Mohon tunggu...
Dinda Putri Maulida
Dinda Putri Maulida Mohon Tunggu... Mahasiswa

traveling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bunga Terakhir

12 Oktober 2025   17:56 Diperbarui: 12 Oktober 2025   17:56 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak pernah kau tahu, awal kisah ini adalah bagian terindah dalam hidupku. Bertemu denganmu bukan kebetulan, tapi takdir yang sudah disusun rapih oleh Sang Pencipta. Mungkin, semesta memang ingin aku belajar tentang cinta, kehilangan, dan ketulusan semua lewat dirimu.

Semua bermula di sebuah SMA, tempat yang menjadi saksi dari tawa pertama kita. Aku tak pernah mengira, pertemuan sederhana itu akan tumbuh menjadi kisah yang begitu berarti. Setelah sekian lama tenggelam dalam luka, hadirmu datang seperti cahaya pagi yang perlahan membuka hari-hari kelamku.

Singkat cerita, perjalanan itu pun dimulai. Momen-momen indah yang terjadi setiap hari membuatku kembali merasakan warna dalam hidup. Dulu aku kesepian, kini ada yang menemani. Dulu dunia terasa berat saat digenggam sendirian, tetapi kini ada seseorang yang membantu melewati hari-hari sulit itu.

Tawa dan canda kita sederhana, tapi hangat. Dalam setiap leluconmu, kadang terselip kalimat yang entah kenapa kini terngiang terus di kepalaku. Kalimat yang dulu kuanggap candaan, ternyata sebuah pertanda.

Saat bersama, kita adalah sepasang kekasih yang saling setia. Pernah ada seseorang yang mencoba menghancurkan hubungan ini, namun kita berhasil melewatinya. Kita saling memperbaiki diri dan menguatkan satu sama lain.

Siang hari di tanggal 28 Februari 2019, kamu memberiku dua batang cokelat Dairymilk setelah pulang sekolah. Kamu mengantarkanku sampai rumah. Sederhana, tapi begitu manis. Aku mengirim pesan:

"Makasih banyak, maaf ngerepotin dan maaf juga nunggu lama." Dan kamu membalas,

"Nanti bunga tujuh rupa nya nyusul ya, kalau kamu udah di dalam kubur."

Aku tertawa. Mengira itu hanya gurauan. Kamu memang suka bercanda hal-hal aneh seperti itu. Aku tak pernah menyangka, kalimat itu akan menjadi luka paling dalam di kemudian hari.

Bulan demi bulan berlalu. Setelah tujuh bulan, rasa jenuh datang menyapa. Aku bilang tak bisa melanjutkan hubungan ini, tapi kamu masih ingin memperbaikinya. Kita sempat bertahan, tapi akhirnya menyerah juga. Bulan Juli menjadi saksi perpisahan itu tanpa air mata, tanpa amarah. Hanya diam dan pengertian.

Meski sudah berpisah, mataku selalu mencari sosokmu di sekolah. Setiap hari aku menunggu kamu datang, tapi disuatu hari kamu tak pernah muncul lagi. Hati ini mulai gelisah. Hingga suatu hari, aku mendengar kabar bahwa kamu sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun