Mohon tunggu...
Didin Zainudin
Didin Zainudin Mohon Tunggu... Freelancer - Didin manusia biasa yang maunya berkarya yang gak biasa.

mencoba memberi manfaat dan inspirasi bagi kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Kesurupan 4 Setan

1 November 2023   20:49 Diperbarui: 2 November 2023   10:31 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Dini hari itu juga tenda kami kemasi. Tenda akhirnya berdiri tidak jauh dari warung bu Sumi. Biar aman. Kalo ada apa-apa minta tolongnya dekat. Leni dan 2 anak cewek meneruskan tidurnya. Sebenarnya sudah jam empat an pagi. Kami rencananya memang mau sampai hari Minggu kempingnya. Jadi masih 2 hari lagi. Tapi melihat situsasi begini, kayaknya kami memutuskan untuk pulang saja. Takut ada apa-apa.

Gw cuma tidur-tiduran aja di dalam tenda. Gak bisa tidur sebenarnya. Tapi untunglah kehebohan dan kericuhan semalam sudah berlalu. Semua sudah kembali normal. Siang nanti pulang. Gw keluar tenda. Dimas dan Arya sedang bikin mie instan. Pas banget. Gw memang sedang laper. Apalagi semalam lari-larian ke rumah penduduk, balik lagi ke warung bu Sumi, cukup menguras tenaga. Arya cerita, semalam waktu dia penasaran ada sosok yang melihat dia di dalam tenda cewek. "Nah ketika gw ngelihat muka Leni dari jarak dekat, gw ngelihat muka Leni berubah jadi jelek banget. Mirip muka tengkorak. Matanya hitam, seperti bolong. Hidung bolong, Giginya gak ada gusinya. Pokoknya serem banget. Arya kaget setengah mati. Dia langsung keluar tenda. Dan ketika negosiasi antara bu Sumi dan Kunti (setan di dalam tubuh Leni). Ternyata si Kunti mau keluar asal dicium sama Arya. Itu permintaan langsung si Kunti yang disampaikan ke bu Sumi. Dengan terpaksa gw cium Leni. "Anjingg... bau banget mulutnya. Gw cuma cium pipi aja", tukas Arya. Hahahahaha... kami tertawa. "Kalo dalam keadaan normal, suruh nyium Leni siapa yang nolak. Gadis manis begitu". "Berarti memang Kunti nya naksir ke lo Ya" kata Dimas, sambil menyendok mie instan ke dalam mangkok. "Kenapa gak nempel ke lo aja ya? Salah sasaran kali si Kunti?" sambung Dimas lagi. "Hush, jangan ngomong sembarangan ah" gw memotong omongan Dimas.

"Eh, makan Super mie gak ajak-ajak"...  Oiya, dulu mie instan yang populer bukan Indomie tapi Supermie. Dila, kakaknya Leni keluar dari dalam tenda. Gak lama Leni dan Vina juga keluar tenda. Mungkin aroma mie instan ini yang memancing mereka jadi bangun. "Habis makan nanti kita kemas-kemas ya, kita putusin pulang siang ini". "Ok semua kan?" gw menegaskan kepada semua teman-teman, mumpung sudah ngumpul semua. Semua nya menikmati mi dengan lahap. Kelihatannya memang peristiwa semalam membuat semuanya jadi kelaparan. Eh, tapi memang udah pagi ding ternyata. Udah jam 07.00 pagi. Habis makan, kami rokokan dulu. Dila tiba-tiba ngomel-ngomel, "perasaan rokok gw kok cepet habis ya? Siapa yang nyuri rokok gw ya?" Tanya Dila kepada kami keheranan. "Eh, emang siapa disini yang doyan Djarum Super, kecuali lo. Gw sama Arya Samsu. Dimas GG. Kagak ada yang doyan Super. Lo kali, lagi boros ngerokoknya.

"Sumpah Rud, gw kan ngerokok kan cuma habis makan, atau mau be-ol. Selain itu nggak. Jarang banget maksudnya". Auk ah... Ya udah, biarin aja deh. Sahut Dilla lagi kesal.  "Di rokok ama setan kali", jawab Dimas sekenanya. "Lo kali setannya...?" Sambar Arya.

Jam 12an kita udah siap-siap meninggalkan tempat kemping. Masih-masing sudah membawa tas ranselnya. Ransel gw dan Arya yang paling berat. Karena memang isinya tenda. Kami sempat pamitan ke bu Sumi dan suaminya sebelum pulang. Kami jalan menyusuri jalanan setapak menuju arah jalan raya. Suasana sudah cair. Semua sudah ceria kembali. Gak ada yang ketakutan lagi. Dimas sempat bercandain ke Leni." Len, ati-ati lo, setannya masih  nempel di ransel. Minta digendong" Leni cuma tersenyum aja. Dimas dan yang lainnya tertawa. Arya malah menimpali, "mending gw aja yang gendong Leni, setannya biar lo yang gendong Dim". Hahahahahaha... Arya gak kalah seru menimpali gurauan Dimas. "Ya, setuju-setuju..." sahut Vina. Kami berjalan beriringan. Menyusuri jalan setapak yang cukup dilintasi oleh 1 orang atau 1 motor. Tak terasa kami sudah sampai di jalan raya. Masih jalan kampung ding, maksudnya sudah keluar dari gerbang Cinumpang. Kami menaiki mobil angkot/omprengan ke pasar Cisaat. 

Dulu kalo kemping-kemping begini jarang foto-fotoan. Paling mewah bawa tustel dengan isi film cuma 36 slides. Kalo mau film yang murah pakenya Sakura. Kalo yang bagusan bisa pake Fuji Film atau Kodak. Kami gak banyak foto-foto. Kamera poket yang gw bawa juga sisaan dari hajatan akikah anaknya kakak gw. Cuma sisa 10 slides. Lumayan kami sempet foto-fotoan di tempat kemping tadi. "Rud, lo bawa in pasak tenda ya...!" Ini gw bawa tas nya Leni. Dia mulai lemes banget katanya." Pinta Arya sambil mencolek gw. Gw ngelihat ekspresi Leni yang masih lemas. Karena dia anggota geng kemping yang paling muda, jadi kami memakluminya. Gak lama kami sudah sampai di pinggir jalan di pasar Cisaat. Kami menurunkan barang-barang.

Kami menunggu bis yang menuju Bogor dipinggir jalan. Tas-tas yang berat aku sususn di pinggir jalan. Ransel yang ringan kita panggul di punggung. Teman-teman menunggu di pinggir jalan. Arya, Dimas, Gw dan Dila, sambil menunggu bis, ngisep sebat dulu. Merokok itu temen yang baik dan menenangkan. Leni dan Vina hanya duduk di kursi kayu milik pedagang, yang gerobaknya sedang tutup. Leni sesekali berdiri, terus duduk lagi. Kadang dia berdiri melihat bis yang tak kunjung datang, tapi duduk lagi. Gw berjalan mendekati Leni. Tiba-tiba Leni berdiri mengibas-ngibaskan tangannya ke arah tengkuk nya. Seperti ada lalat atau tawon di lehernya. Tapi gak ada apa-apa yang kita lihat. Leni kemudian berlari menyebrang jalan. Sambil tanganya tetap mengibas-ngibaskan ke arah belakang tengkuknya. Kita semua terkaget. Lennnn...!!! Gw langsung teriak hendak menarik dia.  Takut kalo ada mobil atau motor yang nyelonong dan menabrak Leni. Untung Leni selamat sampai di sebrang jalan. "Leniiii..!!" kita teriakin dari sebrang jalan, tapi dia gak peduli. Aku akhirnya berlari menyebarang jalan, menjemput Leni.

Len, kenapa? Kita kan arah bis nya kesana,  ngapain nyebrang? Takutnya dia linglung. Leni tidak menjawab. Dia membuat gerakan-gerakan seperti orang gagu. Ekspresi dan gerakannya kadang malah mirip monyet. Arya menyusul gw. Dia melihat gerakan aneh ini, langsung membisiki ke gw. "Kesurupan lagi dia".

"Waduhh..." Kan kemarin udah kesurupannya? Sahut gw asal.

Leni tiba-tiba lemas. "Arya, bantu gw, itu ada masjid kita bawa ke situ aja". Kebetulan gak jauh dari situ ada masjid. Leni kita papah berjalan menuju masjid. Leni kita dudukkan di lantai masjid. Ternyata di situ sedang ada pengajian ibu-ibu. Kayaknya pengajian RT. Karena jumlahnya hanya 15 -- 20 an orang. Melihat kedatangan kami, yang kelihatannya sedang kesusahan, ibu-ibu itu jadi kepo. Tepatnya sih empati. "Kenapa mas temennya?" Leni hanya diam aja. Matanya sesekali melotot. "Kesurupan bu..."  Sahut gw sambil menolong Leni memposisikan kakinya yang selonjor di lantai masjid. "Eh, coba minta tolong pak ustad ya, siapa tahu bisa bantu." Beberapa ibu-ibu yang lain menyiapkan minum air putih buat Leni. Leni menolak. Dia sesekali membuat gerakan seperti orang gagu. Suara yang keluar seperti orang cadel. Pokoknya aneh banget. Kadang mengamuk dengan suara cadel. Semua dalam Bahasa sunda yang cadel. Bahasa sunda dengan suara yang bener aja kita gak paham, apalagi cadel. Tambah liuer... Babaliyeut pokoknya.

Pak Ustad yang dimaksud ibu-ibu itu akhirnya datang. Dia memang sedang mengisi pengajian ibu-ibu. Pengajiannya akhirnya bubar. Semua jamaahnya mengerubuti Leni dan kami. Waduh jadi ngerepotin orang banyak nih. Arya aku minta dampingin Leni. Gw mau jemput temen-temen, biar ngumpul disini semua. Jadilah gw menjemput teman-teman yang masih ada di sebrang jalan. Gw berdua Dimas harus gotong-gotong tas tenda dan ransel-ransel kita sendiri. Kami akhirnya ngumpul di masjid. Entah nama masjidnya apa. Yang jelas dia di dekat pasar Cisaat, gak jauh dari pinggir jalan. Ustad tadi ternyata sedang berkomunikasi dengan Leni. Ternyata ada 4 setan di dalam tubuhnya Leni. Pak Ustad nanya ke kita, emang habis dari mana? Kami ceritakan bahwa kami habis kemping di Cinumpang. "Ooo... disitu ada bu Sumi, tukang warung, yang suka main klenik. Kalo kurang ajar sama dia  suka dikerjain. Beberapa ibu-ibu juga mengingatkan kami untuk hati-hati dengan ibu warung tersebut. Harus baik-bikin, gak boleh kasar atau kurang ajar sama dia. Nanti pasti kenapa-kenapa. Hati gw langsung, deg! Waduuhh...!! Apa ini gara-gara Dimas yang cuekin ibu Sumi ya? Jadi sekarang semuanya kena imbas.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun