Di era modern ini, konsumsi makanan dan minuman manis menjadi gayahidup yang semakin sulit dihindari, terutama bagi generasi muda. Tren minumankekinian, makanan cepat saji, hingga camilan tinggi gula dengan mudahditemukan di sekitar kita. Fenomena ini membuat banyak anak muda terbiasamengonsumsi gula berlebih tanpa menyadari risiko jangka panjang yangmengintai, salah satunya adalah diabetes melitus. Jika tidak diantisipasi sejakdini, kondisi ini berpotensi menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di masadepan.Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yangkasusnya terus meningkat di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan (2023) menunjukkan bahwa prevalensi diabetes semakin banyak ditemukan pada usiaproduktif, bahkan remaja.
Hal ini menandakan bahwa gaya hidup modern, termasuk pola makan tinggi gula, telah memberi dampak nyata terhadapkesehatan anak muda. Sering kali, mereka menganggap konsumsi minuman manishanyalah bagian dari tren sosial tanpa menyadari konsekuensinya. Selainitu, faktor lingkungan juga memperparah situasi. Promosi minuman manis yang masif di media sosial membuat generasi mudasemakin terjebak dalam budaya “gula sebagai gaya hidup”. Padahal, konsumsi gula berlebih dapat memicu resistensi insulin, penumpukan lemak, hinggaobesitas yang merupakan faktor risiko utama diabetes. Kondisi ini tidak hanyamengurangi kualitas hidup, tetapi juga menimbulkan beban biaya kesehatanyangbesar bagi negara. Namun, penting dipahami bahwa masalah ini tidak hanyamenjadi tanggung jawab individu, melainkan juga masyarakat dan pemerintah. Edukasi gizi seimbang harus diperkuat, baik melalui sekolah, kampus, maupun kampanye publik. Misalnya, mahasiswa dapat dilibatkan dalamgerakan literasi gizi dengan pendekatan kreatif seperti konten edukatif dimedia sosial. Selain itu, regulasi pembatasan iklan minuman manis serta pemberlakuancukai gula juga menjadi upaya strategis untuk mengurangi konsumsi berlebihan.
Di sisi lain, generasi muda perlu membangun kesadaran diri bahwa kesehatanmerupakan investasi jangka panjang. Mengurangi konsumsi gula bukan berarti kehilangan kebahagiaan, melainkan bagian dari upaya menjaga kualitas hidup. Alternatif gaya hidup sehat, seperti mengonsumsi air putih, buah, serta rutinberolahraga, dapat menjadi pilihan bijak. Dengan langkah sederhana ini, risikodiabetes dapat ditekan sejak usia muda. Kesimpulannya, generasi muda saat ini menghadapi tantangan serius akibat pola konsumsi tinggi gula yang dapat berujung pada diabetes. Fenomena ini bukan hanya masalah individu, tetapi juga isu kesehatan masyarakat yangmembutuhkan perhatian kolektif. Melalui edukasi, regulasi, serta perubahanperilaku, generasi muda dapat keluar dari jebakan manis yang semu. Dengankesadaran bersama, kita bisa mencetak generasi sehat dan produktif tanpa harusdikekang oleh penyakit diabetes di masa depan. KATA KUNCI: Diabetes, Gizi, Gula, Kesehatan, Remaja
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2023. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2023. Jakarta: Kemenkes RI. World Health Organization. 2022. Diabetes. https://www.who.int/news-room/fact- Kementerian Kesehatan RI. 2023. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar2023. Jakarta: Kemenkes RI. World Health Organization. 2022. Diabetes. [online]. Tersedia di: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diabetes [Diakses 12 September 2025]. American Diabetes Association. 2022. Standards of Medical Care in Diabetes—2022. Diabetes Care, 45(Supplement_1), S1–S264. Nugroho, F., & Sari, R. 2021. “Hubungan Pola Konsumsi Minuman Manis denganRisiko Diabetes pada Remaja di Indonesia.” Jurnal Gizi dan Kesehatan, 13(2), 115–124.International Diabetes Federation. 2021. IDF Diabetes Atlas, 10thEdition. Brussels: IDF.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI