Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Getaran dan Tekanan Stairlift di Candi Borobudur akan Menyebabkan Keretakan Batu

18 Juni 2025   11:41 Diperbarui: 18 Juni 2025   18:20 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Wisatawan yang tidak bisa mengakses zona I atau halaman Candi Borobudur lantaran ditutup pada Senin (26/5/2025). (Foto: KOMPAS.com/Egadia Birru)

Akibatnya proyek pembangunan terhenti sementara. Namun ini bukan berarti pekerjaan arkeologi menghambat pembangunan.

Studi Kelayakan Arkeologi sebenarnya sudah lama diterapkan untuk mengantisipasi dampak pembangunan fisik. Beberapa tahun terakhir ini sejumlah arkeolog dilibatkan dalam pembangunan jalur MRT di Jakarta. Banyak temuan dari masa kolonial pernah dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta pada pertengahan 2024.

Sejak lama pula tinggalan budaya masa lampau menjadi objek wisata yang menarik. Beberapa di antaranya telah diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia. Memang sah-sah saja menjadi objek wisata. 

Apalagi UUCB 2010 menyebutkan istilah pelestarian, yakni upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

Di sinilah masalah yang muncul sejak lama. Memang tujuan akhir dari arkeologi adalah memperlihatkan benda temuan kepada masyarakat. Kalau bendanya berukuran kecil akan disimpan di dalam museum. Sebaliknya kalau berukuran besar, tetap dibiarkan berada di kawasan situs.

Masalah konservasi dan pariwisata

Namun masalah konservasi dan ekonomi atau pariwisata tidak pernah berjalan sejajar. Contoh yang paling nyata terjadi pada Candi Borobudur. 

Banyak batu candi pada lantai, tangga, stupa, dan relief cerita telah mengalami keausan, kerusakan, dan kekotoran karena terkena gesekan alas kaki pengunjung selama bertahun-tahun. Beberapa tahun lalu pengunjung Candi Borobudur diharuskan memakai alas kaki khusus untuk meminimalisasi keausan/kerusakan batu.

Yang ironis, masalah keilmuan dalam arkeologi sering kali dikalahkan kepentingan politis atau penguasa. 

Terakhir berupa (rencana) pemasangan eskalator, yang ternyata stairlift, di Candi Borobudur untuk kunjungan Presiden Prancis E. Macron. Namun kemudian Macron menolak menaiki stairlift karena ingin menghormati budaya Indonesia.

Banyak pihak menentang rencana ini, antara lain datang dari masyarakat, komunitas budaya, arsitek, sejarawan, dan tentu saja arkeolog. Namun pemerintah tetap pada keputusannya. 

Masyarakat mengira pemasangan stairlift untuk sementara saja, nyatanya secara permanen. Bahkan stairlift akan dipasang pada beberapa kepurbakalaan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun