Mereka saling menatap, membaca kenangan di mata satu sama lain, hingga akhirnya Laila berdiri.
Laila menggenggam tangan Bayu  sebentar. Hangat tapi rapuh. Ia tahu ini perpisahan yang tak akan bisa mereka ulang. Tak ada pengulangan, tak ada kesempatan kedua.
Bayu mengangguk pelan. Kali ini, ia tidak mencoba menahannya. Â Ia hanya memandangi kepergian Laila dengan sepasang mata yang berusaha tak basah.
Ia tahu, ada kepergian yang harus dihormati, seperti ada hujan yang harus dibiarkan turun.
***
Langkah Laila tertahan beberapa langkah di depan pintu kafe. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, sesuatu yang membuatnya enggan pergi begitu saja. Ia tahu, jika ia melangkah terus, itu akan menjadi akhir dari segalanya.
Tapi bukankah perpisahan sudah diputuskan?
Ia menarik napas panjang dan memantapkan hati. Namun, sebelum langkahnya diteruskan, suara Bayu menghentikannya.
"Laila..."
Laila menoleh, mendapati Bayu sudah berdiri di dekatnya. Tatapannya penuh ragu, seperti seseorang yang ingin mempertahankan sesuatu yang perlahan lepas.
"Apa kau bahagia?" tanya Bayu, nyaris berbisik.