Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan yang Tak Pernah Usai

10 Februari 2025   09:02 Diperbarui: 10 Februari 2025   09:02 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi: Image Creator Microsof Bing, Remaker AI, Photoshop)

Mereka saling menatap, membaca kenangan di mata satu sama lain, hingga akhirnya Laila berdiri.

Laila menggenggam tangan Bayu  sebentar. Hangat tapi rapuh. Ia tahu ini perpisahan yang tak akan bisa mereka ulang. Tak ada pengulangan, tak ada kesempatan kedua.

Bayu mengangguk pelan. Kali ini, ia tidak mencoba menahannya.  Ia hanya memandangi kepergian Laila dengan sepasang mata yang berusaha tak basah.

Ia tahu, ada kepergian yang harus dihormati, seperti ada hujan yang harus dibiarkan turun.

***

Langkah Laila tertahan beberapa langkah di depan pintu kafe. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, sesuatu yang membuatnya enggan pergi begitu saja. Ia tahu, jika ia melangkah terus, itu akan menjadi akhir dari segalanya.

Tapi bukankah perpisahan sudah diputuskan?

Ia menarik napas panjang dan memantapkan hati. Namun, sebelum langkahnya diteruskan, suara Bayu menghentikannya.

"Laila..."

Laila menoleh, mendapati Bayu sudah berdiri di dekatnya. Tatapannya penuh ragu, seperti seseorang yang ingin mempertahankan sesuatu yang perlahan lepas.

"Apa kau bahagia?" tanya Bayu, nyaris berbisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun