Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jaya Suprana: Dalam Mengunjungi Museum yang Penting Ada Getaran Sukma

26 September 2019   18:37 Diperbarui: 26 September 2019   18:48 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para peserta seminar nasional (Dokpri)

Museum Sumpah Pemuda kembali menggelar kegiatan. Kali ini berupa Seminar Nasional menyambut 91 tahun Sumpah Pemuda. Tema yang diambil "Peran Museum dalam Mendukung Generasi Muda Menghadapi Era Global". Seminar berlangsung pada Kamis, 26 September 2019 bertempat di Museum Nasional.

Kegiatan diawali laporan Kepala Museum Sumpah Pemuda Ibu Titik Umi Kurniawati. Ibu Umi baru menjabat sekitar tiga minggu, menggantikan Ibu Huriyati. "Judul ini diharapkan menggugah kembali semangat sumpah pemuda yang memprioritaskan peranan generasi muda," kata Ibu Umi.

Seminar nasional diikuti sekitar 230 peserta yang terdiri atas dosen, mahasiswa, guru, siswa, komunitas, dan instansi terkait. Pendaftaran peserta dilakukan lewat media sosial. Sebagian lagi lewat jalur undangan. Sebagian peserta berasal dari luar Jakarta. Berhubung Dirjen Kebudayaan berhalangan hadir, seminar dibuka oleh Kepala Museum Nasional Bapak Siswanto.

Dari kiri Pak Jaya, Pak Sumardiansyah, Mbak Musiana, dan Pak Yudhi (Dokpri)
Dari kiri Pak Jaya, Pak Sumardiansyah, Mbak Musiana, dan Pak Yudhi (Dokpri)
Super milenial

Pak Jaya Suprana berbicara pertama. Beliau banyak menyelipkan humor. Maklum ia dikenal pakar kelirumologi. "Kenapa yang didukung generasi muda. Justru generasi tua yang tidak mengerti sejarah," katanya disambut tawa, "Mereka harus sering berkunjung ke museum".

Moderator seminar menyebut setelah generasi milenial muncul generasi Z. Namun, menurut Pak Jaya, mereka lebih tepat disebut generasi super milenial.

Menurut Pak Jaya dalam mengunjungi museum yang penting ada getaran sukma. Ia telah mengunjungi 90 negara yang berarti mengunjungi ratusan museum. Getaran sukma ia dapat ketika mengunjungi Museum Seni Islam di Doha, misalnya.

Pak Jaya menyinggung soal kreativitas generasi muda. Misalnya dalam salah satu media sosial ia membaca ada iklan "Menjual DPR dan isinya". Lalu ada komentar "Dikasih aja nggak mau". Begitulah kreativitas generasi muda.

Secara kelakar Pak Jaya pernah tidak setuju dengan ucapan Gus Dur bahwa DPR seperti taman kanak-kanak. "Ini kan berarti penghinaan kepada taman kanak-kanak. Anak-anak seusia itu kan masih polos, misalnya belum tahu arti korupsi," kata Pak Jaya disambut tawa lagi.

Pembicara kedua C. Musiana Yudhawasthi menyoroti kelebihan generasi muda, yakni kemampuan audio-visual, kemampuan teknologi, dan sebagai kelompok terluas dalam berbagai informasi. Juga generasi muda tidak cakap menangkap kalimat panjang dan tidak fokus.

Pembicara ketiga Yudhi Soerjoatmodjo membahas museum dan teknologi digital. Jadi, katanya, tidak dengan kertas, melainkan dengan ponsel, medsos, dll. Pak Yudhi memberi contoh QR Code, layar sentuh, hologram, virtual reality, dan pojok swafoto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun