Tahun 2029 bisa menjadi momen penting bagi perjalanan demokrasi Indonesia. Setelah lima tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, masyarakat mulai mengevaluasi kembali arah dan kebijakan negara. Berbagai dinamika politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi selama periode ini memicu diskusi luas tentang perlunya perubahan kepemimpinan di tingkat nasional. Banyak pihak merasa bahwa pemerintahan saat ini belum mampu memberikan solusi efektif terhadap berbagai permasalahan bangsa, mulai dari ekonomi yang stagnan hingga demokrasi yang kian tergerus.
Dalam beberapa tahun terakhir, rakyat Indonesia telah menyaksikan berbagai kebijakan kontroversial yang mempengaruhi kehidupan mereka. Mulai dari pemangkasan anggaran yang besar, lemahnya daya beli masyarakat, hingga persoalan politik yang semakin mengarah pada oligarki. Akibatnya, muncul suara-suara yang menuntut perubahan dan harapan akan hadirnya pemimpin baru yang dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Kinerja Ekonomi di Bawah Kepemimpinan Prabowo
Pada awal masa jabatannya, Presiden Prabowo Subianto menginisiasi program ambisius, termasuk pembangunan perumahan murah dan penyediaan makanan gratis untuk anak-anak sekolah serta ibu hamil. Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan. Namun, implementasinya menghadapi berbagai tantangan.
Untuk mendanai program-program tersebut, pemerintah memberlakukan penghematan anggaran sebesar $19 miliar, yang berdampak pada pemotongan signifikan di berbagai kementerian. Kementerian Pekerjaan Umum, misalnya, mengalami pengurangan anggaran hingga 70%, mengakibatkan pembatalan sejumlah proyek infrastruktur penting. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap aktivitas ekonomi dan investasi, terutama di tengah konsumsi domestik yang lemah dan nilai tukar mata uang yang rendah. (ft.com)
Meskipun demikian, pendapatan negara pada tahun 2024 mencapai Rp2.842,5 triliun atau 101,4% dari target yang ditetapkan. Namun, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,03%, sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,05%. Inflasi pada Desember 2024 tercatat sebesar 1,57% (yoy), lebih rendah dibandingkan Desember 2023 yang sebesar 2,61%. Data ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat upaya pengendalian inflasi, pertumbuhan ekonomi belum menunjukkan peningkatan signifikan. (kemenkeu.go.id, bps.go.id, ekon.go.id)
Ketidakstabilan ekonomi ini menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Para pengusaha kecil dan menengah (UMKM) juga mengalami kesulitan dalam memperoleh modal akibat kebijakan fiskal yang semakin ketat. Banyak sektor usaha yang harus beradaptasi dengan situasi sulit ini, tetapi tidak semua berhasil bertahan.
Stabilitas Politik dan Erosi Demokrasi
Selain tantangan ekonomi, periode ini juga diwarnai oleh dinamika politik yang mempengaruhi stabilitas demokrasi di Indonesia. Koalisi antara Presiden Prabowo dan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap mengambil langkah-langkah yang dianggap melemahkan institusi demokrasi. Misalnya, upaya untuk mengubah batas usia calon kepala daerah demi kepentingan politik tertentu, serta penolakan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi terkait kualifikasi calon dalam pemilihan regional. Tindakan-tindakan ini memicu protes publik dan dianggap sebagai upaya konsolidasi kekuasaan yang mengancam prinsip-prinsip demokrasi. (reuters.com, theaustralian.com.au)
Di sisi lain, polarisasi politik semakin menguat di masyarakat. Media sosial dipenuhi dengan propaganda dan disinformasi yang memperkeruh suasana. Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi negara semakin menurun. Mereka merasa bahwa hak-hak politik mereka kian dibatasi, sementara suara rakyat tidak lagi menjadi prioritas utama dalam pengambilan kebijakan.