Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Author, BNSP Certified Screenwriter, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jouhatsu: Fenomena Orang yang Menghilang di Jepang karena Beragam Alasan

6 Februari 2025   06:17 Diperbarui: 6 Februari 2025   06:17 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi yang belum pernah mendengar istilah Jouhatsu, pasti terasa asing, atau jangan-jangan ada yang menyangka ini seperti aliran kepercayaan dan beladiri khas Jepang, Ninjitsu.

Tidak. Jouhatsu bukanlah sekte kepercayaan ataupun sebuah jurus beladiri, meski juga berasal dan banyak ditemui di Jepang hingga terjadi di waktu-waktu belakangan ini.

Fenomena jouhatsu di Jepang menggambarkan orang-orang yang menghilang secara sukarela tanpa jejak. Kata "jouhatsu" sendiri berarti "menguap" atau "menghilang seperti uap air." 

Orang-orang yang memilih jalan ini biasanya ingin melarikan diri dari masalah dalam hidup mereka, seperti utang, tekanan sosial, atau kekerasan dalam rumah tangga.

Fenomena ini sudah terjadi sejak lama, tetapi semakin banyak terjadi seiring meningkatnya tekanan hidup di Jepang. 

Menariknya, banyak dari mereka yang menghilang dengan bantuan perusahaan jasa khusus yang menawarkan layanan "pindah malam" secara diam-diam.

Mengapa Orang Memilih Menjadi Jouhatsu?

Ada beberapa alasan mengapa seseorang memilih untuk menghilang dari kehidupan mereka:

  • Masalah Keuangan
    Banyak orang di Jepang merasa malu jika mereka terjerat utang. Rasa malu ini bisa begitu besar hingga mereka memilih untuk menghilang daripada menghadapi konsekuensinya. Dilansir dari YouGoJapan, beberapa orang yang menjadi jouhatsu adalah mereka yang gagal membayar pinjaman atau mengalami kebangkrutan.

  • Tekanan Pekerjaan
    Budaya kerja di Jepang dikenal sangat ketat, dengan ekspektasi tinggi terhadap kinerja seseorang. Jika seseorang merasa gagal dalam pekerjaannya atau kehilangan pekerjaan, mereka mungkin merasa lebih baik menghilang daripada menghadapi rasa malu. Mengutip dari Wikipedia, banyak pekerja Jepang yang memilih menjadi jouhatsu setelah gagal dalam kariernya.

  • Masalah Pribadi dan Keluarga
    Persoalan rumah tangga, seperti perceraian atau perselingkuhan, juga menjadi alasan seseorang memilih untuk menghilang. Dikutip dari Japan Informer, beberapa orang yang menjadi jouhatsu adalah korban kekerasan dalam rumah tangga yang ingin melarikan diri dari pasangan mereka.

Bagaimana Mereka Menghilang?

Menghilang bukan perkara mudah, tetapi di Jepang, ada layanan khusus yang membantu mereka melakukannya. Salah satunya adalah perusahaan yang dikenal sebagai "perusahaan pindah malam". 

Perusahaan ini membantu seseorang menghilang secara diam-diam, mulai dari pindah rumah tanpa diketahui, mendapatkan tempat tinggal baru, hingga menghapus jejak digital mereka. 

Mengutip dari Japan Informer, perusahaan-perusahaan ini sangat tertutup dan hanya melayani klien tertentu yang benar-benar ingin menghilang dari kehidupan lamanya.

Bahkan, beberapa jouhatsu memilih untuk tinggal di daerah-daerah tertentu yang dikenal sebagai tempat berlindung bagi orang-orang yang menghilang, seperti kawasan Kamagasaki di Osaka.

Dampak bagi Keluarga yang Ditinggalkan

Menghilangnya seseorang tanpa jejak tentu berdampak besar bagi keluarga yang ditinggalkan. Banyak keluarga yang merasa putus asa karena tidak tahu apakah orang yang hilang itu masih hidup atau tidak.

Sayangnya, hukum privasi di Jepang cukup ketat, sehingga polisi sering kali tidak bisa membantu kecuali ada dugaan kejahatan.

Mengutip dari YouGoJapan, banyak keluarga yang akhirnya menyewa detektif swasta untuk mencari anggota keluarga mereka yang hilang, meskipun peluang menemukannya sangat kecil.

Jouhatsu di Era Modern

Di era modern, fenomena jouhatsu masih terjadi meskipun teknologi semakin canggih. Setiap tahun, diperkirakan ada sekitar 70.000 hingga 100.000 orang yang menghilang secara sukarela di Jepang.

Bahkan, dengan adanya media sosial dan pengawasan ketat, orang-orang tetap bisa menghilang dengan strategi yang matang.

Mengutip dari YouGoJapan, beberapa orang yang menjadi jouhatsu sengaja mengganti identitas mereka, berhenti menggunakan kartu kredit, dan hidup di lingkungan yang jauh dari kehidupan lama mereka.

Fenomena jouhatsu adalah cerminan dari tekanan sosial yang tinggi di Jepang. Banyak orang yang merasa bahwa menghilang adalah satu-satunya jalan keluar dari masalah mereka.

Namun, meskipun mereka berhasil menghilang, konsekuensinya tetap ada, terutama bagi keluarga yang ditinggalkan. 

Jouhatsu mungkin terlihat seperti solusi instan, tetapi di balik itu ada banyak cerita tentang kehilangan, kesedihan, dan tekanan hidup yang berat.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun