Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan yang Tak Pernah Usai

10 Februari 2025   09:02 Diperbarui: 10 Februari 2025   09:02 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi: Image Creator Microsof Bing, Remaker AI, Photoshop)

Waktu berlalu. Tiga tahun kemudian, Laila kembali ke kota itu. Kali ini bukan untuk kembali pada Bayu, tapi untuk menghadiri pernikahan seorang teman lama.

Ia berjalan di trotoar yang dulu sering mereka lewati bersama, lalu berhenti di depan kafe yang dulu menjadi saksi perpisahan mereka. Tidak ada niat untuk masuk---hanya sekadar nostalgia.

Namun, tepat saat ia hendak melanjutkan langkah, seseorang keluar dari kafe itu.

Bayu.

Waktu tak banyak mengubahnya. Rambutnya masih sedikit berantakan, matanya masih menyimpan tatapan yang sama---hangat tapi penuh misteri.

Bayu juga melihat Laila. Sesaat, hanya keheningan yang mengikat mereka berdua.

Lalu, Bayu tersenyum kecil. "Kau masih bisa melihatku, kan?"

Laila mengangguk. "Dan kau masih di sini."

Bayu menatapnya lekat-lekat, seolah ingin memastikan sesuatu. Kemudian, dengan nada yang ringan, ia berkata, "Aku sudah janji."

Laila tertawa kecil. Entah pada dirinya sendiri, entah pada keajaiban kecil yang baru saja ia sadari---bahwa yang ia cari selama ini bukan kepastian, tapi tempat untuk kembali.

Jeda mereka memang panjang, tapi itu bukan akhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun