Tanggal 28 Agustus 2025 akan selalu dikenang sebagai hari dukacita.
Ketika ribuan orang memenuhi jalanan sekitar DPR/MPR, satu nama kini terpatri dalam ingatan: Affan Kurniawan.
Seorang pengemudi ojek online yang meninggal dunia setelah tubuhnya terhempas tak berdaya di bawah laju kendaraan taktis Brimob—detik-detik tragis yang terekam kamera, memicu gelombang duka serta kemarahan publik.
Ia bukan sekadar korban. Ia adalah wajah sederhana rakyat yang bekerja dengan peluh, yang tiba-tiba harus gugur dalam benturan. Dukanya kini menjadi duka kita bersama, tetapi suaranya menjelma tanda bahwa kedaulatan masih di tangan rakyat!
Sebagai tanda dukacita dan penghormatan, izinkan puisi ini menjadi persembahan.
Affan gugur di tengah suara massa
Langkahnya terhenti, maknanya tetap ada
Roda yang biasa mengantar cerita
Kini diam, meninggalkan duka yang merata
Di jalan raya kau cari kehidupan sederhana
Namun benturan menorehkan luka bangsa
Ragamu terhenti oleh nyata
Bukti nurani aparat telah sirnaRakyat bersatu menyalakan cahaya
Di balik duka, lahirlah asa
Suaramu menjelma tanda
Bahwa keadilan tak bisa padam begitu sajaAffan, engkau menjadi cahaya
Meski ragamu tenang di pusara
Namamu hidup, mengalir bersama doa
Menyatu dalam langkah mereka yang percayaKedaulatan rakyat bukan sekadar kata
Ia tumbuh dari luka dan air mata
Dan engkau, Affan, bagian darinya
Sejarah mencatatmu dengan tinta merdeka
Affan mungkin sudah tiada, tetapi semangatnya menyala bersama suara rakyat.
Kedaulatan bukan milik penguasa, melainkan tetap di tangan rakyat. Tragedi ini menjadi pengingat bahwa keadilan lahir dari keberanian, dan bahwa suara rakyat tidak boleh dibungkam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI