Mohon tunggu...
Diyah Ulan Ningrum
Diyah Ulan Ningrum Mohon Tunggu... Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Hobiku adalah menulis. Menulis adalah caraku untuk berbicara versi diriku sendiri. Aku memang orang yang dikategorikan sebagai pemikir. Maka dari itu, aku ingin sedikit berbagi bacaan kepada teman-teman semua. Happy reading🤗

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Menggali Emosional Anak Periode Golden Age

1 Desember 2022   23:57 Diperbarui: 4 Desember 2022   01:35 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak marah (Allan Mas/Pexels)

Berbicara mengenai emosi, maka setiap manusia memiliki dan mengalaminya. Orang-orang itu akan mengatakan bahwa mereka pernah merasakannya.

Setiap orang memiliki perasaan dan perasaan itulah yang nantinya akan bereaksi terhadap keberadaan disekitarnya. Perlu diketahui bahwa kehidupan manusia di dunia ini tidak lepas dari pengalaman emosional mereka. Dengan banyaknya emosi tersebut, bukan berarti manusia tidak memiliki empati.

Hanya saja emosi itu ada yang sangat kuat dorongannya, dan adapula yang lemah sehingga ekspresi yang ada pada diri mereka tidak nampak.

Dalam setiap ekspresi emosi akan kita kenali pada setiap jenjang usia, baik itu mulai dari bayi hingga orang-orang usia dewasa, entah itu laki-laki maupun perempuan.

Sebagaimana contohnya dapat kita lihat dalam kehidupn sehari-hari yaitu seorang anak bayi yang berusia sekitar 1-4 tahun yang tertawa kegirangan saat ayahnya melambungkan tubuh mereka ke udara. 

Atau pada anak yang sedang bermain namun tiba-tiba menangis karena mainan mereka direbut oleh kakak atau temannya. Bagi seorang anak yang usianya masih dikatakan sebagai usia dini, kondisi emosi seperti itu lebih mudah diekspresikan melalui kondisi fisiknya. Misalnya seperti, seorang anak akan menangis apabila mereka merasa sakit atau tidak nyaman.

Dalam hal ini, mereka bisa merasakannya dan mengungkapkan perasaan itu dengan menangis. Namun, apabila ia ditanya bagaimana perasaannya atau mengapa ia bersedih atau merasa sakit?

Nah, pada pertanyaan seperti ini seorang anak akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya kedalam bahasa verbal. Apalagi di usia mereka yang masih dini dan belum mampu berpikir tentang pengungkapan suasana hati serta perasaan mereka. Berbeda dengan tipe emosi yang ada pada diri orang dewasa yang lebih cenderung spesifik.

Emosi merupakan sebuah perasaan yang ada didalam diri kita, dan perasaan tersebut dapat berupa perasaan senang ataupun tidak senang, serta perasaan baik atau buruk.

Dalam sebuah buku berjudul World Book Dictionary (1994: 690) emosi dikatakan sebagai "berbagai perasaan yang kuat", seperti perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. 

Dalam ilmu psikologi pada American Psychological Association yang menafsirkan bahwa emosi dikatakan sebagai sebuah pola yang mana memiliki reaksi kompleks, melibatkan berbagai unsur pengalaman, serta perilaku yang digunakan seseorang untuk menangani permasalahan atau peristiwa yang mereka anggap penting secara pribadi.

Berbicara tentang emosi yang ada pada diri seorang anak terutama anak usia dini, orangtua perlu meningkatkan parenting yang sekiranya mampu mengatasi dan memberikan perubahan pada anak, agar tidak memberikan implikasi yang begitu mendalam bagi anak di masa depan.

Membiasakan anak untuk bersikap baik dengan cara memberikan contoh atau panutan. Mengapa contoh itu penting? Karena anak dimasa usia bayi atau dini itu memiliki rekaman otak yang kompleks. Apa yang mereka lihat akan mereka tiru dan terapkan. 

Oleh karena itu sebagai orangtua harus selalu menampakkan sikap dan pembicaran yang baik. Saat anak terlihat mengeluarkan emosi dan mereka sulit untuk mengelolanya, terkadang orangtua merasa bingung bagaimana menanganinya, dan apa yang harus dilakukannya untuk mengajarkan tentang berbagai emosi yang dialami anak mereka.

Apakah orangtua harus memarahi atau bahkan mendiamkan anak yang sedang emosi tersebut? Apakah kedua cara itu merupakan solusi yang tepat atau bahkan dianggap malah berbanding terbalik salah?

Sejak periode bayi, seseorang bisa mengenali emosi yang ada pada diri mereka seperti bahagia, sedih dan marah. Nah, saat mereka tumbuh di usia anak-anak, emosi tersebut berkembang dan berubah menjadi perasaan yang lebih kompleks seperti malu, terkejut, bersalah hingga empati.

Mereka akan lebih mampu memahami perasaan sendiri dan orang lain. Di setiap perkembangan dan pengalaman yang dialami, emosi pada nak-anak tersebut juga akan turut berkembang. 

Perkembangan emosi anak itu berbeda-beda macamnya begitupula penanganannya. Disini, yang dimaksud kemampuan emosional itu menitikberatkan pada kondisi anak untuk dapat mengenali, mengekspresikan dan mengelola rentang emosi.

Anak yang mampu mengelola perasaan mereka, nantinya akan mampu mengembangkan citra diri positif yang kemudian nantinya akan menjadi pribadi yang lebih percaya diri.

Saat emosi anak itu muncul, bisa jadi mereka meniru gaya atau apa yang mereka lihat dari orangtuanya. Lantas kita kadang sempat berpikir, boleh atau tidak sih orangtua itu bilang marah ke anaknya?

Jawabannya adalah boleh. Dan bahkan sangat boleh.

Justru jika orangtua memendam dan memaksakan untuk terlihat happy terus didepan anak akan membuat suatu perkembangan pikiran yang tidak sehat. Karena anak itu akan berpikir bahwa manusia harus selalu happy. 

Atau bisa jadi sewaktu-waktu jika orangtua meluapkan dalam artian yang awalnya tidak pernah emosi lalu kelepasan marah ke anak, maka anak tersebut akan merasa kaget dan malah merasa bahwa mereka telah bersalah.

Namun dalam artian ini, dalam penyampaian emosi tersebut harus dilakukan dengan cara yang baik agar anak dapat memahami dan meniru apa yang dikatakan orangtua mereka.

Jadi, dalam hal ini anak diusia dini atau biasa disebut sebagai memang belum sepenuhnya mengerti dengan sesuatu yang ada disekitarnya.

Hal inilah yang kemudian membuat orangtua mengatur dan memaksa anak untuk melakukan. Padahal seringkali anak itu menolak apa yang diinginkan orangtuanya.

Nah perbuatan inilah yang mengakibatkan anak stress dan tanpa sengaja memunculkan emosi mereka.

Emosi itu penting. Manusia harus memiliki sebuah emosi untuk menentukan kapasitas atau kemampuan perasaan mereka.

Seperti yang dikatakan sebuah tokoh bernama Sally:

Tanpa sebuah emosi, kita menjadi sekedar penonton dan bukan partisipan dalam hidup kita sendiri. (Sally Planalp, 1999).

***

Referensi : 

Yeni Rachmawati; Modul 1 Perkembangan Sosial Emosional pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak

https://psikologi.uma.ac.id

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun