Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Aku suka menulis apa saja yang singgah di kepala: fiksi, humaniora, sampai lyfe writing. Kadang renyah, kadang reflektif, dan selalu kuselipkan warna. Seperti hidup: tak satu rasa, tetapi selalu ada makna.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bell's Palsy: Dari Kebas Mulut hingga Belajar Menerima Diri

11 Oktober 2025   08:20 Diperbarui: 11 Oktober 2025   09:28 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bell's Palsy bisa terjadi tiba-tiba, membuat ekspresi wajah berubah seketika. (Foto: Andrea Kamphuis/Wikimedia Commons)

Kadang tubuh memberi sinyal dengan cara yang tak kita duga. Bagiku, itu datang lewat rasa kebas di mulut yang kemudian menjalar ke pipi.

Aku ingat saat itu Jumat siang. Aku merasa tubuhku baik-baik saja. Wajah pun tampak biasa, tensi juga normal. Kupikir mungkin hanya kecapekan atau salah makan.

Aku pun memilih mendiamkan, apalagi saat itu bungsuku sedang bersiap kembali ke kos, dan keluargaku yang lain hendak ke luar kota. Aku tidak ingin membuat mereka risau meninggalkan aku sendirian di rumah.

Namun, rasa kebas itu ternyata menolak pergi.

Sabtu pagi, setelah keluarga berangkat, kuputuskan pergi ke rumah sakit. Aku tidak bisa mendaftar ke poli hari itu karena harus melalui aplikasi Jaksehat minimal sehari sebelumnya. Jadi, pilihanku hanya IGD.

Pikiranku sederhana: daripada menunggu hari Senin dalam kecemasan, lebih baik periksa lebih cepat agar hati tenang.

Pengalaman Pertama di IGD

Sesampainya di IGD, kejutan lain menanti. Dokter jaga sempat menolak untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut—alasan beliau, kondisiku tidak mengancam nyawa dan bisa ditangani lewat poli pada hari Senin.

Namun, dari pemeriksaan awal dan kondisi wajahku yang asimetris,  beliau menyampaikan dugaan: Bell's Palsy.

Aku kaget, asimetris? Tadi wajahku baik-baik aja. Dokter memberi aku waktu untuk berkaca dan ... benar! Wajah sisi kananku seperti tertarik ke bawah. Sejenak tubuhku gemetar. Apa yang sebenarnya sedang terjadi denganku?

Saat itu, aku hanya bisa menarik napas dalam. Di satu sisi ada rasa takut yang menekan, di sisi lain aku harus tetap tenang, agar pikiran tetap jernih. Sendiri di ruang IGD, aku berusaha menerima kenyataan dengan lapang, meski hati rasanya ciut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun