Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Budaya Tolong-menolong Mulai Punah

21 Maret 2018   07:32 Diperbarui: 21 Maret 2018   11:51 1715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (weheartit.com)

Beberapa hari belakangan ini beredar status di FB mengenai social engineering, yang intinya kita harus berani mengatakan tidak pada orang-orang yang 'berpura-pura' minta tolong di ATM maupun bandara. 'Berpura-pura' saya beri tanda kutip karena memang sudah sering terjadi modus penipuan baik di ATM maupun bandara, walaupun tetap saja ada kemungkinan orang tersebut memang benar-benar membutuhkan pertolongan.

Kehidupan modern memang telah menciptakan manusia yang 'Materialistis' dan 'Individualistis'. Manusia menjadikan material sebagai obyek akhir perburuannya dengan berbagai cara, baik dengan jalan lurus maupun jalan berkelok. Perburuan tersebut bisa membuat manusia membabi buta dan menghalalkan segala cara untuk memperoleh 'material' yang dia inginkan. Termasuk kasus di ATM dan bandara tersebut, ada segelintir manusia yang mencoba memanfaatkan orang lain demi memuaskan nafsunya memburu 'material' tersebut.

Di sisi lain, perburuan material yang luar biasa menciptakan kompetisi di antara manusia yang pada akhirnya menciptakan manusia menjadi makhluk yang 'individualistis'. Manusia tidak peduli lagi pada manusia lain di sekitarnya, bahkan cenderung mengorbankan orang lain demi memuaskan nafsu perburuannya. Orang lain menjadi batu pijakan kesuksesan dirinya tanpa peduli bahwa mereka juga butuh hal yang sama. Dunia semakin brutal oleh perburuan harta bendawi tanpa diiringi rem etika dan moral.

Budaya kompetisi dalam berburu material membuat manusia mulai cenderung mengabaikan gotong royong. Dengan alasan kewaspadaan dan keamanan diri, manusia bisa tega untuk tidak menolong sesama yang memang benar-benar membutuhkan. Memang sulit membedakan orang lain yang benar-benar membutuhkan atau sekedar menggunakan topengnya untuk menutupi niat jahatnya. Namun sebenarnya kita diberi bekal insting untuk mewaspadai apakah orang lain tersebut berniat jahat atau memang benar-benar memerlukan pertolongan.

Dunia memang sudah berubah. Budaya gotong royong, arisan, ronda bersama sudah mulai hilang, diganti dengan materi yang mampu membayar orang untuk mengerjakan apa yang dibutuhkan. Misal dulu kita bergotong royong membangun jalan, sekarang cukup bayar tukang dan beli material. 

Dulu menjaga keamanan lingkungan bersama-sama, sekarang  cukup membayar satpam untuk menjaga rumah. Ruang untuk berinteraksi semakin tertutup walau jaraknya dekat. Memang benar kata pepatah sekarang, jauh di mata tapi semakin dekat di hape, gajah di pelupuk mata malah tak nampak. Jdi, bersiaplah menghadapi perubahan dimana rasa gotong royong dan budaya tolong menolong bakal semakin punah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun