Kini aku bisa menerima kafe tanpa musik. Bukan karena aku berhenti menyukai alunan lagu, melainkan karena aku menemukan bahwa musik tidak pernah benar-benar pergi. Ia hanya bergeser tempat: dari luar, kembali ke dalam.
Jadi, ketika ditanya lebih suka kafe dengan musik atau hening, jawabanku mungkin tak lagi tegas memilih salah satu.
Musik dari pengeras suara bisa menghidupkan suasana, tetapi hening pun punya caranya sendiri untuk menyalakan jiwa. Pilihan itu kembali pada apa yang ingin kita dengar: riuh dunia atau lirih yang tumbuh dari dalam diri.
Pada akhirnya, musik, hening, atau bahkan gemericik hujan di luar jendela hanyalah wujud dari satu hal yang sama: perubahan. Kita tidak bisa mengatur semuanya sesuai selera, tetapi kita bisa belajar menerima.
Sejatinya, di dunia ini, yang abadi hanyalah perubahan itu sendiri, dan di antara setiap perubahan, selalu ada ruang untuk kita menemukan kenyamanan—asal hati kita cukup lentur untuk menerimanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI