang dihadapi datang dari perbedaan karakter dan latar belakang yang tidak kita ketahui.
Untuk itu, memilih pemimpin atau wakil dari suatu masyarakat harus benar-benar diyakini bisa untuk menjadi motor penggerak kemajuan dan kesatuan dalam bermasyarakat.