Mohon tunggu...
Dimas Syaiful Amry
Dimas Syaiful Amry Mohon Tunggu... Konsultan Pendidikan Alternatif

Pengasuh di Sanggar Perdikan, sebuah wadah belajar bersama pada pendidikan, pengasuhan, dan pemberdayaan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menembus Kabut Bias di Masyarakat Indonesia

22 Mei 2025   12:42 Diperbarui: 22 Mei 2025   12:42 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Situasi ini memperlihatkan bahwa bias kognitif tidak bisa dipisahkan dari struktur sosial dan teknologi yang membentuk konteks informasi saat ini. Oleh karena itu, upaya membongkar dan mengkoreksi bias-bias tersebut melalui pendidikan sadar-bias harus juga mengajarkan literasi digital, kesadaran akan manipulasi psikologis, dan penguatan kapasitas berpikir kritis untuk menembus jebakan pikiran yang diatur oleh sistem pemasaran dan media.

Contoh Konkrit Manipulasi Bias Kognitif dalam Pemasaran Modern di Indonesia

Bayangkan seorang pengguna media sosial Indonesia yang aktif membuka platform populer seperti Instagram atau TikTok. Algoritma platform tersebut secara otomatis menampilkan konten yang disesuaikan dengan preferensi dan kebiasaan interaksinya. Jika ia sering menonton video tentang diet cepat, maka konten-konten sejenis akan terus muncul, memperkuat confirmation bias bahwa metode diet tersebut memang efektif, meski secara ilmiah belum terbukti.

Kemudian, muncul iklan produk suplemen kesehatan yang menggunakan teknik scarcity principle dengan kalimat seperti, "Stok terbatas! Hanya hari ini!" atau "Jangan sampai kehabisan!" Kalimat ini memicu fear of missing out (FOMO), memanfaatkan loss aversion di otak bawah sadar---keengganan untuk kehilangan sesuatu lebih kuat daripada keinginan mendapatkannya. Konsumen pun terdorong membeli produk tanpa pertimbangan matang.

Di saat bersamaan, pesan-pesan subliminal disisipkan dalam video atau gambar iklan. Misalnya, warna merah yang diasosiasikan dengan urgensi dan semangat, atau kata-kata pendek yang cepat lewat seperti "sehat" dan "aman," memicu asosiasi positif tanpa disadari. Otak bawah sadar merespon dengan mengasosiasikan produk tersebut sebagai solusi tepat tanpa evaluasi kritis.

Selain itu, efek echo chamber terjadi ketika pengguna hanya berinteraksi dengan kelompok yang memiliki pandangan serupa tentang gaya hidup sehat, memperkuat keyakinan pada klaim iklan tersebut. Jika ada kritik atau informasi ilmiah yang bertentangan, ia cenderung mengabaikannya karena confirmation bias dan groupthink.

Fenomena ini tidak hanya berdampak pada perilaku konsumsi, tapi juga memperluas ke ranah politik dan sosial. Misalnya, kampanye politik yang menggunakan buzzer dan propaganda dengan teknik serupa dapat mengarahkan opini publik secara masif, memecah belah masyarakat, atau mengarahkan dukungan tanpa rasionalitas penuh.

Mekanisme Pembentukan Karakter Bangsa Indonesia yang Rentan Melalui Bias Kognitif dan Manipulasi Psikologis

Karakter suatu bangsa terbentuk melalui interaksi kompleks antara pola pikir individu, kebiasaan kolektif, serta sistem sosial dan budaya yang mengelilinginya. Di Indonesia, mekanisme pembentukan karakter bangsa yang rentan dapat ditelusuri dari proses internalisasi bias kognitif dan pengaruh manipulasi psikologis yang meresap ke dalam kesadaran kolektif masyarakat.

Bias kognitif seperti confirmation bias, availability heuristic, anchoring bias, dan groupthink menjadi "filter" mental yang membentuk cara individu memproses informasi. Misalnya, ketika masyarakat cenderung menerima informasi yang sesuai dengan pandangan atau kelompok sosialnya, maka pola pikir mereka semakin tertutup dan kurang kritis terhadap sudut pandang lain. Ini memicu fragmentasi sosial dan memperkuat polarisasi.

Media sosial dan pemasaran modern yang didesain menggunakan prinsip dark psychology memanfaatkan kelemahan bias kognitif tersebut. Algoritma menampilkan konten yang menegaskan kepercayaan yang sudah ada (echo chamber), sementara pesan subliminal dan teknik scarcity menstimulasi reaksi emosional di otak bawah sadar. Akibatnya, banyak individu membuat keputusan berdasarkan emosi dan insting, bukan pertimbangan rasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun