Mohon tunggu...
Didin Abramovich Alfaizin
Didin Abramovich Alfaizin Mohon Tunggu... Pengamat layar laptop

Bukan tukang kritik, hanya penyampai ide. Penyuka anime. Punya impian menganggrekkan lorong depan rumah. Salam literasi dari langit suram Makassar

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Di Balik Pal-Pal yang membisu: Menyusuri Batas KHDTK Tabo-Tabo

20 Juni 2025   09:09 Diperbarui: 16 Juli 2025   12:07 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum pal berikutnya mendua (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Sebelum pal berikutnya mendua (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Pal 146 lebih membingungkan. Letaknya bergeser, tumbang tanpa perlawanan tapi bukan di tempatnya semula. Kami hanya bisa menduga-duga: oleh siapa? Kapan? Untuk apa? Tapi kami tahu, posisi pal yang bergeser tak pernah sekadar persoalan beton. Ia juga cermin dari bagaimana kawasan ini diakses oleh banyak mata.

Lalu pal 147... ah, ini lebih ganjil lagi. Seperti 145, ia juga menggandakan diri. Ada dua pal dengan nomor yang sama berdiri berselang jarak. Kembar tak identik yang menimbulkan tanda tanya. Kami tertawa, lelah tapi geli, sambil mencatat: kawasan ini tak hanya menyimpan batas fisik, tapi juga teka-teki administratif.

Pal 148 rusak. Tersisa setengah serupa tunggak, berdiri separuh nyawa. Ia tak bicara, tapi tubuhnya menceritakan banyak hal. Tentang waktu, cuaca, dan mungkin tangan-tangan yang tak sabar. Ia seperti lansia yang dilupakan, duduk di bangku tua sambil menanti kunjungan yang tak kunjung datang.

Di sebuah tikungan yang menanjak, pal 149 berdiri sendirian. Tak ada pasangan, tak ada tetangga dekat. Ia seperti penjaga tua yang tetap setia pada tugas, walau yang dijaganya kerap dilangkahi. Jalan desa di sebelahnya hidup, namun batas ini tetap sunyi.

Lalu, seperti klimaks dalam kisah panjang, kami bertemu pal 150. Pal terakhir dari daftar hari itu. Dan tak jauh darinya, seolah menunggu dengan sabar, berdiri pal 1. tegak di depan gerbang masuk KHDTK Tabo-Tabo yang elegan dalam kesederhanaannya. 

Situasi di pinggir kawasan (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Situasi di pinggir kawasan (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Pukul tiga sore kami tinggalkan kawasan dan kembali ke Makassar. Kaki pegal, baju lembap dalam totebag, tapi pikiran justru terasa jernih. Ada yang mengendap dalam penelusuran hari itu. Bukan hanya angka-angka pal yang tercatat, tapi cerita-cerita kecil yang muncul dari balik semak, dari gonggongan anjing, dari serpih beton, dan dari pertemuan kami dengan tumbuhan yang menolak punah.

Bagi sebagian orang, pal batas hanyalah tiang beton dengan angka. Tapi bagi kami hari itu, ia adalah penjaga. Diam-diam menegur. Pelan-pelan mengingatkan. Bahwa hutan ini punya cerita, punya garis, dan punya jiwa. Dan tugas kita, mungkin, bukan hanya menjaga batasnya, tapi juga menjaga agar kisahnya tetap bisa dituturkan.

# KHDTK Tabo-Tabo  #HanyaBercerita  #PatroliPenuhCerita  #MenjagaTakSelaluBerisik

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun