Mohon tunggu...
Chevyco Hendratantular
Chevyco Hendratantular Mohon Tunggu... Freelancer - Sarjana Arkeologi, Pekerja Industri Kreatif

Sarjana Arkeologi, tertarik dengan komunikasi sains dan budaya dan apapun yang berhubungan dengan Ke-Indonesia-an

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Pencak Silat, Lumbung Emas Indonesia yang Menuai Kontroversi Negara Lain

31 Agustus 2018   15:22 Diperbarui: 2 September 2018   13:26 3706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PENCAK SILAT KELAS E PUTRA INDONESIA VS VIETNAM Pesilat Indonesia Komang Harik Adi Putra (kiri) melakukan tendangan ke arah pesilat Vietnam Tuan Anh Pham (kanan) dalam babak semifinal Kelas E Putra Asian Games 2018 di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Minggu (26/8). INASGOC/Melvinas Priananda/nak/18. (INASGOC/MELVINAS PRIANANDA)

Perhelatan Asian Games 2018 Jakarta-Palembang tahun ini sukses dibuka pada 18 agustus 2018 kemarin. Upacara pembukaan yang begitu megah menuai banyak reaksi dari berbagai lapisan masyarakat, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tak hanya itu, pembukaan ini ternyata sudah ditunggu oleh masyarakat dari dua negara yang tengah berseteru, yakni Korea Utara dan Korea Selatan.

Kedua warga negara ini sangat antusias untuk melihat defile kontingen kedua negara yang akan bersatu dibawah satu bendera unifikasi korea.

Antusiasme mereka pun berubah menjadi euforia yang semakin memecah ketika upacara pembukaan dibuka dengan aksi stunt motor besar yang tidak terduga dari Bapak Presiden Joko Widodo yang dilanjutkan dengan kemegahan pertunjukan kolosal berbagai tarian tradisional khas Indonesia yang dikemas apik menggunakan efek visual berteknologi tinggi.

Alhasil pembicaraan tentang upacara pembukaan Asian games 2018 Jakarta-Palembang pun menjadi trending topic di Korea dan terus bergema hingga ke penjuru dunia.

Target Indonesia di Asian games

Sayangnya ramainya upacara pembukaan ASIAN GAMES 2018 di Indonesia ternyata belum sejalan dengan keramaian torehan prestasi dari para atlet tanah air.

Pasalnya, Indonesia yang telah mengikuti ajang perhelatan ASIAN games sejak pertama kali diadakan kerap kali terlempar dari posisi 10 besar.

Hal ini dapat dilihat pada dua perhelatan terakhir, yaitu di ASIAN GAMES guangzhou, Cina, 2010 dan ASIAN GAMES Incheon, Korea selatan, 2014,  dimana Indonesia harus puas finish pada urutan ke -15 dan ke-17.

Tidak hanya itu saja, catatan terburuk yang dialami Indonesia sepanjang Asian Games pernah terjadi pada perhelatan di Doha, Qatar tahun 2006.

Ketika itu Indonesia harus berada urutan ke-22, di kalahkan tuan rumah Qatar yang ada di urutan ke-9 dan tidak mampu bersaing dengan negara asia tenggara lainnya, terutama Thailand yang berada di posisi 5 besar.

Satu-satunya prestasi yang paling membanggakan yang pernah dicatat oleh Indonesia pada ajang Asian games adalah Asian games ke-4 pada tahun 1962 di jakarta.

Kala itu Indonesia yang menjadi tuan rumah finish pada urutan kedua bersaing dengan Jepang sebagai satu-satunya negara raksasa olahraga asia saat itu.

Namun sayangnya itu terjadi 56 tahun yang lalu ketika hanya terdapat 17 negara yang menjadi perserta dan 15 cabang olahraga yang dipertandingkan.

Dengan melirik kembali pada catatan prestasi kontingen Indonesia sebelumnya, jelas Indonesia masih perlu banyak pembenahan pada bidang olahraga.

Temuan fakta tersebut membuat pemerintah pun tidak memasang target yang muluk di Asian Games kali ini.

Indonesia yang kembali menjadi tuan rumah dengan kota Jakarta dan Palembang sebagai kota penyelenggaranya hanya menargetkan untuk dapat kembali pada urutan 10 besar dengan setidaknya memperoleh 14-18 medali emas. 

Sayangnya target pemerintah yang menurut MENPORA, Imam Nahrawi telah melalui perhitungan yang matang dan realistis harus ditanggapi dengan sinis dan pesimis.

Ironisnya tanggapan itu dilakukan oleh seorang mantan MENPORA periode pemerintahan sebelumnya, Roy Suryo.

Melalui kicauan pada Twitter Roy Suryo yang menanggapi sinis target pemerintah pada ASIAN games kali ini, menurutnya pemerintah boleh saja optimis namun harus tetap realistis. 

Target pemerintah untuk membuat kontingen Indonesia finish pada urutan 10 besar dengan memperoleh setidaknya 16 medali emas dipandang olehnya sebagai sesuatu yang tidak realistis dan mengada-ngada.

Tentunya, hal ini bukanlah ujaran yang membangun, mengingat Roy Suryo adalah Menteri yang pernah mengurusi permasalahan yang serupa, yang seharusnya mendukung sepenuhnya atlet-atlet yang berjuang dan menemani para atlet jikalau perjuangan mereka belum membuahkan hasil. 

Beberapa cabang olahraga andalan Indonesia

Lalu seperti apa rencana Indonesia di Asian games 2018? Menanggapi perihal target kontingen Indonesia di ajang ASIAN games, hitung-hitungan target Indonesia pada ajang ASIAN games diharapkan dapat terealisasikan melalui 14 cabang olahraga andalan Indonesia. Keempat belas cabang olahraga andalan dan beserta targetnya diantaranya:

  • Bulutangkis dengan target 1 emas
  • Panahan dengan target 1 emas
  • Atletik dengan target 1 emas
  • Boling dengan target 1 emas
  • Kano/mendayung dengan target 1 emas
  • Bridge dengan target 2 emas
  • Balap sepeda dengan 2 emas
  • Jetski dengan target 2 emas
  • Paralayang dengan target 1 emas
  • Pencak silat dengan target 2 emas
  • Memanjat dengan target 2 emas
  • Taekwondo dengan target 1 emas
  • Angkat beban dengan target 1 emas
  • Wushu dengan target 1 emas

Namun perolehan medali yang didapatkan Indonesia ternyata berada luar dugaan, hingga saat ini,  31 agustus 2018, dua hari sebelum penutupan acara Asian games, kontingen Indonesia telah berhasil mengumpulkan 30 medali emas, 23 medali perak, dan 37 medali perunggu dan menempatkan Indonesia pada posisi keempat.

Target awal yang ditetapkan untuk menyasar posisi 10 besar dengan perolehan 16 medali emas pun jauh terlampaui.

PENCAK SILAT KELAS E PUTRA INDONESIA VS VIETNAM Pesilat Indonesia Komang Harik Adi Putra (kiri) melakukan tendangan ke arah pesilat Vietnam Tuan Anh Pham (kanan) dalam babak semifinal Kelas E Putra Asian Games 2018 di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Minggu (26/8). INASGOC/Melvinas Priananda/nak/18. (INASGOC/MELVINAS PRIANANDA)
PENCAK SILAT KELAS E PUTRA INDONESIA VS VIETNAM Pesilat Indonesia Komang Harik Adi Putra (kiri) melakukan tendangan ke arah pesilat Vietnam Tuan Anh Pham (kanan) dalam babak semifinal Kelas E Putra Asian Games 2018 di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Minggu (26/8). INASGOC/Melvinas Priananda/nak/18. (INASGOC/MELVINAS PRIANANDA)
Didukung oleh beberapa faktor

Capaian ini ternyata bukan tanpa sebab, selain Indonesia hadir sebagai negara peserta yang menurunkan atlet terbanyak yaitu sebanyak 938 atlet dibandingkan Cina yang menurunkan 845 atlet, Korea selatan dengan 807 atlet, dan Jepang dengan 762 atlet, serta mendapatkan keuntungan sebagai negara penyelenggara untuk menentukan beberapa cabang olahraga baru yang tentunya menguntungkan pihak tuan rumah seperti pencak silat, jetski, bridge, sport climbing, dan lain-lain. 

Program yang dijalankan pemerintah juga tidak kalah penting dalam menjadi faktor pendorong prestasi Indonesia di ASIAN games.

Setelah SEA games 2017 yang kurang membuahkan hasil yang diharapkan, beberapa jajaran di bidang olahraga mulai dibenahi dan berbenah diri.

Pemerintah mulai mengirimkan para atlet-atletnya untuk dapat berkompetisi di luar negeri dan juga melakukan rangkaian try-out berkali-kali untuk memantapkan capaian dari para atlet.

Penyederhanaan birokrasi keuangan yang semula melalui beberapa tingkat dan jenjang pun disederhanakan agar tepat sasaran. 

Melalui penerbitan PERPRES no 95 tahun 2017 tentang peningkatan prestasi olahraga nasional yang mulai berlaku tanggal 20 oktober 2017, pemerintah membuat agar honor atlet dan biaya peralatan menjadi lebih cepat cair dan dapat segera dipakai untuk kesejahteraan hidup para atlet, kendala-kendala pembiayaan pengiriman atlet ke luar negeri pun diharapkan dapat diminimalisir.

Tidak hanya itu saja, pada Asian Games kali ini pemerintah menetapkan bonus yang sangat tinggi yakni 1,5 miliar rupiah bagi siapa saja atlet yang menyumbangkan medali emas.

Bonus ini menjadi salah satu nilai bonus tertinggi yang pernah diberikan pemerintah kepada atlet sepanjang sejarah Indonesia.

Namun tidak hanya para atlet yang meraih medali emas saja, peraih medali perak dan perunggu baik perseorangan, ganda dan grup serta pelatih dan asisten pelatih pun mendapatkan bonus yang menggiurkan sesuai dengan ketetapan PERMENPERA nomor 63 tahun 2018.

Pencak Silat: lumbung emas dan kesuksesan yang memicu protes

Kesuksesan Indonesia dalam mendulang medali emas pun tidak terlepas dari salah satu cabang olahraga yang diunggulkan Indonesia yakni Pencak silat.

Melalui cabang olahraga Pencak Silat, Indonesia berhasil memperoleh 14 medali emas, hampir setengah dari total keseluruhan medali emas yang didapatkan Indonesia.

Keempat belas medali emas yang disumbangkan Pencak Silat berhasil mendepak Iran yang sudah bertengger di posisi nomor empat sejak awal perhelatan ASIAN games 2018 dimulai menjadi turun ke posisi nomor lima.

Keberadaan Posisi Indonesia yang kini berada pada posisi nomor empat di ASIAN games 2018, ternyata menuai banyak protes.

Protes paling keras dilakukan oleh Malaysia diikuti Iran pada cabang olahraga Pencak Silat yang pertama kali dipertandingkan di ASIAN games 2018.

Tak hanya itu, beberapa atlet dari Vietnam, Thailand, dan Singapura juga merasa adanya keputusan juri yang kurang tepat dalam menetapkan poin saat pertandingan ketika mereka diwawancara seusai bertanding.

Tuduhan adanya kecurangan dilancarkan oleh tim official Malaysia setelah pertandingan pada kelas E 65kg-70kg dimana saat itu juara dunia pencak silat dari Malaysia, Mohd Al Jufferi Jamari berhadapan dengan pesilat Indonesia Komang Adi Putra.

Tepat dua detik sebelum ronde terakhir berakhir, Jufferi pesilat malaysia menyatakan WO. Keputusan Jufferi untuk melakukan WO pada 2 detik sebelum pertandingan berakhir disarankan oleh tim official Malaysia karena dugaan kecurangan yang dilakukan oleh dua juri dalam pertandingan pencak silat tersebut.

Menurut Jufferi, beberapa kali pukulan dan tendangannya masuk namun juri tidak kunjung memberikan poin, sedangkan serangan dari pesilat Indonesia, Komang, yang menurutnya merupakan serangan tidak sah dinyatakan masuk oleh juri.

Aksi WO yang dilakukan pesilat Malaysia pun dituruti dengan aksi perusakan fasilitas venue padepokan silat TMII.

Jufferi Tak kuasa membendung amarahnya menghancurkan dinding triplek yang berfungsi sebagai sekat pembatas ruangan setelah dirinya keluar dari arena pertandingan menuju ruang ganti.

Mendengar kejadian tersebut Presiden Federasi Silat Asia, Sheik Alauddin Yacob Marican pun ikut menuding perihal penyelenggaraan Asian games di Indonesia dimana kecurangan yang terjadi pada cabang olahraga Pencak Silat. 

Menurutnya sejak hari pertama kecurangan yang dilakukan oleh wasit dan juri sudah terlihat. Alaudin yang juga merupakan manajer timnas pencak silat singapura itu menyayangkan tindakan wasit dan juri yang akan semakin membuat olahraga Pencak Silat sulit untuk masuk ke olimpiade.

Berbeda dengan Malaysia dan Singapura, Protes Iran berkaitan dengan dimasukkannya cabang olahraga Pencak Silat di ajang perhelatan Asian games 2018.

Menurut Ketua Olimpade Nasional Iran, Reza Salehi Amiri, keputusan dewan olimpiade asia (OCA) untuk memasukkan cabang olahraga Pencak Silat di Asian games merupakan keputusan yang tidak masuk akal, tidak dapat dibenarkan, dan tidak adil.

Ia menyatakan bahwa Pencak Silat merupakan cabang olahraga yang tidak dikenal dan hanya dipraktikkan di sebagian kecil negara asia.

Kehebohan yang terjadi pada cabang olahraga pencak silat pun dimanfaatkan oleh berbagai media asing, salah satunya media South China Morning Post dari Hongkong.

Melalui artikel yang berjudul " Asian games: 'Indonesia is like that, little things they declare war'-Malaysia fuming over pencak silat 'walk-off' incident" Nazvi Careem seakan mengompor-ngompori ketegangan antara Malaysia dengan Indonesia dengan tulisannya yang provokatif yang membesar-membesarkan kembali konflik yang pernah terjadi antara Indonesia dengan Malaysia di masa lalu. 

Nazvi Careem pun membuat gambaran yang tidak akurat mengenai sambutan masyarakat Indonesia kepada para atlet dari Malaysia pada upacara pembukaan Asian games pada 18 agustus lalu.

Dalam artikelnya Nazvi Careem menuliskan bahwa rombongan atlet malaysia disambut dengan seruan olok-olok dari Indonesia ketika prosesi defile berlangsung.

Ia juga mengungkapkan bahwa tindakan Indonesia tersebut tidak layak dilakukan di ajang olahraga yang mempromosikan perdamaian.

Kebenaran dibalik protes tersebut

Namun protes dan tanggapan negatif yang dilakukan beberapa negara dan media haruslah tetap berdasarkan pada bukti, bukan hanya berasal dari omongan mulut ke mulut.

Saya pribadi menonton pertandingan cabang olahraga pencak silat dari awal hingga akhir, untuk kategori tarung mungkin saya kesulitan untuk mengerti bagaimana sistem penilaian dihitung.

Namun pada setiap pertandingan tarung terlihat jelas pesilat Indonesia memang lebih matang dalam strategi dan penggunaan teknik, sedangkan banyak pihak lawan yang hanya mengandalkan agresivitas saja. 

Tapi pada beberapa pertandingan yang lain, memang pesilat dari Indonesia mendapatkan lawan yang sengit sehingga poin pun saling mengejar, namun secara keseluruhan saya bisa melihat poin yang didapatkan Indonesia sesuai dengan gambaran kualitas pesilatnya.

Sementara itu pada kategori seni, jika kita menonton seluruh peserta dari berbagai negara, Indonesia jelas menyuguhkan pertunjukkan yang lebih rapi, terkoordinir, berenergi, dan mempraktekkan jurus-jurus silat yang memiliki kesulitan yang lebih dibandingkan lawannya. 

Sehingga apa yang dituduhkan oleh ketua federasi silat asia mengenai selisih poin yang terlampau jauh antara pesilat Indonesia dengan peserta lain masih terbilang masuk akal karena memang peserta lain tidak mampu menujukkan penampilan yang lebih baik dari peserta Indonesia.

Sedangkan perihal protes dari Malaysia, persis seperti penyelenggara Asian games katakan, semua pertandingan dari cabang olahraga silat terdokumentasikan dalam data digital dengan baik. 

Semua dapat dilihat ulang pertandingannya dan dapat dipantau proses-prosesnya, tidak ada yang tidak terukur atau terlalu subyektif.

Tudingan malaysia pun juga harus kita pertanyakan dari segi apa ia menuduh kecurangan dari tuan rumah dan mengapa juga para atlet malaysia, para pesilat malaysia yang seharusnya dilatih sportif, justru telah melakukan 2 kali tindakan kurang terpuji seperti merusak fasilitas venue ketika dinyatakan kalah oleh keputusan juri dan menendang secara brutal pesilat singapura pada pertarungan semifinal kelas I putra (86-90kg).

Protes yang diajukan Iran terhadap cabang olahraga Pencak Silat pun terasa mengada-ada.

Ketua komite nasional Iran baru mengajukan protes secara resmi ketika cabang olahraga Pencak Silat sudah selesai dipertandingkan dan Indonesia mendapatkan 14 medali emas dari cabang tersebut. 

Protes Iran tidak segera dilakukan pada saat pembicaraan dan penetapan cabang olahraga pencak silat.

Selain itu jika Iran mengatakan cabang olahraga Pencak Silat tidak dikenal, lantas mengapa bisa ada perwakilan Iran pada cabang olahraga ini?

Tuduhan Iran pun menurut saya sangat subyektif, hanya karena posisi negaranya terlempar dari urutan keempat, mereka pun baru melayangkan protes secara resmi terhadap cabang olahraga pencak silat yang menurut mereka sangat khas Indonesia dan tidak terkenal.

Iran juga tidak melihat bahwa pada Asian games kali ini ada beberapa cabang olahraga lain yang belum cukup terkenal dan selalu di dominasi negara tertentu dan beberapa diantaranya juga baru dimasukkan pada Asian games ini bersamaan dengan Pencak Silat. 

Seperti Kabbaddi sudah didominasi India sebanyak 7 kali semenjak diadakan pada tahun 1990, lalu ada Kurash yang baru diadakan kali ini dan didominasi oleh Uzbekistan, dan juga ada Sambo.

Selain itu jika mau melihat pada cabang olahraga wushu, Cina pun mendominasi dengan perolehan 10 medali emas yang tentunya sangat jauh dari perolehan negara-negara lain yang paling banyak memperoleh 2 medali emas, lantas mengapa olahraga ini juga tidak diprotes jika indikatornya hanya karena tidak terkenal dan selalu didominasi satu negara tertentu?

Situasi yang sedang keruh pun ternyata dimanfaatkan beberapa media untuk terus menggoreng isu ini hingga menjadi semakin heboh.

Sebut saja jurnalis dari South China Morning Post yang saya sebutkan sebelumnya. Peristiwa ini semakin dibesarkan lagi skalanya sehingga seakan-akan kedua negara, antara Indonesia dan Malaysia memang sudah menjadi musuh bebuyutan dan terus memanas. 

Untung saja zaman sudah serba digitalm semua dapat terekam dengan baik dan ditinjau ulang kejadiannya.

Tulisan artikel yang tidak sesuai fakta tentang olok-olok masyarakat Indonesia terhadap kontingen Malaysia pun tidak terbukti.

Nyatanya kita dapat senantiasa mengulang rekaman acara pembukaan Asian Games 2018 yang lalu dan mendapati bahwa kontingen Malaysia justru mendapat sambutan tepuk tangan yang meriah yang tidak kalah meriahnya dari kontingen Korea gabungan.

Jadi, perihal mengenai cabang-cabang olahraga yang dipertandingkan pada Asian games kali ini menurut saya cukup merata.

Hal ini dikarenakan pihak negara penyelenggara Indonesia tidak hanya memasukkan cabang olahraga yang sangat khas negaranya dan berpeluang besar mendulang medali emas bagi negaranya, namun juga memasukkan cabang-cabang olahraga lain yang tersebar di seluruh wilayah asia. 

Walau Indonesia memasukkan Pencak silat, kita juga dapat menemui olahraga beladiri lainnya yang tidak dikenal di Indonesia seperti Kurash dan SAMBO yang tentunya bukan menjadi andalan Indonesia dalam mendulang medali emas.

Akan tetapi ini memang bisa menjadi catatan penting untuk perkembangan dunia olahraga di Indonesia, khususnya jika Indonesia ingin berlaga di ajang kelas dunia seperti olimpiade.

Dari 30 perolehan medali emas yang didapat Indonesia, hanya 8 medali emas yang berhasil didapatkan Indonesia dari cabang olahraga yang dipertandingkan di olimpiade. 

Indonesia masih banyak PR untuk memajukan cabang-cabang olahraga yang memberikan banyak peluang memperoleh medali seperti cabang-cabang atletik, cabang akuatik, dan cabang gimnastik.

Indonesia juga harus bersiap jika pada penyelenggaraan Asian games berikutnya cabang olahraga pencak silat tidak dipertandingkan.

***

Sumber:
wartaekonomi.co.id//mehrnews.com//news.abs-cbn.com//stadiumastro.com//cnnindonesia.com//sport.detik.com//scmp.com//bangkokpost.com//indosport.com//cnnindonesia.com//lipsus.kompas.com//sport.detik.com//nasional.tempo.co//asiangames.tempo.co//asiangames.tempo.co//lipsus.kompas.com//kaltim.tribunnews.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun