Mohon tunggu...
Dina Dwi Rahayu
Dina Dwi Rahayu Mohon Tunggu... Social Welfare Student at UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Topik yang saya minati adalah pengembangan diri, sosial, budaya , dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Catatan Mingguan dari Artikel "Belajar dari Nepal: Demokrasi yang Berdarah"

16 September 2025   15:22 Diperbarui: 16 September 2025   15:24 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabu, tanggal 10 September, tepatnya pada saat mata kuliah Pendidikan Pancasila berlangsung. Saya membuat catatan mingguan dari salah satu tulisan yang telah Bapak Drs. Study Rizal LK, MA share di Kompasiana yang berjudul "Belajar dari Nepal: Demokrasi yang Berdarah". Artikel ini sangat menarik bagi saya dan pemikiran yang Bapak sampaikan pada tulisan ini tidak hanya memperluas pengetahuan saya, tetapi juga memicu refleksi kritis bagi pembaca seperti saya. Disini saya akan merangkum serta memberikan sudut pandang saya sebagai mahasiswa terkait tragedi yang sedang menimpa Nepal.

Artikel yang di tulis oleh Bapak Drs. Study Rizal LK, MA menyoroti tragedi di Nepal. Artikel tentang tragedi Nepal ini  menegaskan bahwa demokrasi tidak akan pernah bertahan hanya dengan prosedur formal seperti pemilu, melainkan membutuhkan kultur komunikasi yang sehat antara negara dan rakyat. Kasus pelarangan media sosial yang memicu demonstrasi besar-besaran hanyalah permukaan dari masalah yang jauh lebih dalam, yakni korupsi, nepotisme, dan ketidakadilan sosial. Ketika ruang aspirasi rakyat dipersempit, maka jalan yang tersisa hanyalah protes di jalanan, dan ketika protes itu dijawab dengan peluru, demokrasi berubah menjadi luka yang semakin sulit disembuhkan. Di titik ini terlihat jelas bahwa kegagalan pemerintah Nepal bukan sekadar soal kebijakan yang keliru, melainkan kegagalan membangun legitimasi politik yang bersumber dari kepercayaan rakyat.

Sebagai mahasiswa, saya melihat tragedi Nepal bukan sekadar kasus lokal, tetapi bukti nyata rapuhnya demokrasi ketika negara anti-kritik. Larangan media sosial menunjukkan bahwa pemerintah takut pada suara rakyat, padahal justru suara itulah fondasi demokrasi. Tindakan represif yang menewaskan warga membuktikan negara lebih memilih mempertahankan kekuasaan dengan senjata daripada dengan legitimasi moral.

Kritiknya, negara yang menutup ruang publik sebenarnya sedang menolak rakyatnya sendiri, dan itu berarti menolak esensi demokrasi itu sendiri. Penggunaan kekerasan untuk membungkam suara rakyat justru menimbulkan efek sebaliknya: memperdalam trauma kolektif sekaligus memperlebar jarak antara pemerintah dan warganya. Lebih jauh, tragedi Nepal menjadi cermin bagi negara lain, termasuk Indonesia, untuk tidak mengulangi kesalahan serupa. Kita punya pengalaman sejarah ketika kritik dianggap ancaman dan suara rakyat dijawab dengan represi.
Pelajaran penting yang bisa diambil adalah bahwa demokrasi sejati hanya akan tumbuh ketika negara berani membuka telinga, memberi ruang kritik, dan menjadikan transparansi serta akuntabilitas sebagai prinsip utama. Tanpa keberanian untuk mendengar, demokrasi hanya akan menjadi topeng bagi represi, dan legitimasi politik akan terus terkikis. Dengan demikian, tragedi Nepal harus dibaca bukan hanya sebagai luka bangsa itu sendiri, tetapi juga sebagai peringatan global bahwa demokrasi akan runtuh bila ia kehilangan roh komunikasi dan keberanian untuk berdialog dengan rakyatnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun