Dahulu, anak-anak sering berlomba-lomba mengumpulkannya, lalu pulang membawa segenggam keong yang kemudian dimasak ibu di dapur.
Di banyak daerah, tutut bukan sekadar lauk, melainkan simbol keterhubungan dengan alam: apa yang ada di sekitar sawah bisa langsung menjadi santapan bergizi.
Dalam tradisi Sunda, tutut bahkan dianggap kuliner khas yang menemani nasi panas di warung-warung makan kecil. Rasanya gurih dengan bumbu yang meresap ke dagingnya, membuatnya jadi camilan favorit dari dulu hingga kini.
Meski begitu, keberadaan tutut mulai jarang terlihat di meja makan sehari-hari, seiring makin berkurangnya lahan sawah dan berubahnya pola makan masyarakat.
Namun, seperti yang kualami di Jakarta tempo hari, tutut ternyata masih bertahan. Kini ia hadir bukan hanya di dapur desa, tetapi juga di restoran modern, menjadi jembatan rasa antara nostalgia masa kecil dan selera kuliner masa kini.
Selain kisah dan budayanya, tutut juga dikenal dengan beragam cara olah yang khas di dapur rumahan.
Cara Memasak Tutut ala Rumahan
Nah, bagaimana cara mengolahnya? Memasak tutut sebenarnya sederhana, tetapi ada beberapa langkah penting agar rasanya gurih, teksturnya empuk, dan aman dikonsumsi.
a. Pembersihan
Tutut direndam dan dicuci berulang kali untuk menghilangkan lumpur. Setelah itu, potong sedikit ujung cangkangnya agar daging lebih mudah keluar saat dimakan. Supaya bersih dari lendir dan bau amis, tutut bisa diberi perasan lemon, didiamkan sebentar, lalu dicuci kembali.
b. Perebusan awal
Langkah berikutnya adalah merebus tutut dengan garam sekitar 15 menit, kemudian buang airnya. Tujuannya agar tutut makin bersih dari lumpur atau lumut. Setelah itu, rebus kembali dalam air mendidih selama 15 menit agar teksturnya lebih empuk dan lebih mudah diseruput.