Larangan akuisisi paksa tanpa persetujuan konsensus warga; kompensasi setara pasar; opsi prioritas pembuatan rumah melalui renovasi di tempat untuk menjaga keberlanjutan sosial.
5. Mekanisme pembiayaan Perlindungan debitur MBR
FLPP/Tapera/KUR: bingkai bunga tetap jangka panjang, grace period, dan mekanisme restrukturisasi otomatis bila penerima mengalami guncangan ekonomi; audit triwulan atas praktik pemberian kredit untuk mencegah predasi kredit.
6. Transparansi & pengawasan masyarakat
Portal publik real-time yang memuat data alokasi, daftar penerima, lokasi proyek, kontraktor, dan audit kualitas; libatkan CSO/ombudsman untuk memeriksa pelaksanaan dan memberi rekomendasi perbaikan.
---
Penutup: Tegakkan Amanat MPRS--- Jangan Biarkan Istilah "Subsidi" Menjadi Selimut bagi Ketidakadilan
Tap MPRS No. XXIII/1966 bukan doktrin kuno yang boleh dilabrak demi efisiensi pasar. Ia adalah pengingat bahwa pembangunan harus melayani rakyat banyak, bukan melanggengkan struktur kepentingan yang memiskinkan sebagian besar. Program 3 Juta Rumah Bersubsidi bisa menjadi kemenangan kesejahteraan --- atau alat reproduksi oligarki properti. Keputusan ada pada desain kebijakan: apakah negara benar-benar menempatkan rakyat di pusat, atau terus memberi jalan bagi kepentingan yang sudah lama menguasai ruang pembangunan? Jika kita serius menegakkan semangat Tap MPRS 1966, maka harus ada keberanian politik: mengikat klausul pro-rakyat dalam kontrak, mengawal distribusi kuota, melindungi hak tanah, dan menjamin pembiayaan yang tidak menjerat. Hanya dengan itu, rumah yang dibangun tak hanya jadi bangunan --- melainkan rumah bagi keadilan sosial.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI