Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

DPR RI 2024-2029 di Mata Marhaenis: Siapa yang Sungguh Membela Rakyat?

1 Oktober 2025   06:10 Diperbarui: 1 Oktober 2025   06:16 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kibrispdr.org/detail-18/animasi-gedung-dpr.html

Meski ada beberapa inisiasi RUU yang berpotensi memperkuat penegakan hukum atau perampasan aset hasil korupsi --- yang bila benar-benar efektif dapat memulihkan sumber daya untuk publik --- proses legislasi harus diawasi ketat agar tidak berubah menjadi alat politisasi atau seleksi kebijakan yang menguntungkan kroni. Keberpihakan marhaen bergantung pada substansi pasal, mekanisme implementasi, dan penganggaran yang konkret. 

IV. Warisan Marhaenisme: tuntutan normatif terhadap DPR

Soekarno, yang merumuskan gagasan marhaenisme, memberi kita kerangka moral dan politik untuk menilai wakil rakyat. Bung Karno menulis dan berbicara tentang Marhaen sebagai "seorang yang mempunyai alat yang sedikit" --- simbol orang kecil yang dimiskinkan secara struktural --- dan menempatkan marhaenisme sebagai jalan praktik sosialisme Indonesia: solidaritas, kedaulatan, dan prioritas pada kepentingan rakyat kecil. Kutipan-kutipan Soekarno menegaskan bahwa politik yang benar harus menempatkan kepentingan rakyat sebagai titik tolak setiap kebijakan. 

Sutan Sjahrir, Tan Malaka, dan tokoh-tokoh progresif yang lain mengingatkan kita bahwa kemerdekaan formal tanpa kebebasan ekonomi dan kemampuan rakyat untuk "bebas berkarya" hanyalah retorika. Sjahrir menekankan bahwa kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat bebas berkarya --- sebuah tolok ukur yang relevan untuk menilai apakah UU dan kebijakan DPR membuka ruang ekonomi bagi marhaen atau sebaliknya menutupnya. 

Di level retoris, pernyataan-pernyataan revolusioner ini membentuk standar normatif: legislator yang pro-marhaen harus mampu menerjemahkan nilai tersebut menjadi pasal-pasal yang melindungi tanah bagi petani kecil, memaksa transparansi kontrak sumber daya alam, menegakkan hak buruh informal, dan merancang sistem fiskal yang redistributif.

V. Analisa: di mana DPR kalah dan di mana ada peluang?

1. Kegagalan representasi substantif. Perwakilan politik tidak hanya hadir secara kuantitatif (jumlah kursi) tetapi harus menampilkan keberpihakan substantif: apakah komite-komite DPR menempatkan ahli pekerja, petani, dan kelompok marginal di meja pembahasan? Laporan dan catatan kritis menunjukkan masih ada jurang antara penyusunan RUU dan konsultasi publik yang bermakna. 

2. Keterbukaan proses legislasi. RUU prioritas sering berubah dan diputuskan melalui mekanisme internal Baleg yang tidak selalu mengakomodasi masukan publik. Agar marhaen merasakan kehadiran DPR, setiap RUU yang memengaruhi hidup rakyat mesti melalui tahapan konsultasi terbuka, analisis dampak sosial-ekonomi, dan kesempatan perbaikan berdasarkan bukti lapangan. 

3. Agenda fiskal dan redistribusi. DPR berwenang mengawasi APBN. Keberpihakan klasik marhaen menuntut belanja sosial berorientasi kebutuhan dasar, bukan subsidi silang untuk modal besar. Di sinilah DPR harus berani: menyoal tunjangan yang tidak adil, memperjuangkan kenaikan belanja perlindungan sosial, dan memastikan anggaran pro-usaha besar tidak mengorbankan layanan publik. (Catatan: klaim angka anggaran perlu verifikasi anggaran tahun berjalan yang spesifik oleh Kemenkeu.) 

4. Penegakan hukum terhadap korupsi dan akumulasi aset ilegal. RUU Perampasan Aset dan penguatan penegakan hukum berpotensi menjadi alat redistributif jika tidak diselewengkan. Namun proses harus transparan, berbasis bukti, dan diproteksi dari intervensi politik yang memihak. 

VI. Rekomendasi konkret dari kacamata marhaen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun